Malam itu setelah kami semua membuat keputusan kami pun datang kembali ketempat orang bertopeng itu, dan setelah sampai di depan kamar hotel orang bertopeng itu aku pun mengetuk pintu. Tidak lama setelah itu ada seorang pelayan yang membukakan pintu dan mempersilakan kami masuk. Ternyata di sana orang bertopeng itu juga sudah menuggu “bagaimana keputusan kalian?” tanya orang bertopeng itu. “sudah kami putuskan akan mengikuti game bodohmu itu” kata Satrio mewakili kami semua. “Sudah kuduga kalian akan menerimanya, walaupun tidak kusangka akan secepat ini, kalau begitu duduklah akan kujelaskan detilnya” kata orang bertopeng itu. “Jadi waktu itu kau memang belum mengatakan semuanya ya?” tanya Satrio dengan sedikit marah. “sama seperti kalian, aku juga tidak bisa langsung percaya pada orang yang baru pertama kutemui” kata orang bertopeng itu. Lalu kami pun duduk “ah benar juga ngomong-ngomong kami belum tahu nama paman” kataku. “Karena beberapa alasan aku tidak bisa memberitahu nama asliku, tapi kalian bisa memanggilku Zero dan tolong jangan memanggilku paman” kata Zero. “kalau begitu aku lanjutkan dimulai dari penyebab permainan ini yaitu peperangan antara Palestina dengan Israel, agar tidak menjadi masalah yang berkepanjangan aku melakukan pertemuan dengan para petinggi dunia untuk membicarakan masalah ini, hasilnya banyak yang mendukung Palestina tapi juga banyak yang mendukung Israel. Sebagai penengah akhirnya aku memutuskan untuk mengadakan permainan ini” jelas Zero. “Apa mereka setuju begitu saja?” tanya Tio. “Tentu saja aku menggunakan sedikit paksaan, tapi kalian tidak perlu mengkhawatirkannya” jawab Zero.
“Lalu bagaimana dengan cara bermain dan peraturannya” tanya Satrio. “Permainan ditentukan oleh sebuah CD, dalam 1 permainan terdapat 2 tim, satu sebagai catcher yang bertugas mengambil CD dari pemain lawan dan yang kedua sebagai defender yang bertugas mempertahankan CD, tim yang memegang CD sampai waktu yang ditentukan habis akan menjadi pemenang, peraturannya selain membawa senjata api dan membunuh dalam permainan semua diperbolehkan” jelas Zero. “Kalau begitu kapan kami mulai?” tanyaku. “1 minggu lagi datanglah kembali ke hotel ini, kita akan langsung berangkat ke tempat pertandingan, jadi persiapkanlah semua yang kalian butuhkan dalam waktu 1 minggu itu karena kita akan bepergian jauh”. “Apa cuma begitu saja peraturannya? Kalau begitu permainan ini aman kan!” kataku tenang. “Benarkah?! hemh... aku rasa tidak akan seaman itu, tidak ada peraturan kalau kita tidak boleh melukai lawan kan?! kau juga harus siap terluka bocah” kata Satrio. “Bukan itu saja tadi kau bilang tidak boleh membunuh dalam permainan, tapi jika lawan mati setelah permainan maka itu tidak dihitung kan?!” kata Tio sambil menatap sinis si orang bertopeng. “Eeeeeeeeh.... apa benar?!” kataku kaget. “Begitulah, lalu apa kau mau mundur sekarang?” tanya Zero. “Kalau sudah sejauh ini aku juga tidak bisa mundur lagi kan?!” kataku dengan sedikit tegang.
“Kalau begitu sudah diputuskan, jadi apa nama tim kalian?” tanya Zero. “Aku tidak peduli hal seperti itu” kata Satrio yang kemudian segera pergi meninggalkan ruangan. “Kalau cuma nama kau saja yang memutuskan, aku tidak keberatan nama apapun yang kau berikan” kata Tio yang kemudian ikut pergi. “Heiii.... tunggu” kataku yang lagi-lagi tertinggal. “Apa tidak apa-apa menggunakan orang-orang yang tidak terkoordinasi bahkan sampai tidak bisa menentukn nama tim seperti mereka?” tanya Klaus khawatir. “Itu memang masalah, tapi mereka punya satu kesamaan” jawab Zero. “Kesamaan?” tanya Klaus lagi. “Dari 100 kartu jawaban yang masuk, cuma mereka bertiga yang tidak mengisi bagian alasan kenapa mereka memerlukan uang, ada banyak yang menulis untuk kebutuhan hidup, atau membayar hutang, atau hanya membuat alasan acak, tapi mereka bertiga tidak melakukannya. Mereka tidak akan berbohong. Tapi mereka juga tidak ingin alasan mereka diketahui orang asing. Satrio Rahardi, Tio Marwoto, dan Putra Hermanto. Semua orang-orang muda ini dalam keadaan yang memerlukan uang dalam jumlah besar. Itu kesamaan yang sangat bagus kan?” jawab Zero.
Lalu satu minggu pun berlalu dan mereka bertiga berkumpul kembali ke hotel itu dan kali ini mereka semua datang di saat yang bersamaan. “Sekarang kami semua sudah berkumpul, lalu apa yang harus kami lakukan?!” tanya Satrio. “Sekarang kita akan segera berangkat ke Vietnam di sanalah tempat petandingannya” jawab Zero. “Tunggu dulu!! Kenapa kau tidak bilang dari awal kalau kita akan ke tempat sejauh itu! Aku cuma membawa beberapa pakaian dan sedikit uang, aku bahkan belum membayar sewa kos bulan ini. Satrio dan Tio juga kelihatannya malah tidak membawa apa-apa. Benarkan?!” tanyaku sambil mengeluh. “Kau tidak perlu repot-repot mengkhawatirkanku” jawab Satrio santai. “Kalau untukku pakaian yang kupakai ini sudah cukup” jawab Tio juga dengan santai. “Aaaaah kenapa pendapat kalian selalu berbeda dariku!” kataku kesal “Kau tidak perlu khawatir Putra, masalah sewa kos mu biar aku yang membayarnya dan biaya kalian di luar negri juga sepenuhnya tanggung jawabku, oh ya setelah kita sampai di Vietnam aku harap kalian tidak menggunakan nama asli kalian karena ada kemungkinan musuh akan mendapat informasi kalian jika kalian menggunakan nama asli. Sebagai gantinya aku sudah menyiapkan codename untuk masing-masing dari kalian. Satrio codename mu adalah Adam, lalu untuk Tio codename mu adalah Ace, dan terakhir (aku sudah menunggu dengan senyum) Putra codename mu adalah Alice!” “Apaaaa?! Kenapa cuma codename ku saja yang kedengaran seperti nama perempuan sedangkan Satrio dan Tio mendapat codename yang keren?!” bantahku kesal. “Nama tim kalian adalah No Name dengan kata lain AAA, karena itu menurutku lebih baik membuat codename yang cocok dengan nama tim kalian” “Karena itu kenapa aku harus mendapat nama Alice” kataku lagi menyela pembicaraan Zero. “Aku memang membuat kedua nama sebelumnya keren, tapi setelah itu aku jadi kehabisan ide dan cuma nama Alice yang terpikirkan olehku” “Makanya sudah kubilang kenapa harus aku yang mendapat codename Alice?!” kataku sambil menyela kata-kata Zero. “Tapi menurutku codename Alice itu cocok untukmu, lagipula apa kau pikir salah satu dari mereka berdua ada yang pantas dipanggil Alice?” tanya Zero. “Ughh, itu benar juga” kataku merasa kalah. “Sudahlah aku rasa Alice itu nama yang cocok denganmu” kata Satrio sambil menepuk pundakku. “Menurutku juga begitu Alice” kata Tio setuju. “Ahhhh... bahkan Tio juga, baiklah! kalau memang itu mau kalian akan kuterima nama itu dengan bangga” kataku sambil mengepalkan tangan dan menginjakkkan satu kakiku ke meja dengan bersemangat. “Tidak kusangka dia mau menerima nama itu” kata Zero dengan suara pelan dan menghadap belakang. “Hmph.. apa kau mengatakan sesuatu paman?” tanyaku. “Tidak bukan apa-apa, daripada itu sudah kubilang berkali-kali jangan memanggilku paman! Kalau begitu aku lanjutkan lawan pertama kita adalah Vietnam kemungkinan mereka akan menggunakan” “veteran perang kan?” kataku memotong pembicaraan. “Itu benar, tapi bagaimana kau bisa tau?” tanya Zero. “Itu sangat terkenal kan? seperti saat Conflict: Vietnam atau Battlefield 2: Vietnam” kataku dengan bersemangat. “Ha..ha.. begitu ya -_-’ tapi tolong jangan menyamakan kenyataan dengan game, tapi memang dulu Vietnam pernah berperang melawan Amerika selama 18 tahun dari 1957-1975”. “Hei..hei jangan bilang perkiraan mu itu alasannya sama dengan Putra?!” tanya Satrio dengan sedikit khawatir. “Tetu saja tidak, aku sudah menyelidikinya sendiri jadi kalian tidak perlu khawatir. Sekarang kalian ikutlah denganku” jawab Zero. Kemudian kami berlima pergi menuju atap hotel.
“Lalu mau apa kita di sini?” tanyaku. “Coba kalian lihat ke atas” jawab Zero. Kemudian terdengar suara bising dan saat kami melihat ke atas tanpa kami sadari sudah ada helikopter yang menunggu di atas kami, Satrio sampai bersiul tanda kagum melihatnya. “Hebaaaat, apa kita akan naik helikopter ini sampai ke Vietnam?” tanyaku terkagum-kagum. “Tentu saja tidak bodoh, kau pikir sejauh apa jarak Indonesia ke Vietnam?!” “Tidak sampai 10 meter” jawabku sambil menunjuk peta yang aku bawa. “Itu kan jarak pada peta, lagipula darimana kau dapat peta itu?, yang penting sekarang kita naik helikopter ini dulu sampai ke bandara dan setelah sampai di pesawat kita harus mulai memanggil satu sama lain dengan codename, ini juga berlaku untukmu, narator yang menulis cerita ini, mulai chapter berikutnya kau harus mulai memanggil mereka dengan codename agar tidak ada yang mengetahui nama asli mereka!.
~ To Be Continued ~
Huu.... hu.... >_< tidak kusangka karakter buatanku sendiri akan mengancamku, tapi biarpun mulai chapter berikutnya aku menyebut codename mereka bukannya orang yang membaca cerita ini dari awal juga sudah tau nama asli mereka??. Tapi daripada itu, maaf sudah menunggu lama chapter ketiga ini. Pada chapter keempat nanti akan dimulai adegan pertarungan antara tim No Name dengan tim Vietnam yang masih dirahasiakan namanya. Sampai ketemu lagi pada chapter berikutnya :)
by : Irfan Albion
“Lalu bagaimana dengan cara bermain dan peraturannya” tanya Satrio. “Permainan ditentukan oleh sebuah CD, dalam 1 permainan terdapat 2 tim, satu sebagai catcher yang bertugas mengambil CD dari pemain lawan dan yang kedua sebagai defender yang bertugas mempertahankan CD, tim yang memegang CD sampai waktu yang ditentukan habis akan menjadi pemenang, peraturannya selain membawa senjata api dan membunuh dalam permainan semua diperbolehkan” jelas Zero. “Kalau begitu kapan kami mulai?” tanyaku. “1 minggu lagi datanglah kembali ke hotel ini, kita akan langsung berangkat ke tempat pertandingan, jadi persiapkanlah semua yang kalian butuhkan dalam waktu 1 minggu itu karena kita akan bepergian jauh”. “Apa cuma begitu saja peraturannya? Kalau begitu permainan ini aman kan!” kataku tenang. “Benarkah?! hemh... aku rasa tidak akan seaman itu, tidak ada peraturan kalau kita tidak boleh melukai lawan kan?! kau juga harus siap terluka bocah” kata Satrio. “Bukan itu saja tadi kau bilang tidak boleh membunuh dalam permainan, tapi jika lawan mati setelah permainan maka itu tidak dihitung kan?!” kata Tio sambil menatap sinis si orang bertopeng. “Eeeeeeeeh.... apa benar?!” kataku kaget. “Begitulah, lalu apa kau mau mundur sekarang?” tanya Zero. “Kalau sudah sejauh ini aku juga tidak bisa mundur lagi kan?!” kataku dengan sedikit tegang.
“Kalau begitu sudah diputuskan, jadi apa nama tim kalian?” tanya Zero. “Aku tidak peduli hal seperti itu” kata Satrio yang kemudian segera pergi meninggalkan ruangan. “Kalau cuma nama kau saja yang memutuskan, aku tidak keberatan nama apapun yang kau berikan” kata Tio yang kemudian ikut pergi. “Heiii.... tunggu” kataku yang lagi-lagi tertinggal. “Apa tidak apa-apa menggunakan orang-orang yang tidak terkoordinasi bahkan sampai tidak bisa menentukn nama tim seperti mereka?” tanya Klaus khawatir. “Itu memang masalah, tapi mereka punya satu kesamaan” jawab Zero. “Kesamaan?” tanya Klaus lagi. “Dari 100 kartu jawaban yang masuk, cuma mereka bertiga yang tidak mengisi bagian alasan kenapa mereka memerlukan uang, ada banyak yang menulis untuk kebutuhan hidup, atau membayar hutang, atau hanya membuat alasan acak, tapi mereka bertiga tidak melakukannya. Mereka tidak akan berbohong. Tapi mereka juga tidak ingin alasan mereka diketahui orang asing. Satrio Rahardi, Tio Marwoto, dan Putra Hermanto. Semua orang-orang muda ini dalam keadaan yang memerlukan uang dalam jumlah besar. Itu kesamaan yang sangat bagus kan?” jawab Zero.
Lalu satu minggu pun berlalu dan mereka bertiga berkumpul kembali ke hotel itu dan kali ini mereka semua datang di saat yang bersamaan. “Sekarang kami semua sudah berkumpul, lalu apa yang harus kami lakukan?!” tanya Satrio. “Sekarang kita akan segera berangkat ke Vietnam di sanalah tempat petandingannya” jawab Zero. “Tunggu dulu!! Kenapa kau tidak bilang dari awal kalau kita akan ke tempat sejauh itu! Aku cuma membawa beberapa pakaian dan sedikit uang, aku bahkan belum membayar sewa kos bulan ini. Satrio dan Tio juga kelihatannya malah tidak membawa apa-apa. Benarkan?!” tanyaku sambil mengeluh. “Kau tidak perlu repot-repot mengkhawatirkanku” jawab Satrio santai. “Kalau untukku pakaian yang kupakai ini sudah cukup” jawab Tio juga dengan santai. “Aaaaah kenapa pendapat kalian selalu berbeda dariku!” kataku kesal “Kau tidak perlu khawatir Putra, masalah sewa kos mu biar aku yang membayarnya dan biaya kalian di luar negri juga sepenuhnya tanggung jawabku, oh ya setelah kita sampai di Vietnam aku harap kalian tidak menggunakan nama asli kalian karena ada kemungkinan musuh akan mendapat informasi kalian jika kalian menggunakan nama asli. Sebagai gantinya aku sudah menyiapkan codename untuk masing-masing dari kalian. Satrio codename mu adalah Adam, lalu untuk Tio codename mu adalah Ace, dan terakhir (aku sudah menunggu dengan senyum) Putra codename mu adalah Alice!” “Apaaaa?! Kenapa cuma codename ku saja yang kedengaran seperti nama perempuan sedangkan Satrio dan Tio mendapat codename yang keren?!” bantahku kesal. “Nama tim kalian adalah No Name dengan kata lain AAA, karena itu menurutku lebih baik membuat codename yang cocok dengan nama tim kalian” “Karena itu kenapa aku harus mendapat nama Alice” kataku lagi menyela pembicaraan Zero. “Aku memang membuat kedua nama sebelumnya keren, tapi setelah itu aku jadi kehabisan ide dan cuma nama Alice yang terpikirkan olehku” “Makanya sudah kubilang kenapa harus aku yang mendapat codename Alice?!” kataku sambil menyela kata-kata Zero. “Tapi menurutku codename Alice itu cocok untukmu, lagipula apa kau pikir salah satu dari mereka berdua ada yang pantas dipanggil Alice?” tanya Zero. “Ughh, itu benar juga” kataku merasa kalah. “Sudahlah aku rasa Alice itu nama yang cocok denganmu” kata Satrio sambil menepuk pundakku. “Menurutku juga begitu Alice” kata Tio setuju. “Ahhhh... bahkan Tio juga, baiklah! kalau memang itu mau kalian akan kuterima nama itu dengan bangga” kataku sambil mengepalkan tangan dan menginjakkkan satu kakiku ke meja dengan bersemangat. “Tidak kusangka dia mau menerima nama itu” kata Zero dengan suara pelan dan menghadap belakang. “Hmph.. apa kau mengatakan sesuatu paman?” tanyaku. “Tidak bukan apa-apa, daripada itu sudah kubilang berkali-kali jangan memanggilku paman! Kalau begitu aku lanjutkan lawan pertama kita adalah Vietnam kemungkinan mereka akan menggunakan” “veteran perang kan?” kataku memotong pembicaraan. “Itu benar, tapi bagaimana kau bisa tau?” tanya Zero. “Itu sangat terkenal kan? seperti saat Conflict: Vietnam atau Battlefield 2: Vietnam” kataku dengan bersemangat. “Ha..ha.. begitu ya -_-’ tapi tolong jangan menyamakan kenyataan dengan game, tapi memang dulu Vietnam pernah berperang melawan Amerika selama 18 tahun dari 1957-1975”. “Hei..hei jangan bilang perkiraan mu itu alasannya sama dengan Putra?!” tanya Satrio dengan sedikit khawatir. “Tetu saja tidak, aku sudah menyelidikinya sendiri jadi kalian tidak perlu khawatir. Sekarang kalian ikutlah denganku” jawab Zero. Kemudian kami berlima pergi menuju atap hotel.
“Lalu mau apa kita di sini?” tanyaku. “Coba kalian lihat ke atas” jawab Zero. Kemudian terdengar suara bising dan saat kami melihat ke atas tanpa kami sadari sudah ada helikopter yang menunggu di atas kami, Satrio sampai bersiul tanda kagum melihatnya. “Hebaaaat, apa kita akan naik helikopter ini sampai ke Vietnam?” tanyaku terkagum-kagum. “Tentu saja tidak bodoh, kau pikir sejauh apa jarak Indonesia ke Vietnam?!” “Tidak sampai 10 meter” jawabku sambil menunjuk peta yang aku bawa. “Itu kan jarak pada peta, lagipula darimana kau dapat peta itu?, yang penting sekarang kita naik helikopter ini dulu sampai ke bandara dan setelah sampai di pesawat kita harus mulai memanggil satu sama lain dengan codename, ini juga berlaku untukmu, narator yang menulis cerita ini, mulai chapter berikutnya kau harus mulai memanggil mereka dengan codename agar tidak ada yang mengetahui nama asli mereka!.
~ To Be Continued ~
Huu.... hu.... >_< tidak kusangka karakter buatanku sendiri akan mengancamku, tapi biarpun mulai chapter berikutnya aku menyebut codename mereka bukannya orang yang membaca cerita ini dari awal juga sudah tau nama asli mereka??. Tapi daripada itu, maaf sudah menunggu lama chapter ketiga ini. Pada chapter keempat nanti akan dimulai adegan pertarungan antara tim No Name dengan tim Vietnam yang masih dirahasiakan namanya. Sampai ketemu lagi pada chapter berikutnya :)
by : Irfan Albion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar