Halaman

TRANSLATE

Minggu, 20 Mei 2012

Anima no Seihen-Chapter 12 “New Friend or Enemy?”

***
“AYANE!! AYANE!!” seru Taku memukul-mukul dinding barrier yang menghalanginya,Ia hanya bisa melihat Ayane dan perempuan tersebut yang tidak bergerak sedikit pun.Taku terus mengarahkan pukulannya pada dinding barrier tersebut seraya berteriak memanggil nama Ayane.

“Ta-Ta-Taku…” ucap Ayane pelan.

“Ayane?..AYANE!!” seru Taku semakin kuat memukul barrier tersebut.Perempuan berambut perak tersebut terlihat kesal lalu ia semakin menusukkan tangannya lebih dalam ke dada Ayane.Ayane merintih kesakitan.”Ayane?!” tanya Taku.Perempuan berambut perak itu kemudian tersenyum,ia melepas tangannya dari dada Ayane.Perempuan itu menghilang ditelan kegelapan,meninggalkan Taku dan Ayane yang terjatuh tidak sadarkan diri.Barrier yang menghalangi Taku tiba-tiba menghilang,Taku yang melihat tersebut segera berlari menghampiri Ayane dan segera memeluknya.

“Ayane?! Ayane bangun! Ayane! Ayane!” seru Taku di tengah hujan yang tiba-tiba turun dengan derasnya.

***
Sota berlari di jalan Shibuya yang ramai di tengah hujan yang turun dengan derasnya,menuju rumahnya.Beberapa menit kemudian,akhirnya Sota dengan keadaan basah kuyup tiba di rumahnya tepatnya di depan pintu rumah.Sota membuka pintu dengan pelan namun keadaan gelap karena lampu di dalam rumah tidak menyala.

“Tidak ada orang di rumah,apa Ayane belum datang?” gumam Sota seraya menekan tombol saklar lampu di samping pintu.Sota kemudian melepas sepatunya dan beranjak menuju lantai dua kamarnya,air yang membasahi seragam Sota jatuh dan mengotori lantai kayu rumahnya saat ia berjalan.Sota menaiki tangga dengan pelan lalu pergi ke pintu kamarnya dan membukanya.Sota mengusap tubuhnya yang basah dengan handuk serta mengganti seragamnya yang basah dengan pakaian yang kering.

“Ah,mungkin Ayane mempunyai acara sehingga ia sibuk dan tidak sempat pulang ke rumah.Lebih baik membuat coklat panas untuk menghangatkan suasana” ucap Sota seraya menaruh handuknya dan beranjak ke lantai bawah menuju dapur.Di dapur,Sota membuat secangkir coklat panas dan menikmatinya secara perlahan.Sota kemudian memandang keluar jendela dapur,menatap langit hitam dan air hujan yang berjatuhan.

“Ada apa,Sota?” ucap sebuah suara di dalam tubuh Sota.Sota agak terkejut mendengar suara tersebut.

“Siapa? Apa kau,Reima?” tanya Sota pelan.

“Iya tentu saja,memang siapa lagi yang ada di dalam hatimu,huh?!” jawab Reima agak membentak.

“Oh,jadi sekarang kau bisa bicara padaku?” tanya Sota masih memandang keluar jendela sambil meneguk coklat panasnya.

“Sebenarnya aku sudah bisa melakukannya sejak kau mulai menderita saat SMA,tapi aku malas berbicara padamu yang hanya bisa diam tanpa menghiraukan keadaan di sekitarmu” jawab Reima sinis.

“Oh,jadi seperti itu…” ucap Sota pelan.

“Hey,kau belum menjawab pertanyaanku!” bentak Reima.Tiba-tiba terdengar suara pintu rumah yang dibanting keras,Sota yang terkejut menaruh cangkir coklat panasnya dan segera berlari ke teras depan menuju pintu.Ketika sampai di depan pintu,Sota melihat seorang laki-laki berambut biru memakai seragam sekolah yang sudah basah terkena air hujan sedang menggendong Ayane yang tidak sadarkan diri di sampingnya.

“A-Ayane!!” seru Sota berlari mendekati Ayane.”Apa kau temannya? Ke-kenapa dengan Ayane?!” tanya Sota terbata.Taku menggeleng.

“Aku tidak tahu,senpai.Tiba-tiba seorang perempuan berambut perak datang dan menusukkan tangannya ke dada Ayane.Akhirnya membuat Ayane seperti ini,kejadiannya begitu cepat aku tidak sempat melakukan apa-apa” ucap Taku menunduk.

“Menusukkan tangannya ke dada…jangan-jangan” gumam Sota.

“Shaman” sambung Reima.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Taku menatap Sota,Sota tersadar dari lamunannya.

“Ah,baiklah.Tolong bantu aku membawa Ayane ke dalam kamarnya” ucap Sota yang menyangga tubuh Ayane dan membawa masuk ke dalam rumah.Mereka beranjak menuju lantai dua di tempat kamar Ayane yang bersebelahan dengan Sota.Mereka akhirnya sampai di sebuah kamar dengan dinding bercat krim dan ranjang dan beberapa property yang berwarna merah muda yang merupakan kamar Ayane,Sota dibantu dengan Taku merebahkan Ayane ke ranjangnya.

“Biar sisanya aku urus,kau bisa pulang sekarang” ucap Sota pada Taku.

“Terima kasih,maaf telah merepotkan” ucap Taku seraya menundukkan badannya.

“Tidak apa-apa,harusnya aku yang bilang seperti itu” balas Sota seraya tersenyum.Taku ikut tersenyum.

“Sekali lagi,maaf kalau merepotkan” ucap Taku berbalik beranjak meninggalkan kamar Ayane,Sota mengangguk kemudian berbalik menatap Ayane.Sebelum meninggalkan kamar Ayane,Taku sempat berbalik dan menatap Ayane yang tertidur tidak sadarkan diri di ranjangnya.

“Semoga kau baik-baik saja,Ayane” Taku kemudian memalingkan wajahnya lalu beranjak keluar meninggalkan rumah Sota.

“Aku harap ini tidak menjadi masalah besar,tapi lebih baik besok aku tanyakan hal ini pada Karen.Tapi besok sekolah libur dan aku tidak tahu dimana tempat tinggalnya” gumam Sota memangdang langit-langit kamar Ayane.Sota berjalan mendekati Ayane dan perlahan mengelus rambutnya.”Semoga ini bukan kejadian buruk”

(Takajima’s House,5:30 Am)
Sota membuka matanya perlahan dan menatap dinding langit-langit rumahnya.Sota bangun dalam posisi duduk di ranjangnya kemudian menatap jam weker di samping tempat tidurnya yang menunjukkan pukul 5.30 Am.

“Ayane….Karen” gumam Sota kemudian bangkit dari tempat tidurnya,merapikan selimut,membasuh wajahnya lalu mengganti pakaian tidurnya dengan kaos berwarna hitam dan celana berwarna coklat gelap panjang.Sota beranjak keluar dari kamarnya dan menuju kamar Ayane,Sota membuka dengan perlahan lalu mengintip dari balik pintu.Ayane terlihat masih tertidur dan tidak sadarkan diri.

“Ayane…” gumam Sota murung seraya menutup pintu kamar Ayane.Sota berjalan menuruni tangga menuju lantai bawah,kemudian menuju dapur dan membuat sarapan berupa telur dadar dan roti bakar.Beberapa menit kemudian Sota selesai dengan sarapannya,Sota berjalan menuju ruang tamu lalu membuka pintu geser yang ada di sana memperlihatkan pemandangan hijau yang ada di samping rumahnya.Tidak lama kemudian terdengar suara bel pintu yang berbunyi,Sota tersadar dari lamunannya kemudian berlari menuju pintu depan rumahnya.Dia membuka pintu dan melihat Yui yang terlihat menenteng tas di pundaknya.

“Ohayou gozaimasu!! Sota-kun!!” teriak Yui ceria.

“Ohayou,Yui” balas Sota tersenyum.”Ada apa Yui? Minggu pagi seperti ini kau sudah datang ke rumahku,tidak biasanya” tanya Sota.Yui memasang wajah cemebrut seraya mengembungkan pipinya.

“Memangnya tidak boleh kalau aku berkunjung ke rumahmu pagi-pagi,Sota?” tanya cetus Yui.Sota tertawa kecil,kemudian berjalan mendekati dan membuka pintu pagar di depan rumahnya.

“Tidak apa-apa,ayo silahkan masuk Yui” ucap Sota berbalik menuju ke dalam rumah,Yui mengikuti dari belakang.Sota membawa Yui ke ruang tamu yang lumayan luas dimana tersedia meja kecil di tengah ruangan tersebut dan dua sofa panjang yang saling berhadapan yang mengapit menja kecil tersebut.Yui duduk di salah satu sofa tersebut sementara Sota berjalan menuju dapur.Beberapa menit kemudian,Sota datang membawa nampan kayu yang berisi dua cangkir teh dan sebuah piring yang berisi biscuit.

“Ohya,Sota.Daritadi aku tidak melihat Ayane-chan,apa dia belum bangun?” tanya Yui.

“Tidak,dia hanya…” jawab Sota seraya menaruh nampan tersebut di meja kemudian Sota duduk di sofa yang berlawanan dengan Yui.

“Hanya apa?” tanya Yui penasaran.Sota terdiam tidak menjawab.Setelah beberapa menit terdiam,akhirnya Sota menceritakan segalanya pada Yui.

***
“Bunuh!! Bunuh!! Lebih baik kau mati!!”  seru seorang laki-laki berambut perak,bermata merah pada seorang laki-laki pendek berambut pirang,memiliki mata biru yang penampilannya seperti anak kecil.Laki-laki berambut pirang tersebut terlihat ketakutan.

“Ko-Koda-kun...apa yang terjadi padamu?” tanya laki-laki berambut pirang tersebut ketakutan seraya mundur beberapa langkah agak menjauh dari laki-laki di depannya.Koda kemudian tertawa keras.

“Hahahaha!! Semua orang yang ada di hadapanku lebih baik mati!!” seru Koda yang mengangkat tangan kanannya.Kuku di tangan tersebut tiba-tiba memanjang dan menajam seperti pedang.Laki-laki berambut pirang tersebut semakin ketakutan saat Koda berjalan perlahan mendekatinya.

“Ja-jangan!!” seru laki-laki berambut pirang tersebut menunduk sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya seraya memejamkan matanya karena ketakutan.Koda tersenyum kemudian mengarahkan tangannya ke kepala laki-laki berambut pirang tersebut.

“Awas,Akatsuki!” terdengar suara seorang laki-laki yang membuat laki-laki berambut pirang tersebut membuka matanya dan melihat seorang laki-laki besar dan tinggi berambut hitam dan memakai kacamata dan jaket tebal berwarna hitam menahan kedua tangan Koda.

“Hajime-san?” ucap laki-laki berambut pirang bernama Akatsuki tersebut menatap laki-laki yang dipanggil Hajime di depannya.Hajime melirik Akatsuki di belakangnya dengan tatapan tajam yang merupakan cirri khasnya.

“Kau tidak apa-apa,Akatsuki?” tanya Hajime pelan,Akatsuki menggangguk kemudian Hajime kembali menatap Koda di depannya yang menatapnya dengan tatapan kebencian.

“Hei,Hajime! Ada apa?...oh,Akatsuki?” ucap seorang laki-laki berambut hitam gelap tegak memakai baju kaos dalam putih serta jaket berwarna merah yang tiba-tiba muncul di belakang Akatsuki.Akatsuki menoleh ke arah laki-laki tersebut.

“Gray-kun?” tanya Akatsuki.

“Graaaah! Semua yang ada dihadapanku lebih baik mati!!” seru Koda meronta berusaha lepas dari genggaman Hajime.Hajime tetap diam dan tenang seraya menggenggam erat kedua tangan Koda.

“Akatsuki,sebenarnya apa yang terjadi pada Koda?” tanya Gray melihat Koda yang meronta.

“Aku tidak tahu,tiba-tiba dia berubah seperti itu dan kelakuannya berubah aneh” jawab Akatsuki pelan.

“Maafkan aku,Koda” ucap Hajime pelan,mata hitamnya berubah biru terang.Kedua tangan Hajime tiba-tiba mengeluarkan aliran listrik-listrik kecil bewarna kuning.”Votus…Thunder Shock” ucap Hajime pelan,tiba-tiba aliran listrik tersebut membesar dan menyetrum tubuh Koda.Koda berteriak kesakitan.

“Koda-kun!” seru Akatsuki.Rambut perak Koda perlahan berubah hitam.Beberapa detik kemudian,listrik yang menyetrum tubuh Koda berhenti dan akhirnya Koda jatuh pingsan.”Dia tidak apa-apa kan?” tanya Akatsuki menatap Hajime.Mata Hajime yang biru terang berubah kembali berwarna hitam.

“Tidak apa-apa,aku hanya sedikit menekan Blackout dalam tubuhnya agar tidak bisa keluar dalam beberapa saat ini.Anehnya,sejak kapan Koda memiliki Blackout?” ucap Hajime memandang Koda yang tergeletak.

“Iya,yang aku tahu Koda orangnya bahagia dan sepertinya yang dia miliki Pure Illumination bukan Cursed Blackout seperti itu” balas Gray.

“Berarti ada seseorang yang melakukan sesuatu pada Koda sehingga Illumination di dalam hatinya berubah menjadi Blackout,tapi siapa? Siapa yang berani melakukan ini pada temanku…” gumam Hajime mengerutkan dahinya.

“Jadi kalian ingin tahu siapa yang melakukan hal tersebut pada teman kalian?” ucap sebuah suara.Hajime langsung menoleh ke laki-laki berjubah hitam yang wajahnya tidak terlihat karena ditutupi oleh kerudung jubah tersebut.

“Kau..siapa?” tanya Hajime menatap tajam laki-laki tersebut.

“Perkenalkan…namaku adalah Phantom Blackmask” ucap Phantom seraya membuka kerudung jubahnya memperlihatkan rambutnya yang berwarna perak dan topeng hitam yang menutupi pada bagian matanya.”Aku tahu siapa yang telah melakukan hal tersebut pada temanmu” lanjut Phantom.

“Penampilanmu itu terlihat mencurigakan,apa kami bisa mempercayaimu?” tanya Hajime pelan.

“Hooh,tentu saja.Aku berpenampilan seperti ini karena aku tidak ingin diketahui oleh organisasi Obscura,mereka mengincarku karena aku telah mencuri informasi yang penting dari organisasi tersebut.Obscura adalah organisasi yang menggunakan kekuatan blackout untuk tujuan yang buruk dan berniat membuat Blackout pada seluruh manusia yang ada di dunia.Dan yang melakukan hal itu pada temanmu adalah Obscura itu juga dan aku tahu siapa yang telah melakukan hal tersebut” jawab Phantom.

“Tch,Obscura…Lalu siapa yang kau maksud?” tanya Hajime lagi.

“Nama orang itu adalah Karen Alexandrite,dia adalah seorang Shaman.Shaman adalah orang-orang yang bisa masuk ke dalam hati orang-orang dan mengubah Illumination pada orang yang hatinya dimasuki menjadi Blackout” jelas Phantom.

“Cih…jadi seperti itu…Apa kau tahu dimana dia berada?”

“Dia adalah siswa baru di Yurika Gakkuen beberapa hari yang lalu dan dia sudah merekrut orang-orang yang bernama Sota Takajima dan Yui Hiruno,mereka ada di kelas 2-2.Untuk kau yang merupakan ketua OSIS bukankah tidak susah menemui orang-orang tersebut” ucap Phantom seraya tersenyum.

“Kau darimana kau tahu bahwa aku adalah ketua OSIS di Yurika Gakkuen? Bahkan kau tahu kelas tempat mereka…sebenarnya kau siapa?” tanya Hajime menatap curiga Phantom.

“Anggap saja,aku adalah salah satu siswa dari Yurika Gakkuen.Maaf,aku tidak bisa berlama-lama disini…sayonara” ucap Phantom yang tiba-tiba menghilang dari pandangan.

“Karen Alexandrite…kau telah mengubah temanku dan hampir membuat salah satu temanku terluka…Aku TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!!” ucap Hajime dalam hati seraya mengepalkan tangannya.




TO BE CONTINUED


READ MORE Anima no Seihen-Chapter 12 “New Friend or Enemy?”

Anima no Seihen-Chapter 11 : “Terror in the Night”

***
“Karen-chan?” tanya seorang perempuan berambut ungu kehitaman yang muncul dari belakang Skull dan langsung berlari menghampiri Karen yang masih tercengang.Karen yang mendengar suara langkahan kaki menuju yang semakin mendekat kemudian berbalik melihat pemilik suara langkah kaki tersebu.

“Sankarea-san?” ucap Karen terkejut.Perempuan berambut ungu kehitaman tersebut berhenti di depan Karen dengan nafas terengah.”Kau ternyata bersekolah disini?” tanya Karen.Yuuko kemudian mengatur nafasnya.

“Iya,kenapa kau tidak memberitahuku dan melihatmu selama ini kalau kau bersekolah disini?” tanya blaik Yuuko menatap Karen.

“Aku baru pindah ke sekolah ini kemarin hari,kau kesini karena-“

“Aku merasakan hawa kegelapan yang kuat,ternyata berasal dari laki-laki itu..” sambung Yuuko seraya menunjuk Nac yang meringis tersandar pada dinding bangunan sekolah.

“Hei-hei,jadi kalian berdua saling mengenal antara satu dengan yang lain?” tanya Skull berjalan mendekati Karen dan Yuuko.

“Iya,dia adalah teman masa kecilku dan juga sekaligus seorang Shaman,Karen Alexandrite.Kami juga dulu pernah bertemu pada saat SMP tiga tahun yang lalu,namun Karen-chan pindah sekolah dan kami tidak pernah bertemu lagi” jelas Yuuko seraya tersenyum pada Karen.

“Ohya,dan dua laki-laki bersamamu ini siapa?” tanya Karen memandang Skull.

“Oh,laki-laki di sampingku ini bernama Skull Whiteback.Dan yang ada di depan berhadapan dengan laki-laki berjubah itu adalah Ciel Ashigawa,mereka berdua adalah temanku” jawab Yuuko seraya menatap Skull dan Ciel secara bergantian.

“Cih,percakapan perempuan” gumam Sota melirik sinis Yuuko.

“Kau mengatakan sesuatu,Reima-kun?” tanya Karen menatap Sota dengan senyuman yang mengeluarkan hawa menyeramkan membuat Sota merinding.

“Lup-lupakan saja” ucap Sota singkat mengalihkan pandangannya dari Karen.

“Oi! Apa kalian sudah selesai bicara,di depan kita masih ada seorang musuh,perhatikan kondisi sekitar kalian nanti kalian bisa terbunuh” ucap Ciel dingin melirik mereka yang ada di belakang.

“Maaf,Ashigawa-kun.Kita lanjutkan nanti pembicaraan kita ya,Karen-chan” ucap Yuuko pada Karen kemudian mengalihkan pandangannya pada Phantom yang melayang di atas.Karen juga mengalihkan pandangannya pada Phantom.

“Heh,aku sepertinya tidak memiliki urusan dengan kalian semua.Sayang sekali rasanya untuk mengucapkan selamat tinggal,Sayonara…~” ucap Phantom yang kemudian menghilang ditelan oleh kegelapan.

“Dia sudah pergi” ucap Ciel pelan seraya mengubah twin daggernya menjadi asap hitam.Mata kuning tajam milik Ciel berubah menjadi merah gelap.Ciel berbalik menatap Karen dan Sota secara bergantian kemudian ia menatap Yuuko.”Mereka adalah?”

“Tenang saja mereka temanku,berarti juga teman kita” sambung Yuuko seraya tersenyum pada Ciel.

“Hei,bagaimana dengan perempuan berambut merah muda yang tergeletak di belakang itu?” tanya Skull seraya mengacungkan ibu jarinya menunjuk ke Yui yang tergeletak.Sota berbalik kemudian menatap Yui dari kejauhan,air mata mengalir membasahi pipinya.Rambut peraknya berubah menjadi hitam dan matanya yang berwarna merah darah berubah menjadi biru.

“Takajima-san” ucap Karen pelan menatap Sota.

“Hey,Karen-chan..kenapa dengan laki-laki itu?” bisik Yuuko di telinga Karen.Karen tersenyum kemudian ia mendekatkan bibirnya ke telinga Yuuko.

“Mereka bisa dibilang couple,mungkin kau bisa membantu Takajima-san?” bisik Karen.Yuuko menatap Karen kemudian mengangguk,Yuuko berjalan mendekati Yui.Sota terkejut melihat Yuuko yang berjalan mendekati Yui.

“A-apa yang akan perempuan itu lakukan?” tanya Sota pelan.Karen kemudian memegang pundak Sota.

“Tenang saja,Takajima-kun.Sankarea-san akan menolong Yui-chan” ucap Karen tersenyum.Yuuko yang berjalan kemudian berhenti tepat di depan Yui.

“Lukanya lumayan parah,tapi ini masih bisa disembuhkan” Yuuko menunduk dan menaruh kedua telapak tangannya di depan dada Yui,beberapa saat kemudian sebuah cahaya keluar dari tangan Yuuko dan membungkus tubuh Yui.Seluruh darah dan luka yang ada di punggung Yui menghilang dan kembali seperti semula.Setelah selesai,Yuuko berdiri kemudian berbalik menatap Sota dan Karen.Yuuko menggangguk seraya tersenyum.Sota terkejut lalu akhirnya bernafas lega.

“Nah,sekarang tinggal masalah Merfield-kun” ucap Karen berbalik hendak menatap Nac,namun Nac tidak terlihat di tempatnya tadi tapi terdapat seorang perempuan berambut pirang kepang dua dan bermata ungu kelam bersama siluet bayangan hitam terlihat di tempat sekitar Nac berada.Siluet bayangan hitam tersebut menggerakkan mulut besarnya seolah seperti menguyah makanan.

“Vienna Eizenwald” ucap Karen pelan menatap Vienna,Vienna berbalik menatap Karen dengan tatapan hampanya.

“Wow! Lihat Blackout yang dimiliki perempuan itu keren!” seru Skull dengan mata berbinar-binar.

“Apa kau ini tidak bisa serius sedikit?” ucap Ciel kesal melirik Skull.

“Dia siapa…?” tanya Sota berbalik.

“Dia Vienna Eizenwald,orang yang telah menyelamatkan Yui dari pengaruh Blackout yang mengubahnya menjadi zombie.Aku tidak terlalu banyak tahu mengenai dirinya,karena kami hanya sempat berkenalan saat insiden kemarin itu” jelas Karen.

“Jadi…dia yang telah menyelamatkan Yui?” tanya Sota menatap Karen.

“Aku sudah selesai dengan laki-laki ini” ucap Vienna pelan,siluet bayangan hitam di belakangnya kemudian memuntahkan dan melempar Nac pada mereka.Ciel segera berlari ke depan dan menangkap tubuh Nac yang melayang.”Sayonara,minna” ucap Vienna berbalik berlari meninggalkan mereka.

“Hei,tunggu dulu!...ah,sial padahal aku baru mau menanyakan nomer hpnya dan dimana dia dapat Blackout itu” keluh Skull.

“Sekali lagi,kau bicara yang tidak penting aku langsung potong bibirmu itu!” seru Ciel melirik Skull.Karen dan Yuuko pun hanya bisa sweatdropped melihat tingkah laku mereka berdua.

“Ano..~Sankarea-san apa benar mereka ini temanmu?” tanya Karen heran.

“Iya,mereka memang biasa seperti ini.Jadi aku sudah biasa” jelas Yuuko.

“Kita bawa kedua orang ini masing-masing ke rumah mereka,penjelasannya besok pagi akan aku jelaskan.Ayo!” perintah Ciel.Skull dan Yuuko mengangguk sementara Sota hanya terdiam melihat tangan kanannya yang bergetar.

“Apa yang aku sempat rasakan tadi,perasaan ini seolah…tidak,mungkin hanya karena Blackout saja tapi perasaan yang tadi aku rasakan ketika Reima mengambil tubuhku itu apa cuma mimpi?” ucap Sota dalam hati,Karen memandang Sota.

“Semuanya akan baik-baik saja,Takajima-kun.Jangan khawatir” ucap Karen seraya memegang pundak Sota.Sota tersadar dari lamunannya kemudian ia tersenyum pada Karen.

“Iya,tentu saja,Karen” ucap Sota kemudian berjalan menghampiri Yui dan meninggalkan Karen.Sementara Ciel,Skull dan Yuuko pergi membawa Nac ke rumahnya.Karen terdiam menatap sinar rembulan yang perlahan mulai muncul dan menyinari lapangan tersebut,Karen berbalik dan menatap bulan yang masih terhalang oleh awan hitam.

“Sebentar lagi bulan purnama,aku tidak bisa berlama-lama diam disini.Sial,apa artinya ini…dia akan muncul” ucap Karen mengepalkan tangan dan menggigit bibirnya.Kemudian Karen berbalik lalu berlari meninggalkan tempat tersebut.

***
Di suatu ruangan yang terlihat seperti ruangan sebuah gereja dimana terdapat kursi-kursi,jendela dengan motif yang khas dengan Kristen dan juga lilin-lilin yang menghiasi tempat tersebut.Di ruangan tersebut terlihat laki-laki memakai jubah putih sedang mengacupkan kedua tangannya seperti sedang berdoa.Beberapa saat kemudian pintu pada gereja tersebut terbuka membuat cahaya dari luar masuk ke dalam ruangan tersebut,laki-laki memakai jubah hitam muncul dari balik pintu tersebut lalu berjalan perlahan mendekati laki-laki di depannya.

“Maafkan aku,aku gagal menjalankan tugasku.Raiga-sama” ucap Phantom menunduk pada laki-laki berambut perak memakai jubah putih,baju zirah yang juga putih dengan motif ukiran emas pada bagian platenya.Laki-laki bernama Raiga tersebut membawa sebuah salib besar yang ukurannya hampir sama dengan tubuhnya di punggung.Raiga berbalik kemudian menatap Phantom dengan mata emasnya,Raiga tidak mengeluarkan ekspresi apapun.

“Apa ada sesuatu yang menghalangimu sehingga kau gagal?” tanya Raiga pelan.Phantom terlihat agak terkejut kemudian Phantom menggeleng.

“Tidak sama sekali,Raiga-sama.Ini murni kesalahanku” ucap Phantom sedikit mengalihkan pandangannya dari Raiga.Raiga terdiam kemudian berbalik.

“Kau tidak usah menyembunyikan hal tersebut dariku,Phantom.Karena Tuhan Maha Tahu,tapi tidak apa-apa aku tahu kau tidak suka menimpakan kesalahan pada orang lain.Tuhan akan memberikan hukuman pada orang-orang yang menghalangi dan mengganggu tujuannya” ucap Raiga menatap ukiran jendela yang terpajang besar di depannya.

“I-iya,Raiga-sama” ucap Phantom gugup.

“Oleh karena itu,kita pasrahkan saja diri kita pada Tuhan” ucap Raiga seraya berbalik menatap Phantom.Tiba-tiba suara petir menggelegar dan sinar petir tersebut masuk melalui kaca jendela membuat suasana pada ruangan tersebut menjadi mencekam.Beberapa saat kemudian terdengar suara hujan yang turun di tempat tersebut.

***
Di suatu taman dimana lampu-lampu di sisi jalan menyinari kegelapan pada ruangan tersebut dan suara rintik hujan yang deras yang terdengar,terlihat seorang perempuan berambut hitam panjang sepinggang,bermata biru berlari bersama seorang laki-laki berambut pirang gelap,bermata biru di sampingnya.Mereka berlari di tengah hujan yang turun dengan derasnya,mereka berhenti di sebuah tempat berteduh di taman tersebut.

“Yah,kenapa cuacanya menjadi seperti ini…padahal tadi aku sedang menikmati es krimku tapi sekarang…” ucap Ayane murung melihat es krimnya yang meleleh karena terkena hujan tadi.

“Tenang saja,nanti kalau hujan sudah reda akan kubelikan lagi yang baru”  ucap laki-laki berambut pirang di sampingnya seraya tersenyum pada Ayane.

“Arigatou ne! Taku!” seru Ayane dengan wajah memerah dan berseri pada laki-laki berambut pirang yang dipanggilnya Taku.Beberapa saat kemudian,hujan mulai mereda walaupun langit masih terlihat hitam.

“Ayo,Ayane” ucap Taku seraya menarik tangan Ayane,rona wajah Ayane memerah saat Taku menarik tangannya.Mereka kembali berlari di tengah hujan yang mulai mereda,kemudian Ayane mengingat sesuatu di taman tersebut.Ayane menghentikan langkahnya membuat Taku terkejut dan ikut berhenti.

“Ada apa,Ayane?” tanya Taku.

“Bukankah sebentar lagi bulan purnama akan muncul,aku ingin melihatnya.Dan aku dengar di taman ini ada tempat dimana kita bisa melihat bulan dengan jelas” jawab Ayane.”Ayo,kita kesana” lanjut Ayane gantian menarik tangan Taku.Mereka berlari menyusuri taman tersebut menuju ke tengah taman tersebut dimana terdapat rumput hijau yang menghiasi tempat tersebut dan pohon-pohon rindang,dan juga terdapat sebuah bangku panjang bercat putih di tempat tersebut.

“Ayo,kita kesana Taku.Aku ingin melihat bulan yang indah malam ini” ucap Ayane riang.Taku hanya tersenyum mengikuti Ayane.Ayane terkejut ketika melihat siluet seorang perempuan yang berdiri di samping bangku tersebut begitu juga dengan Taku.Melihat siluet perempuan tersebut,Ayane dan Taku berhenti.Sinar bulan yang terhalang oleh awan muncul dan menyinari tempat tersebut,sehingga Nampak jelas siluet perempuan tersebut yang memiliki rambut perak panjang,mata merah darah dan mengenakan pakaian gothic berwarna hitam.Perempuan bermata merah darah tersebut menatap Ayane dengan tajam membuat Ayane ketakutan.

“Taku,aku-aku…takut” ucap Ayane berlari ke belakang punggung Taku.

“Tidak apa-apa,aku disini untuk melindungimu” ucap Taku menatap merentangkan tangan kanannya hendak melindungi Ayane.Perempuan berambut perak tersebut berjalan perlahan mendekati mereka berdua kemudian berhenti tidak jauh dari mereka.Perempuan itu mengangkat tangannya dan menunjuk Ayane.

“Kau…manusia yang memiliki kebahagiaan yang besar dan Illumination dalam tubuhmu,aku akan mengubahnya” ucap perempuan itu pelan.Taku mengerutkan dahinya.

“Apa maksudmu!? Aku tidak mengerti apa yang kau kata-“ seru Taku terhenti ketika melihat perempuan tersebut sudah berada di depannya.”Cepat sekali” kejut Taku.

“Kau manusia biasa,menyingkirlah dari hadapanku” ucap perempuan itu dingin seraya mengarahkan sebuah pukulan ke pipi Taku,Taku terkena dan terpental jauh ke samping.

“TAKU!!” seru Ayane melihat Taku yang terjatuh.

“Sekarang giliranmu…” Ayane terkejut menoleh perempuan tersebut yang mengangkat tangannya dengan cepat dan langsung menusuk dadanya.Ayane tercengang,bola mata biru cerahnya meredup.Es Cone uang ada di tangannya terjatuh.Taku kembali bangkit dengan pipinya yang bengkak karena pukulan tadi.Taku terkejut melihat Ayane yang terdiam dan dadanya tertusuk oleh perempuan berambut perak tersebut.

“AYANE!!!” seru Taku berlari ke arah Ayane,namun sebuah barrier tiba-tiba muncul dan menghalanginya mendekati Ayane.”Apa ini?! apa yang sebenarnya terjadi?! Ayane? AYANE!!” seru Taku memukul dinding barrier tersebut,ia hanya bisa melihat mereka berdua yang terdiam tidak bergerak sama sekali.




TO BE CONTINUED




READ MORE Anima no Seihen-Chapter 11 : “Terror in the Night”

Ninja's Demon Hunter In Kuro Gakuen chp 52. Deeper Bound


Cerita Sebelumnya: 

Akira menceritakan masa lalunya pada Rikimaru. Akira dulu menerima misi khusus bernama Human Control. Ia diharuskan mengawal dan menuruti segala perkataan seorang wanita muda jenius yang sepantaran dengannya, dan juga terlibat dalam proyek itu. Wanita itu bernama Ai. Ai memerintahkan Akira agar tidak membunuh seorangpun selama misinya berjalan, dan hal ini membuat Akira merasa tidak nyaman. Setelah Akira menyelamatkan Ai yang diculik, ia bertemu dengan laki-laki yang disebut pimpinan oleh Ai, oang itu bernama Seiichiro Kagami.





Lelaki itu pun berdiri, "Ai-kun.. mengapa kau meninggalkan penelitianmu begitu saja?" tanya orang yang bernama Seiichiro Kagami itu. Ai hanya bisa menundukan kepala, "Maaf..." hanya itu kata yang dikeluarkannya, "Kau tahu kan, kalau kau harus melakukan penelitian itu?" tanya Seiichiro lagi dengan nada yang sama, "Maafkan aku, aku akan segera kembali ke lab" kata Ai yang langsung pergi ke lab. Aku berniat untuk mengejarnya, tetapi ia sudah menghilang dari pandanganku.


"Pasti sulit ya..." aku yang mendengar suara itu segera berbalik,"Apa kau tidak kesusahan, Akira?" Aku berdiam sendiri sebentar.

"Tidak menjawab? kau bukan orang yang ramah ya..?" kata Seiichiro dengan tawa.

"Memanggil orang yang pertama kali kau temui dengan nama pertama dan tanpa penghormatan, bukankah itu cukup kasar?" balasku dengan tawa.


"Hahaha... maafkan ketidak sopananku, tapi itu adalah kebiasaanku. Daripada itu, bagaimana menurutmu, tentang Ai-kun?"


".......... tidak ada yang bisa kukomentari, aku hanya seorang bodyguardnya saja." kataku sambil berpikir.


Dan pada saat itu aku teringat akan sesuatu, aku menatap ke arah Seiichiro.


"Apa Ai membenci penelitian ini?" kataku secara tegas, Seiichiro terdiam sejenak. Aku terus menatapnya secara tegas, pada akhirnya ia kembali tersenyum dan menjawab, "Itu tidak mungkin, ia sangat menyukainya." Seiichiro pun mulai berjalan keluar, "Aku ada pekerjaan, jadi nikmati waktumu di sini, Akira-kun?" kata Seiichiro dengan nada yang aneh.


Seiichiro Kagami, gaya bahasa yang berantakan. Mungkin saja itu dikarenakan ia orang asing, tetapi.... ada hawa yang aneh tentang dirinya.


Saat itu ponselku berdering, ayah menelponku.


[Bagaimana kabarmu disana?] kata ayah seperti biasa.


Aku sangat marah ketika ia seenaknya mengubah kontrak seenaknya.


[Apa kau sudah membuka bungkusan itu?] tanya ayah tanpa jeda.


Aku terdiam sebentar, bungkusan? Ah.. bungkusan yang diberikan padaku waktu itu.


[Jangan bercanda, ada apa dengan bungkusan itu. Aku tidak bisa membukanya karena disegel oleh ibu. Apa yang ada didalamnya] kataku dengan nada melawan.


[Hmm... berarti kau belum membukanya. Haha tindakanku memang benar untuk menyuruh ibumu menyegel benda itu] Balas ayah.


[Apa maksudmu?] tanyaku.


[Kau akan tahu pada saatnya tiba, bawalah itu bersamamu setiap saat] balas ayah dengan nada datar.


[.... Konyol..] balasku.


[Kalau begitu sampai disini saja, sampai jumpa Akira..] kata ayah yang ingin menutup telponnya.


Tepat pada saat itu aku teringat sesuatu. Bayangan orang itu muncul di dalam kepalaku, 'Seiichiro Kagami'. Dia adalah pemimpin dari penelitian itu, tetapi mengapa ia jarang pergi ke lab? Dan yang paling mengangguku adalah, reaksi dari Ai. Saat itu situasinya seperti sedang tertekan, dan terlebih lagi, nampaknya ada yang tak beres di tempat penelitian ini.


[Tunggu sebentar..] kataku sebelum telpon itu ditutup.


[untuk misi ini, siapa pemohonnya?] sambungku, ayah pun terdiam mendengar hal itu.


[Tidak bisa kusebutkan, itulah hukum dari ninja, harusnya kau sudah tahu] kata ayah dengan nada dingin.


[...kalau begitu, siapa "Seiichiro Kagami"] tanyaku lagi dengan nada menekan.


[... tidak tahu. Tidak ada yang bisa kukatakan tentang misimu. Lagipula, jika kau ingin tahu, carilah sendiri jawabannya. Sampai di sini dulu, aku harus pergi, sampai jumpa] kata ayah sambil menutup telponnya.


-Percuma ya...


Aku pun berjalan keluar ruangan itu dengan tujuan mencari Ai. Aku berjalan ke tempat dimana proyek itu berlangsung, tetapi sesampai di depan pintunya ada dua orang berbadan kekar yang tidak mengizinkanku masuk. Walau aku memaksa hasilnya nihil, itu adalah perintah dari Kagami. Dan kejadian ini makin membuatku merasa aneh.


Sore hari pun tiba, aku dan Ai berjalan pulang, aku masih dapat melihat rasa kecewa di wajah Ai.


"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku secara tidak biasa. Ai pun menoleh dengan wajahnya yang sedikit terkejut padaku.


"Apa maksud dari tatapanmu itu?" kataku dengan nada tersinggung.


"Bukan, cuma aneh saja kau memulai pembicaraan. Terlebih lagi, padaku." balas Ai.


"Aku cuma ingin tahu, kenapa aku tidak diperbolehkan masuk tadi?" kataku menyangkal.


"Hmm...... kenapa begitu.. Ah! jangan-jangan.. kau khawatir padaku?" kata Ai dengan nada menggoda.


"Jangan bodoh, itu semua karena pekerjaan yang tidak kuinginkan ini" kataku dingin.


"Uwa... kejam..." balas Ai dengan nada datar dan kembali menatap kedepan.


"Bukan kenapa-kenapa, itu adalah perintah dari ketua, jadi kau tidak usah khawatir, aku melaksanakan tugasku seperti biasa, um.. seperti biasa.."sambung Ai dengan nada yang semakin mengecil, terutama di bagian akhir. Aku pun diam sejenak dan terus berjalan.


"Kalau begitu, siapa Kagami Seiichiro?" tanyaku sekali lagi. Dan tampaknya, pertanyaan kali ini cukup mengganggu Ai. Ia tampak bingung walau ia berusaha menyembunyikannya, ini pertama kalinya ia bersikap begini.


"Ketua adalah... orang yang tidak biasa..." hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ai sampai kami tiba di rumah.


Sesampainya kami dirumah Ai pun memutuskan untuk mandi duluan, satu lagi hal yang tidak biasa. Aku kembali ke kamarku dan secara tak sengaja melihat bungkusan yang diberikan ayah padaku. Aku mengingat lagi pembicaraan barusan lewat telepon, "Hmph... mari kita lihat apa yang orang tua itu inginkan.." kataku sambil memasukkan bungkusan itu ke dalam barang-barang yang akan kubawa. Aku pun turun ke lantai bawah dengan niatan menunggu giliranku untuk mandi. Setelah sampai aku pun membuat secangkir kopi panas sambil memikirkan orang itu, "Seiichiro Kagami"


-Apa hubungannya dengan Ai? Mengapa sikap Ai tiba-tiba berubah?


Aku pun berpikir sambil menunggu air mendidih.


-Bukan, bukan cuma itu saja masalahnya. Yang paling penting, kenapa aku berpikir keras seperti ini tentang Ai? Dia cuma targetku, hubunganku dengannya seharusnya sebatas itu saja, lalu kenapa? Apa mungkin... 


"Ai..." kataku tanpa sadar.


"Ng..??" Suara seseorang dari belakangku.


Aku segera menoleh dengan sedikit terkejut, dan ternyata langsung kaget.


"Kau! Apa-apaan penampilanmu itu!!?" Teriakku sambil memalingkan mukaku yang memerah. Tanganku pun membentur panci yang kupakai sehingga airnya tumpah.


"PANAS!!!!!!" teriakku secara refleks sambil memegangi tanganku yang terkena air panas barusan. "Hei hei.. kau tak apa-apa?" kata Ai yang mendatangiku, aku segera mundur selangkah, "Hei! Kenapa kau menghindar? Berikan tanganmu, bahaya kalau lukanya parah!" bentak Ai dengan tegas sambil mendekatiku, "Sebelum itu pakailah dulu pakaian yang benar!!!" balasku sambil berusaha melihat ke samping. Akhirnya Ai pun menyadarinya, ia menoleh ke bawah dan melihat dirinya. Dalam sekejap mukanya menjadi merah, benar, ia hanya memakai handuk yang menutupi tubuhnya.


"ha... hi...hiii..."


Ai tidak bisa berkata-kata, ia hanya berusaha menutupi tubuhnya sambil mengucapkan kata-kata yang tidak jelas. "Kalau keluar dari kamar mandi hati-hatilah.." kataku yang berusaha menenangkan diri tapi, "KKYYYAAAAAA!!!!!!!!!!!"



BBBRRAAANGGGGG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


Sebuah panci besi melayang ke wajahku dengan sukses membuatku tersungkur. Ai langsung berlari menuju kamarnya.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Aku pun menenangkan diri di kamar mandi. Setelah kejadian itu Ai pun meminta maaf dengan canggung dan ia tak mau mendekatiku dalam radius 5 meter. Aku pun memegang bekas pukulan Ai barusan, masih terasa sedikit nyeri. Tetapi, tidak biasanya aku menerima pukulan seperti itu. Aku pun keluar dari kamar mandi, tetapi aku tak merasakan hawa kehadiran sedikit pun di dalam rumah. Aku melihat keluar dan melihat tangga yang berada di depan kamar Ai, "Jangan buat orang khawatir.." gumamku sambil menghela nafas dan kembali ke dalam.


"Haahh~" hela Ai yang berada di atas atap. Ia tak bisa menatap Akira secara langsung setelah kejadian tadi. Pikirannya dipenuhi hal-hal yang tidak jelas. Dan ia pun terpikr sesuatu yang lebih penting, tentang pimpinannya. Ia kembali diam, Ai memeluk kedua kakinya yang tertekuk ke atas untuk menahan hawa dingin. "Apa yang harus kulakukan...? Ketua sudah kembali, apa itu berarti, kembali seperti biasa?" katanya dengan suara kecil, "Apa yang harus kulakukan?" katanya sekali lagi sambil membenamkan kepalanya. Pada saat itu pun bayangan Akira muncul dalam kepalanya, "Huwaa!!!!!!" jeritnya secara refleks dengan muka yang memerah, "Bukan! Bukan dia! Itu bukan solusi!" katanya untuk menyakinkan diri.


"Apa yang bukan solusi?" tanyaku dari belakang, 'GGYYAA....." jerit Ai sambil menghadap kebelakang dan mundur beberapa langkah. "Ada apa dengan reaksimu itu? Aku bukan hantu.." kataku dengan sedikit kesal. Ai pun hanya diam sambil menatapku seperti hewan yang terpojok. Ia pun menyadari apa yang kubawa, "Akira, itu..." katanya sambil menatapku, "Yaa.. kopi panas. Hah... apa yang sebenarnya kau pikirkan ke atap malam-malam begini" kataku sambil mendekat dan duduk disampingnya, "Minumlah.." kataku sambil menaruh secangkir kopi tersebut di bawah. Ai masih menatapku dengan tatapan seperti tadi, tetapi kali ini ia tidak kabur. Ai pun memutar badannya sehingga ia menatap ke arah yang sama denganku, ia mengambil dan meminum kopi panas yang telah kubawakan. Kami tidak berbicara beberapa saat, "cuma penasaran.." kata Ai.


"Ng?"


"Aku cuma penasaran. Kau sering naik ke atas sini, dan aku penasaran, apa yang menarik dari sini.." balas Ai.


Aku sering ke atas atap ketika ingin istirahat, entah kenapa aku merasa lebih tenang.


"Lalu?" kataku.


"Yah.. tidak buruk.." balas Ai sambil meminum lagi kopi itu.


"Hmph.." aku tertawa kecil dan merebahkan tubuhku, "Dengan begini aku merasa lebih tenang, aku dapat melihat banyak hal, manusia, binatang, bahkan yang tidak biasa terlihat" kataku sambil bersantai.


Ai menatapku yang berbaring dan menoleh ke depan lagi, "Yah... kau memang bisa melihat banyak macam orang dari sini.." katanya dengan pelan. Keheningan pun muncul lagi beberapa menit, "Akira..." panggil Ai dengan nada serius.


Aku pun menoleh, "Kau tidak ingin kembali?" tanya Ai secara tiba-tiba, ia melihat wajahku yang bingung, "Kau menjalankan misi ini karena terpaksa bukan? Pada dasarnya kau tidak mau melakukannya. Lalu, kenapa kau masih terus menjalankannya?" sambung Ai. Perkataan itu tidak kuduga. Aku masih memandangnya dengan pandangan bingung, "Ma-Maksudku kenapa kau tidak kembali saja dan membatalkan misi ini!?" kata Ai dengan gugup karena aku tidak merespon.


"..........." aku pun masih tetap diam. Ai pun kembali menatap ke depan.


"Tepat, aku tidak menyukai pekerjaan ini.." kataku sambil menatap langit malam. Ai pun kembali menoleh.


"Ka-Kalau begitu kenapa kau tidak membatalkannya? Kenapa kau masih di sini dan berniat menyelesaikannya?" tanya Ai, aku pun menatap Ai dengan tatapan kesal.


"Memangnya gara-gara siapa kontrakku diubah?" balasku ketus, Ai pun terdiam sejenak. Aku menghela nafas panjang dan duduk.


"Aku selalu menyelesaikan misi, tak peduli apapun itu. Kalau misi itu sudah kuterima, maka akan kuselesaikan, lagipula, kalau tiba-tiba kubatalkan aku bisa gagal untuk menjadi penerus klan-ku." kataku.


"Penerus..?" tanya Ai dengan heran.


"Pada dasarnya aku adalah penerus sah dari klan-ku, tetapi aku bahkan masih belum dapat menerima julukan 'penerus' itu." Sambungku, Ai masih terus mendengarkan dengan seksama. Aku pun menoleh ke arahnya sehingga pandangan kami bertemu.


"Karena itu..." Aku pun meletakkan tanganku di atas kepalanya, "Aku masih belum bisa meninggalkanmu. Selama kontrak itu masih berjalan, aku akan terus menjagamu.." sambungku dengan nada serius. Ai pun menatapku dengan pandangan kaget, dan tak lama mukanya pun memerah. Ia segera mundur menjaga jarak denganku, "K-k-k-ka-kau.... apa yang kau lakukan?" katanya terbata-bata.


-Ia masih belum kembali ya....


Saat itu aku menceritakan banyak hal tentang klan-ku, bahkan sampai masalah penerus. Hari pun semakin larut. Aku segera bangkit berdiri, "Ayo kembali, kau bisa sakit kalau di sini terus" kataku sambil menyodorkan tangaku.


Ai pun mengambilnya dan berdiri, ia berjalan ke arah tangga, tanpa sengaja ia melihatku, "Kau kemana? tangganya disini." Tanya Ai.


"Hm? aku tidak naik dengan tangga" balasku.


"Eh? lalu?" tanya Ai lagi.


"Lompat.." balasku dengan biasa.


"........ lalu kau mau turun dengan?"


"Sama, lewat tangga lambat, ketika kau dikejar, jangan pernah lewat tangga, terlebih lagi lift, carilah jalan yang lain." kataku.


"..... apakah menyenangkan? Dengan cara itu..?" pertanyan Ai kali ini cukup aneh.


"Eh? Ya.. aku tak yakin ini menyenangkan atau tidak, tetapi aku lebih biasa begini.." balasku, Ai nampak tak puas dengan jawabanku. Ai pun berjalan mendekatiku, ia membuka kedua tangannya,


"Bawa aku.." kata Ai dengan nada memerintah.


"Eh..??" Perkataan Ai membuatku bingung.


"Aku ingin tahu, biarkan aku merasakannya sendiri, karena itu, bawa aku kebawah." Kata Ai sekali lagi.


"Kebawah..?" balasku.


"Bawa aku loncat kebawah.." Perintah yang luar biasa aneh keluar dari mulutnya.


"... bagaimana caranya..?" tanyaku dengan berat.


"Gendong saja aku.." kata Ai sekali lagi, aku langsung menghela nafas.


"Ada yang salah dengan otakmu. Meski aku bisa melompatinya, ini lantai dua. Meski kau kugendong, getarannya akan tetap ada, dan bahkan itu bisa berbahaya" Aku menjelaskan beberapa hal pada Ai. Ai nampak ingin membalas tetapi tak bisa, ia nampak kecewa dengan memasang wajah kesal.


-... Yang benar saja.. apa yang terjadi pada dirimu hari ini..


Aku pun menghela nafas. Ai memalingkan wajahnya ke arahku karena ia sadar kalau aku berjalan mendekatinya. Tanpa pikir cepat aku memegang pundaknya dan menariknya ke bawah dan menangkap kakinya saat dia jatuh.


"Eh..? Kyaa!!" jerit Ai karena terkejut.


Ya, aku tak bisa membawanya di punggungku karena itu berbahawa untuk orang yang tak terlatih. Karena itu, aku membawanya dengan mengangkatnya dengan kedua tanganku, atau ini yang disebut orang-orang dengan, 'Ohime-sama dakko (princess carry). Entahlah, aku tak peduli.
 
"Eh..um.." Ai nampak bingung, wajahnya nampak memerah.


"Huh... Aku..." Ai jadi sadar akan situasi sekarang, "Kenapa.... Kenapa Akira...?" Sambung Ai.


"Dengan begini akan lebih aman.." balasku.


"ta... tapi.. ini.. dakko... ohime-sama...dakko.." Kata Ai dengan suara yang terputus-putus. 


"Itulah apa yang disebut orang-orang.." 


"Tapi ini... memalukan..." katanya sambil memejamkan mata untuk berusaha menolak apa yang terjadi.


"Tenanglah, kita akan lebih cepat sampai jika kau tidak melawan" kataku sambil bersiap untuk meloncat.


"Ah.. ya..baik.....................Eh..?" Ai kembali nampak bingung, nampaknya pikirannya sedang pergi entah kemana.


"Kau tak perlu berpikir tentang apa-pun" sahutku, Ai pun mengangguk dengan kaku.


"........ huh?...?"


"Aku bahkan belum bergerak, tenanglah.." kataku sekali lagi.


"U..Um..." Balas Ai sambil menutup matanya, "....eh..?" Ai kembali membuka matanya, pikiran Ai berputar-putar "Tenang.. kau tidak berat.. kalau begini aku tidak akan bisa melompat. Lebih baik diamlah sesaat, jika tidak lidahmu bisa tergigit." kataku sekali lagi.


"Y-ya..." balas Ai lagi, "........Eh..?"


Nampaknya mustahil menenangkannya, aku pun bersiap untuk meloncat. Ai pun menutup matanya lagi. Dengan pelan aku pun meloncat turun. Aku berusaha semaksimal mungkin agar getarannya tidak terlalu keras. Aku sengaja melompat ke arah halaman belakang, karena itu adalah tempat yang tanahnya lebih lembut, walau nanti harus memutar agar bisa masuk ke dalam rumah. Kurang dari semenit kami sudah sampai dibawah.


"Begitulah.. apa menyenangkan?" tanyaku pada Ai yang masih ada di tanganku. Ai masih diam tak menjawab, ia masih nampak bingung. "Hei.. apa kau bisa berjalan?" tanyaku pada Ai. "Ya...." kata Ai dengan nada dan wajah yang sama. Aku pun menghela nafas kemudian berjalan tanpa menurunkan Ai, "Eh.. Aki..ra..." Kata Ai. Aku pun berjalan ke arah pintu depan, "Aku akan membawamu sampai kamarmu. Setelah sampai tidurlah, istirahatkan tubuhmu." kataku tanpa memperdulikan apa kata-katanya. Aku pun sampai di pintu depan dan segera menuju ke kamarnya. Aku beruntung pintu kamarnya terbuka, dengan begitu aku tidak perlu kesusahan untuk membukanya. Aku pun menurunkan Ai, "Bisa berdiri?" tanyaku padanya. Ai tidak menjawab apa-apa, ia masih nampak bingung, "....an.." aku mendengar suara kecil darinya. Ai berusaha mengatakan sesuatu, "Jangan..pernah..la..kukan ini lagi.." katanya dengan terputus-putus, "Ini...perintah.." Sambung Ai dengan jeda.


"........... istirahatlah.." kataku sambil berbalik, "Kembalilah jadi dirimu yang biasa, dirimu yang kali ini sangat tidak cocok denganmu, selamat tidur" kataku sambil menutup pintu. Aku pun meninggalkan kamarnya dan berjalan ke lantai dua, lebih tepatnya kamarku. Aku merebahkan diriku di kasur, "Hari yang melelahkan..." kataku sambil menatap langit-langit. Sekejap aku teringat Ai, "...... Entah kenapa dia jadi menyusahkan pikiranku.." kataku sambil memejamkan mata.


Pagi hari pun tiba, aku langsung turun ke bawah untuk mencuci muka. Sesampainya di bawah aku bertemu Ai yang sedang menyiapkan makanan.


"Tak biasanya kau telat bangun, aku sudah menyiapkan sarapan." kata Ai sambil menyusun makanan itu di meja.


-Jadi dia sudah kembali ya..


Aku segera menuju ke kamar mandi. Ketika aku keluar Ai sudah duduk di meja makan, aku pun menarik kursi dan duduk di depannya. Walau ia sudah kembali situasi ini tidak biasa, kami tidak ada membicarakan apapun. Ai dan aku hanya makan dengan tenang, tanpa ada pembicaraan. Sampai ponsel Ai berbunyi, aku melihat sekilas, tertulis nama 'Pimpinan' di ponselnya, dan itu jelas menunjuk ke Seiichiro Kagami. Ai pun berdiri dan berjalan keluar untuk berbicara dengan Seiichiro Kagami, aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan karena jarakku dan Ai cukup jauh. Beberapa menit Ai pun kembali, ia langsung menuju kamarnya.


"Ada apa?" tanyaku yang masih makan.


"Bukan apa-apa. Aku hanya disuruh pergi ke tempat penelitian.." kata Ai.


"Sepagi ini? Apa ada sesuatu?" Ini bukanlah jam Ai pergi kesana, ia tak pernah kesana sepagi ini, karena itu pasti ada alasannya.


"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah hampir selesai.." Harusnya itu adalah berita yang menyenangkan, tetapi Ai tidak terlihat begitu.


"....." Aku pun meletakkan cangkir minumku, "Tunggulah, aku akan bersiap-siap.." kataku sambil berniat mengambil peralatanku.


Ai pun menggeleng, "Tidak, itu.. tidak perlu.." Aku menatap Ai dengan wajah yang bingung ketika mendengar kata-kata itu.


"Ketua, memerintahkanku untuk tidak membawamu.." kata Ai.


"Apa.. kenapa?" tanyaku yang sadar ada sesuatu yang tidak beres, Ai pun menggeleng lagi, "Itu perintah, pada dasarnya, penelitian ini tertutup.." kata Ai, "Tapi misiku menjagamu.." balasku. Ai pun diam sejenak, "Tidak apa-apa, untuk hari ini, tinggallah disini. Aku akan baik-baik saja, tidak ada yang mencelakakanku disana" kata Ai sambil tersenyum dan masuk ke kamarnya.


Aku terdiam sejenak, itu adalah perintah. Walau datangnya dari Seiichiro Kagami, tetapi Ai memintaku untuk tinggal, tidak ada yang bisa kulakukan untuk melanggarnya. Ai pun pergi keluar sendirian, tepat pada saat ia pergi ponselku kali ini yang berbunyi. Ibu menelponku, aku pun mengangkat telpon tersebut.


[Kau disana Akira?]


[Ada apa? Memanggilku pagi-pagi seperti ini?] tanyaku.


[Tidak, cuma ingin mengingatkan sesuatu, sekaligus penasaran]


[Ng?]


[Bungkusan yang tersegel itu, kalau sudah terbuka, tolong simpan baik-baik. Itu sudah kuberi tenaga yang kuat, sehingga dengan sedikit pemicu, dampaknya bisa besar. Sebenarnya selama itu tak terbuka tidak ada masalah, tetapi jika terbuka aliran energinya jadi tidak stabil. Yah, itu akibat ayahmu yang meminta itu selesai dalam waktu 20 menit, hati-hatilah]


[Belum terbuka, lagipula, aku ragu kalau itu akan terbuka] kataku dingin.


[Yah, karena aku yang memasang penangkalnya] balas ibu. Aku yakin ia sedang tersenyum sekarang.


[Daripada itu, apa yang ibu maksud dengan penasaran?] tanyaku lagi.


[Apa yang kau bicarakan dengan Ayahmu kemarin?] Tanya ibu.


[Ng? bukan apa-apa, cuma tentang misi ini saja] kataku.


[Ada apa? Tidak biasanya kau bertanya tentang hal itu] balas ibu.


[Tidak, aku cuma ingin tahu siapa pemohon misi ini? Sewaktu kutanya Ai, ia bilang bukan ia orangnya, ia hanya bilang kalau itu sudah disiapkan. Jadi aku menyimpulkan itu adalah lembaga penelitian itu sendiri] kataku.


[Hm.. yang mungkin benar juga. Hei, apa itu lembaga penelitian ilegal?] Pertanyaan ibu muncul secara tak terduga.


[Ilegal?] sahutku.


[Ng? Bukan ya? Soalnya, kalau yang meminta permohonan begitu yang terlintas di pikiran cuma  lembaga ilegal. Mereka membuat permohonan pada ninja, dan ninja bergerak secara tersembunyi, dan dunia yang tersembunyi itu adalah dunia belakang. Maka dari itu, bukankah selama ini misi-misi yang dilakukan oleh ninja sepertimu itu berasal dari dunia belakang?] Kata ibu dengan cepat.


Mendengar hal itu aku pun terpikir akan sesuatu. Aku baru menyadari hal itu. Tetapi dilihat dari manapun Ai bukanlah orang dunia belakang. Apa hubungan dunia belakang dengan orang seperti Ai? Jawabannya adalah kepintarannya, mereka membuat sesuatu mengunakan kepintarannya. Lalu apa yang akan terjadi ke depan? Jawabannya adalah penelitian tersebut selesai, tetapi itu akan menjadi milik lembaga tersebut. Dan yang paling akhir, lembaga itu adalah lembaga dunia belakang, besar kemungkinan ada lembaga lain yang dapat menggunakan hasil penelitian mereka selama ada Ai. Kalau aku menjadi pimpinan lembaga itu sudah jelas, Ai akan kubunuh saat penelitian itu selesai.


"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah hampir selesai..""Ketua, memerintahkanku untuk tidak membawamu.." perkataan itu tergiang di kepalaku.


-Aku terjebak..


Aku segera menutup telpon itu dan berlari ke kamarku untuk mengambil semua senjataku. Sudah ada sekitar 10 menit semenjak Ai pergi, aku harus sampai sebelum penelitian itu selesai. Aku membuka jendela kamarku dengan keras dan melompat keluar dan menuju ke tempat penelitian tersebut.









READ MORE Ninja's Demon Hunter In Kuro Gakuen chp 52. Deeper Bound

Kamis, 29 Desember 2011

Ninja's Demon Hunter In Kuro Gakuen chp 51. Akira

Note: "setelah menimbang beberapa hal, saya memutuskan untuk merubah sudut pandang aku menjadi Akira"

Di pagi hari aku pun terbangun. Ketika aku membuka mataku, sebuah kamar yang terlihat tidak pernah ditempati oleh orang terbentang di depanku. Aku pun berdiri dan berjalan ke arah lemari yang berdempet dengan dinding. Aku membukanya dan yang ada hanyalah sebuah tas berisi barang-barangku yang kumasukan tadi malam. Sekali lagi aku menoleh ke belakang sambil menutup lemari itu.

-Kamar yang tak pernah ditempati ya..

Aku pun mengambil baju yang kukenakan semalam. Membawa barang-barang ninja sudah menjadi kebiasaan untukku. Sambil bersiap aku mengingat kejadian kemarin malam.

"mulai sekarang kau tidak boleh membunuh lagi" perkataan Ai tergiang di kepalaku

-Apa maksudnya? Apa yang dia perintahkan padaku tidak masuk akal? Apa dia tidak sadar dunia seperti apa yang ia jalani sekarang? Membunuh atau dibunuh? Apa dia tidak mengerti hal itu?

Aku menarik nafas panjang dan terus berpikir

-Dan juga, apa maksudnya perkataannya itu? Seenaknya mengubah kontrakku. Terlebih lagi ayah menyetujuinya, apa ini yang ia maksud dengan perkataannya yang dahulu? Tetapi mengapa aku tak menolak? Bukankah aku bebas memilih untuk hal itu?

Aku diam berpikir sejenak sampai aku mengambil keputusan

-Baiklah, kalau ini apa yang kau katakan ayah, kuterima tantanganmu. Ketika misi ini selesai, aku akan mengambil pisau merah taring serigala, tanpa peduli apapun.

Aku membuka pintu kamar, suasana sangat sepi. Aku melihat ke jam dinding yang berada di belakangku, jam itu menunjukan jam [04:00]

-Tidak biasanya aku bangun jam segini, biasanya lebih pagi

AKu pun menutup pintu dan berjalan ke lantai bawah, dan secara tak kusangka, Ai sudah bangun. Ia tampak bekerja dengan laptopnya dengan sangat serius sehingga ia tidak menyadari keberadaanku. Aku pun berjalan mendekat sampai ia sadar dan menoleh ke arahku.

"Ehh... sudah pagi ya..?" katanya sambil menutup laptopnya.

Aku terdiam mendengar kata-kata itu, itu menunjukan bahwa ia tetap terjaga satu malam. Ai melihat ke jam dinding, "Eh, ini masih jam 4.." Ai menatapku sekali lagi, "Apa kau selalu bangun jam segini? Memangnya cukup?" katanya padaku

"....... Kau sendiri?" tanyaku setelah jeda yang agak panjang. Ai pun tersenyum, "Ah, aku sibuk meneruskan penelitianku sampai aku lupa waktu." jawabnya dengan singkat. Ai memakai piyamanya dan disertai kacamata, aku dapat menyimpulkan kalau ia benar-benar lupa.

"Ngomong-ngomong, apa kau sudah lapar Akira? Aku akan membuatkanmu sarapan.." katanya sambil berdiri dan berjalan ke arah dapur. Ia mulai menyalakan kompor dan membuat sesuatu. Melihat dirinya aku jadi teringat akan seseorang, adikku. Tipe orang yang lebih memikirkan orang lain daripada dirinya sendiri, dan bertindak sesukanya. Aku.. tidak suka pada orang-orang begitu.

Seharusnya aku bisa pergi sekarang, tetapi, entah kenapa aku malah duduk di meja tempat ia bekerja tadi. Tubuhku secara otomatis melakukannya, apa karena dia adalah misiku? Aku tak tahu kenapa. Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang bernyanyi, itu adalah suara Ai. Suara itu terdengar lembut di telingaku, hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya. Aku harusnya menolak semua hal yang ia katakan, tetapi tampaknya, aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Ai itu unik, dia pandai bersembunyi, terutama sifatnya. Secara perlahan mataku mulai terasa berat, untuk pertama kalinya, aku tertidur dengan keadaan begini.

"Karena kau tidak seperti yang terlihat, aku tahu karena tanganmu terasa hangat"

-Apa maksudnya dari perkataan itu? Mengejekku? Tanganku sudah terlumuri darah, tak akan bisa dicuci lagi, walau dengan apapun..

CRAK!!

Bunyi tersebut menyadarkanku, aku membuka mataku dan melihat beberapa makanan tersedia di depan mataku.

"Kau tertidur..?" kata Ai sambil duduk di depanku. Itu adalah pertama kalinya aku tertidur lagi setelah terbangun. Aku merasa aneh dengan hal itu, apa aku tertidur begitu mendengar nyanyian itu?

"Kalau kau memasang muka begitu pada pagi hari, maka keberuntunganmu akan pergi.." kata Ai sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Aku pun melihatnya sejenak dan mengambil makanan, "Itu bukan urusanmu.." kataku dengan ketus. Setelah itu aku tak bicara apa-pun, hanya memakan apa yang kuambil. Ai tampak memandangiku sesekali, ia bertopang dagu dan menatapku yang sedang makan dengan ekspresi datar, Ai tampak memikirkan sesuatu?

"Apa rasanya tidak sesuai dengan lidahmu?" tanya Ai sambil tertawa kecil. Aku yang mendengar itu berhenti dan menatapnya kembali, ia nampak tertawa dengan berat. Aku menutup mataku sejenak dan kembali memakan makananku, "Bukan.." jawabku, "Kalau begitu apa kau marah? Karena aku mengubah kontrakmu?" tanyanya lagi. Aku menyelesaikan makananku dan bersandar pada kursi, "Pada awalnya ya.."jawabanku membuat Ai tertawa dengan terpaksa,

"Aku sudah tak peduli akan hal itu lagi, jika itu apa yang menjadi tantangan dari ayah, akan kuterima" sambungku

"Tantangan..?" kata Ai

Pada saat itu aku sadar, kenapa aku membicarakan hal itu dengannya? Mengapa?

"Tantangan apa?" tanya Ai sekali lagi, "Bukan apa-apa, bukan urusanmu.." kataku dengan ketus sambil mengambil secangkir teh. Tak lama Ai pun tertawa kecil, "Apa yang lucu?" tanyaku, Ai pun menoleh sambil tertawa.

"Tidak, cuma senang saja.." jawabnya

"Senang...." kataku dengan nada heran

Ai pun bangkit dan menyimpun piring-piring yang berada di meja, "Ya, aku senang. Ini pertama kalinya, pertama kalinya aku menyiapkan sarapan untuk orang lain serta mengobrol dengan orang lain sebanyak ini" kata Ai sambil mencuci piring-piring tersebut.

Perkataan itu membuatku sedikit terkejut, "tidak pernah ada orang kesini?" tanyaku. Ai diam sejenak dan menggeleng, "Tidak, lebih tepatnya, tidak mungkin. Aku tidak diperbolehkan untuk bertemu sembarang orang, itulah yang diperintahkan padaku. Bukankah kau juga sama, Akira-kun?" kata Ai padaku,

"Hah..?"

"Kau juga, tidak mempunyai teman bukan?" kata Ai tepat sasaran. Aku pada saat itu sedikit terkejut dan secara perlahan aku tertawa, "Benar, aku tak mempunyai teman, lebih tepatnya, aku tidak memerlukan mereka." Balasku, "Tiran.." ejek Ai padaku. Aku diam tak merespon sampai Ai selesai mencuci, ia berbalik dan duduk lagi di depanku.

"Tapi aku, penasaran, bagaimana rasanya mempunyai teman?" Katanya dengan memandangku secara serius

"Aku tidak.." balasku dengan dingin

"Karena itu... carikan aku teman.." kata Ai dengan enteng

Aku terdiam karena terkejut, lebih tepatnya serasa dibodohi. Aku melihat Ai dengan pandangan kasihan

-Dia ini, jenius atau bodoh? Bisa-bisanya ia berkata begitu

"Aku menolak.." balasku

"Eh... Kenapa?" tanyanya terkejut

"Itu merepotkan, terlebih lagi, bukannya teman itu dibuat?" kataku secara asal

Ai kali ini terdiam, ia terlihat berpikir sampai ia membuka matanya dengan pandangan bahagia

-Aku merasakan hawa buruk

"Kalau begitu Akira-kun.. jadilah temanku.." Katanya sambil menunjukku

-Sudah kuduga...

"Ogah, terlebihnya, kenapa aku harus mau?" jawabku secara cepat

"Apa kau lupa tentang perubahan kontrakmu?" balas Ai

-Sialan....

Ai pun menghela nafas panjang, "Tak perlu nyata.." katanya. Aku menoleh dengan pandangan bingung, "Tak perlu nyata, aku cuma ingin tahu saja, bagaimana rasanya mempunyai teman itu. Makanya, tak perlu nyata, kau bisa berpura-pura untuk menjadi temanku.." kata Ai sambil tersenyum. Aku terdiam untuk kali ini, Ai benar-benar orang yang tidak dapat dimengerti, berindak semaunya, tetapi, ia menyimpan sesuatu yang besar.

MAIL!!!

Belum aku menjawab ponsel Ai telah berbunyi, nampaknya ada sebuah E-mail masuk. Ai mengambil ponselnya dan membaca E-mail tersebut. Ketika ia membacanya, raut wajahnya berubah, seakan-akan kecewa. Ai menutup ponselnya dan kembali ke dirinya yang semula, "Kita berangkat ke pusat penelitian.." katanya sambil pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.

Ia meninggalkanku dalam keadaan yang masih belum jelas. Aku hanya duduk dan melihatnya sampai ia masuk ke kamarnya. Aku pun bersandar pada kursi dan bersantai dengan mendongkakkan kepalaku ke atas, "Teman.." gumamku sambil mengingat pembicaraan tadi. Aku melirik ke arah meja dimana terdapat laptop Ai, disampingnya ada bungkus rokok yang biasa dihisapnya.

"Rokok akan membuatmu terlihat dewasa, dan hal itu dapat menyembunyikan dirimu"

Perkataan itu teringat di dalam kepalaku. Aku pun bangkit dan berjalan ke arah meja itu. Aku mengambil bungkus rokok tersebut dan memandanginya, saat itu juga aku mengingat semua kejadian tadi malam, dan aku tersenyum meski aku tak tahu kenapa. Aku meletakan kembali rokok tersebut dan berjalan ke pintu keluar untuk menunggu Ai.

Aku berada di luar rumah dan bersandar pada tembok sambil menunggu. Aku memperhatikan sekeliling rumah, tak ada hawa-hawa kehidupan. Benar-benar seperti terisolasi.

-Begitu.. memang tak ada penjaga di rumahnya, tetapi sebagai gantinya mereka menjaga sekelilingnya dalam skala yang besar. Heh... dasar merepotkan

"Apa yang kau lakukan disitu? Ayo pergi.." kata Ai yang berada di depanku. Aku pun berjalan mengikutinya ke laboratorium kemarin. Sepanjang perjalanan Ai diam, ia hanya menghisap rokoknya dengan pandangan depan

-Apa ada masalah?

Ai nampak berbeda, ia terlihat lebih tertekan. Secara tiba-tiba ia berbalik, hal itu membuatku berhenti berjalan. Ia memandangku sejenak, "Ada apa?" tanyaku, "Aku tidak membuat bekal makan siang, aku akan membelinya dulu di supermarket di samping gang itu" katanya sambil menunjuk

...
.........
...............

-Jangan bilang kalau dari tadi ia hanya memikirkan makan siang...?

"Tak perlu ditemani, tak akan lama, dan tak ada yang nekat pada siang pagi hari begini.." katanya sambil pergi berlari ke supermarket yang ia sebut.

Aku yang hendak menyampaikan beberapa hal terdiam karena hal itu. Aku menghela nafas panjang dan menyenderkan tubuhku lagi. Entah kenapa aku merasa sedikit lelah, ini pertama kalinya aku merasakan lelah tanpa berbuat apa-apa.

-Apa ini karena aku tertidur tadi?

Aku memegang kepalaku sambil mengingat-ingat kejadian pagi tadi. Lagu yang dinyanyikan oleh Ai, terasa berbeda. Aku pun tersadar dai lamunanku ketika aku melihat jam tangan.

-15 menit? bukakah ini terlalu lama?

Aku memutuskan untuk menjemputnya. Aku berjalan beberapa meter dan berbelok ke tempat supermarket tersebut, disana aku tidak menemukan Ai. Aku mencoba merasakan hawanya, tetapi nihil. Aku bertanya pada pegawai toko serta beberapa orang, tetapi mereka tidak ada melihatnya. Aku pun keluar dari supermarket tersebut, ada sebuah jalan kecil di dekat supermarket tersebut. Aku berjalan dan menemukan sebuah kacatmata. Aku mengambilnya dan aku tahu, kalau itu adalah kaca mata Ai, aku pun mengepalkan tanganku dengan penuh kebencian, "Wanita itu...!!!" gumamku dengan suara yang berat sekaligus marah.

Aku memeriksa dan memastikan tidak ada orang disekitarku, aku sudah paham kejadiannya. Ai diculik, dan penculiknya tidak menimbulkan bekas, makanya, aku harus mencarinya. Aku pun membuat kloning diriku dan
memulai jurus ninja

"Teknik ninja keluarga Shiruya, Kuroi konchu (black insect).." kloningku langsung berubah menjadi sekumpulan serangga secara perlahan. Serangga-serangga tersebut terbang memencar, "Teknik ninja keluarga Shiruya,Me (eye)" Aku menyambungkan semua yang terlihat dari serangga tersebut sehingga dapat kulihat. Aku tak bisa mengatur pergerakan para serangga, tapi aku dapat melihat melalui mereka, walau mereka sudah tak dapat digunakan sebagai apa-apa lagi.

Aku melompat ke atas gedung-gedung tinggi dan melihat dari sana. Dan tak lama aku melihat Ai dibawa ke sebuah bekas pabrik lama yang sangat luas. Aku melihat jam tanganku sejenak, aku memeriksa semua bawaanku. Aku hanya membawa pedang pendek sebanyak tiga buah, bukan jumlah yang cukup.

Aku langsung menuju pabrik itu setelah selesai berpikir. Ketika aku sampai di depannya, tidak ada hawa manusia sedikit pun. Tanpa pikir panjang aku masuk ke dalamnya. Ruangan disana sangat gelap, sampai akhirnya ada lampu dinyalakan, ada seorang lelaki menodongkan senjata ke arah Ai yang tidak sadar. Ia berdiri di lantai atas yang jaraknya lumayan jauh denganku.

"Selamat pagi, pengawal.." katanya dari jauh dengan suara yang bergema. Aku menatapnya dengan pandangan kosong

"Lepaskan dia.." balasku dengan simpel, orang tadi terdiam sejenak

"Kenapa? bukankah harusnya kau mengambilnya tanpa bicara dahulu? Lalu, kenapa kau berkata begitu? Tanya Penculik itu padaku. Aku kali ini menatapnya tepat dimatanya

"Karena aku diperintahkan olehnya untuk tidak membunuh.." jawabku. Saat itu terjadi keheningan seketika, dan disambung dengan tawa sang penculik.

"Apa-apaan itu?? Haha, lucu sekali!! Seorang ninja diperintah untuk tidak membunuh? Apa ini acara komedi?" ejek penculik itu

"Yaa... aku juga berpikir seperti itu.." kataku

"Hei, bagaimana jika kau pergi dari sini? Dengan begitu kau tidak akan mati. Bilang saja karena kecerobohan wanita ini sendiri yang menyebabkan ia ada di tanganku" Kata pencuri itu

"Hoo.. nampaknya kau cukup percaya diri, untuk membunuhku.." kataku dengan nada menantang

 "Yaa.. bisa dengan orang sebanyak ini.." balasnya disertai munculnya orang-orang bersenjata api dengan jumlah yang sangat banyak. Mereka mengkeker kepalaku secara serentak, aku menatap ke atas, ada sekitar 200 orang yang siap menembakku tepat di kepala. Aku mengembalikan pandanganku kepada orang yang menodong Ai

 "Bagaimana tawaran yang menarik bukan? Lebih baik kau terima, lagi pula, buat apa kau menuruti perintahnya sejak awal?"

Aku terdiam mendengar kata-kata itu

-Buat apa aku menurutinya? Dia hanya melakukan segalanya semau dirinya. Aku mempunyai hak untuk menolak bukan?


"Tak perlu nyata.." perkataan itu terulang di ingatanku. Aku tersadar dari lamunanku, "Tak perlu nyata, aku hanya ingin tahu saja, bagaimana rasanya mempunyai teman" sekali lagi perkataan itu teringat di benakku. Aku pun tersenyum


"Kau benar, buat apa aku menurutinya.." kataku dengan tertawa.

 "Ohh.. kalau begitu kau terima tawaranku?" kata penculik itu dengan bangga dan membuka kedua tangannya

 "Tapi, itu adalah keputusanku, jadi, maaf ya.." kataku dengan senyum dan langsung melempar satu pedang pendek menembus senjata api yang ia pegang sampai rusak.

 Ia nampak kaget sekaligus marah, "Kau, mau mati..??" katanya dengan kesal, "Kau salah lawan.." balasku sambil menarik dua pedang pendek yang kupunya.

 "Tembak dia! Sampai tak tersisa!!!!!" teriak orang tersebut. Orang-orang barusan  langsung bersiap dan menarik pelatuk senjata mereka.

 "Shiruya Ryu Ougi ( Shiruya Secret thecnique), Shinda no Nana Geijutsu (Seven Art of Dead), Dai san no ugoki (3rd move), Kaminari Hanketsu (Thunder Judgement)"

 Dalam sekejap mereka semua terjatuh karena kuserang, tembakan mereka tidak terarah karena gerakanku yang sangat cepat, sampai tidak bisa ditangkap oleh mata. Dengan kedua pedangku aku membuat mereka semua tidak dapat bangun lagi, kecuali orang yang menodong Ai barusan.

 Aku berdiri di depannya, kali ini ia nampak ketakutan dan merangkak kebelakang. Ia terhenti karena di belakangnya adalah tembok, "Tu..tunggu.. maafkan aku.." katanya memohon sambil takut, "Aku hanya melakukan ini hanya karena disuruh, maafkan aku!!" katanya lebih nyaring. Aku mendekatinya dan menatapnya secara dekat, "Kalau begitu, kenapa kau melakukannya?" tanyaku kembali untuk membalas pertanyaannya kembali. Ia terdiam dan terlihat kesal, tanganya bergetar, "Kau.. JANGA BERLAGAK SIALAN!!!" Teriaknya sambil menarik sebuah pistol dan mengarahkannya ke arahku. Dalam sekejap aku langsung memotong pistol itu dan mengangkat kedua pedangku untuk bersiap menusuknya, "Selamat Tinggal.."

 CRRAKK!!!!

Aku menancapkan kedua pedangku secara menyilang di depan lehernya. Orang tersebut nampaknya pingsan karena shock, aku tidak membunuhnya karena mengingat apa yang dikatakan Ai padaku. Aku pun berbalik ke arah Ai dan hendak mengangkatnya, saat itu aku merasa ada yang aneh. Aku menatap Ai lebih dekat, dan akhirnya aku tahu. Aku langsung memukul kepala Ai dengan keras dan itu membuatnya kesakitan dan bangkit, "Apa yang kau lakukan!!? Barusan itu sakit tahu!!" katanya secara kesal, "Kalau kau memang tidak pingsan, buat apa kau pura pura tidak sadarkan diri hah!!" balasku yang juga marah.


Perdebatan kami berlangsung beberapa menit, dan itu berhenti karena kami merasa lelah karena perdebatan itu. "Ayo pergi, tak ada gunanya berlama-lama disini.." kataku sambil berdiri. Tepat pada saat itu kakiku mulai terasa sakit sehingga aku terjatuh, dan itu membuat Ai terkejut.

"Ada apa!?" tanyanya dengan nada panik

"Tidak.. ini hanya efek samping dari apa yang aku lakukan barusan.." kataku. Kakiku sedikit bergetar, Kaminari Hanketsu adalah teknik ninja khusus keluarga Shiruya yang dapat membuat tubuh bergerak cepat melebihi kecepatan normal dan hampir setara dengan kecepatan cahaya. Tetapi teknik tersebut akan menimbulkan beban yang berat untuk tubuh setelah dipakai karena pada dasarnya, tubuh memiliki batas-batas tertentu. Dan hasilnya seperti sekarang, kelelahan dan rasa sakit di tubuhku mulai terasa, tetapi aku tak memperdulikannya.

Ai melihat sekeliling, hasil dari apa yang kuperbuat. Aku berdiri lagi dan membantu Ai untuk berdiri, "Mereka tidak mati. Aku tidak membunuh mereka, sekarang ayo keluar, sebelum daerah ini menjadi pusat perhatian" kataku sambil berjalan ke arah pintu keluar. Pada awalnya Ai nampak terkejut dengan apa yang kukatakan, tetapi ia sedikit tersenyum dan berjalan mengikutiku.

 Aku dan Ai berjalan menuju Labolatorium, tempat tujuan kami awalnya. Ai kembali nampak aneh, ia nampak enggan untuk pergi. Dari tadi ia berusaha untuk mengajakku agar tidak pergi kesana, tetapi kutolak, aku merasa ada sesuatu yang aneh tentang hal ini. Pada akhirnya kami sampai, aku memasuki gedung tersebut. Para pegawal-pengawal nampak menjauh.

-Rupanya kejadian kemarin sudah meluas ya...

Ai masih nampak aneh, ia tak ada bicara apa-pun. Kami menaiki lift dan pergi ke ruang penelitian. Aku membuka pintu ruangan tersebut, terlihat banyak barang-barang elektronik dan beberapa hasil penelitan. Tetapi dari semua hal itu perhatianku tertuju pada suatu hal saja. Seseorang lelaki berambut panjang yang bewarna pirang sedang memutar-mutarkan sebuah pulpen di tanganya. Orang tersebut menyadari kehadiran kami dan berbalik, "Oh, akhirnya kalian datang.." katanya dengan suara yang terkesan ramah, namun bagiku, suara itu agak aneh, aku merasakan hawa yang sedikit gelap dari orang itu, tetapi aku tidak bisa pasti karena kondisi tubuhku yang sekarang. "Maaf kami terlambat, Seiichiro Kagami. Ah bukan, maafkan aku, pimpinan.." kata Ai dengan berat. Orang tersebut tersenyum dan menatapku, aku melihat hal yang agak aneh pada orang itu, bola matanya, bola mata orang itu bewarna perak, itu bukan warna yang wajar. "Ini pertama kalinya kita bertemu bukan." perkataan itu menyadarkanku, aku tidak menjawab dan menatapnya, orang itu tersenyum, "Terima kasih atas kerja kerasmu pengawal Ai, Akira Kaguya.." katanya sambil tersenyum dengan damai.


-------------------------------By: Yahya Scorellia Courtville
READ MORE Ninja's Demon Hunter In Kuro Gakuen chp 51. Akira