Halaman

TRANSLATE

Minggu, 20 Mei 2012

Ninja's Demon Hunter In Kuro Gakuen chp 52. Deeper Bound


Cerita Sebelumnya: 

Akira menceritakan masa lalunya pada Rikimaru. Akira dulu menerima misi khusus bernama Human Control. Ia diharuskan mengawal dan menuruti segala perkataan seorang wanita muda jenius yang sepantaran dengannya, dan juga terlibat dalam proyek itu. Wanita itu bernama Ai. Ai memerintahkan Akira agar tidak membunuh seorangpun selama misinya berjalan, dan hal ini membuat Akira merasa tidak nyaman. Setelah Akira menyelamatkan Ai yang diculik, ia bertemu dengan laki-laki yang disebut pimpinan oleh Ai, oang itu bernama Seiichiro Kagami.





Lelaki itu pun berdiri, "Ai-kun.. mengapa kau meninggalkan penelitianmu begitu saja?" tanya orang yang bernama Seiichiro Kagami itu. Ai hanya bisa menundukan kepala, "Maaf..." hanya itu kata yang dikeluarkannya, "Kau tahu kan, kalau kau harus melakukan penelitian itu?" tanya Seiichiro lagi dengan nada yang sama, "Maafkan aku, aku akan segera kembali ke lab" kata Ai yang langsung pergi ke lab. Aku berniat untuk mengejarnya, tetapi ia sudah menghilang dari pandanganku.


"Pasti sulit ya..." aku yang mendengar suara itu segera berbalik,"Apa kau tidak kesusahan, Akira?" Aku berdiam sendiri sebentar.

"Tidak menjawab? kau bukan orang yang ramah ya..?" kata Seiichiro dengan tawa.

"Memanggil orang yang pertama kali kau temui dengan nama pertama dan tanpa penghormatan, bukankah itu cukup kasar?" balasku dengan tawa.


"Hahaha... maafkan ketidak sopananku, tapi itu adalah kebiasaanku. Daripada itu, bagaimana menurutmu, tentang Ai-kun?"


".......... tidak ada yang bisa kukomentari, aku hanya seorang bodyguardnya saja." kataku sambil berpikir.


Dan pada saat itu aku teringat akan sesuatu, aku menatap ke arah Seiichiro.


"Apa Ai membenci penelitian ini?" kataku secara tegas, Seiichiro terdiam sejenak. Aku terus menatapnya secara tegas, pada akhirnya ia kembali tersenyum dan menjawab, "Itu tidak mungkin, ia sangat menyukainya." Seiichiro pun mulai berjalan keluar, "Aku ada pekerjaan, jadi nikmati waktumu di sini, Akira-kun?" kata Seiichiro dengan nada yang aneh.


Seiichiro Kagami, gaya bahasa yang berantakan. Mungkin saja itu dikarenakan ia orang asing, tetapi.... ada hawa yang aneh tentang dirinya.


Saat itu ponselku berdering, ayah menelponku.


[Bagaimana kabarmu disana?] kata ayah seperti biasa.


Aku sangat marah ketika ia seenaknya mengubah kontrak seenaknya.


[Apa kau sudah membuka bungkusan itu?] tanya ayah tanpa jeda.


Aku terdiam sebentar, bungkusan? Ah.. bungkusan yang diberikan padaku waktu itu.


[Jangan bercanda, ada apa dengan bungkusan itu. Aku tidak bisa membukanya karena disegel oleh ibu. Apa yang ada didalamnya] kataku dengan nada melawan.


[Hmm... berarti kau belum membukanya. Haha tindakanku memang benar untuk menyuruh ibumu menyegel benda itu] Balas ayah.


[Apa maksudmu?] tanyaku.


[Kau akan tahu pada saatnya tiba, bawalah itu bersamamu setiap saat] balas ayah dengan nada datar.


[.... Konyol..] balasku.


[Kalau begitu sampai disini saja, sampai jumpa Akira..] kata ayah yang ingin menutup telponnya.


Tepat pada saat itu aku teringat sesuatu. Bayangan orang itu muncul di dalam kepalaku, 'Seiichiro Kagami'. Dia adalah pemimpin dari penelitian itu, tetapi mengapa ia jarang pergi ke lab? Dan yang paling mengangguku adalah, reaksi dari Ai. Saat itu situasinya seperti sedang tertekan, dan terlebih lagi, nampaknya ada yang tak beres di tempat penelitian ini.


[Tunggu sebentar..] kataku sebelum telpon itu ditutup.


[untuk misi ini, siapa pemohonnya?] sambungku, ayah pun terdiam mendengar hal itu.


[Tidak bisa kusebutkan, itulah hukum dari ninja, harusnya kau sudah tahu] kata ayah dengan nada dingin.


[...kalau begitu, siapa "Seiichiro Kagami"] tanyaku lagi dengan nada menekan.


[... tidak tahu. Tidak ada yang bisa kukatakan tentang misimu. Lagipula, jika kau ingin tahu, carilah sendiri jawabannya. Sampai di sini dulu, aku harus pergi, sampai jumpa] kata ayah sambil menutup telponnya.


-Percuma ya...


Aku pun berjalan keluar ruangan itu dengan tujuan mencari Ai. Aku berjalan ke tempat dimana proyek itu berlangsung, tetapi sesampai di depan pintunya ada dua orang berbadan kekar yang tidak mengizinkanku masuk. Walau aku memaksa hasilnya nihil, itu adalah perintah dari Kagami. Dan kejadian ini makin membuatku merasa aneh.


Sore hari pun tiba, aku dan Ai berjalan pulang, aku masih dapat melihat rasa kecewa di wajah Ai.


"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku secara tidak biasa. Ai pun menoleh dengan wajahnya yang sedikit terkejut padaku.


"Apa maksud dari tatapanmu itu?" kataku dengan nada tersinggung.


"Bukan, cuma aneh saja kau memulai pembicaraan. Terlebih lagi, padaku." balas Ai.


"Aku cuma ingin tahu, kenapa aku tidak diperbolehkan masuk tadi?" kataku menyangkal.


"Hmm...... kenapa begitu.. Ah! jangan-jangan.. kau khawatir padaku?" kata Ai dengan nada menggoda.


"Jangan bodoh, itu semua karena pekerjaan yang tidak kuinginkan ini" kataku dingin.


"Uwa... kejam..." balas Ai dengan nada datar dan kembali menatap kedepan.


"Bukan kenapa-kenapa, itu adalah perintah dari ketua, jadi kau tidak usah khawatir, aku melaksanakan tugasku seperti biasa, um.. seperti biasa.."sambung Ai dengan nada yang semakin mengecil, terutama di bagian akhir. Aku pun diam sejenak dan terus berjalan.


"Kalau begitu, siapa Kagami Seiichiro?" tanyaku sekali lagi. Dan tampaknya, pertanyaan kali ini cukup mengganggu Ai. Ia tampak bingung walau ia berusaha menyembunyikannya, ini pertama kalinya ia bersikap begini.


"Ketua adalah... orang yang tidak biasa..." hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ai sampai kami tiba di rumah.


Sesampainya kami dirumah Ai pun memutuskan untuk mandi duluan, satu lagi hal yang tidak biasa. Aku kembali ke kamarku dan secara tak sengaja melihat bungkusan yang diberikan ayah padaku. Aku mengingat lagi pembicaraan barusan lewat telepon, "Hmph... mari kita lihat apa yang orang tua itu inginkan.." kataku sambil memasukkan bungkusan itu ke dalam barang-barang yang akan kubawa. Aku pun turun ke lantai bawah dengan niatan menunggu giliranku untuk mandi. Setelah sampai aku pun membuat secangkir kopi panas sambil memikirkan orang itu, "Seiichiro Kagami"


-Apa hubungannya dengan Ai? Mengapa sikap Ai tiba-tiba berubah?


Aku pun berpikir sambil menunggu air mendidih.


-Bukan, bukan cuma itu saja masalahnya. Yang paling penting, kenapa aku berpikir keras seperti ini tentang Ai? Dia cuma targetku, hubunganku dengannya seharusnya sebatas itu saja, lalu kenapa? Apa mungkin... 


"Ai..." kataku tanpa sadar.


"Ng..??" Suara seseorang dari belakangku.


Aku segera menoleh dengan sedikit terkejut, dan ternyata langsung kaget.


"Kau! Apa-apaan penampilanmu itu!!?" Teriakku sambil memalingkan mukaku yang memerah. Tanganku pun membentur panci yang kupakai sehingga airnya tumpah.


"PANAS!!!!!!" teriakku secara refleks sambil memegangi tanganku yang terkena air panas barusan. "Hei hei.. kau tak apa-apa?" kata Ai yang mendatangiku, aku segera mundur selangkah, "Hei! Kenapa kau menghindar? Berikan tanganmu, bahaya kalau lukanya parah!" bentak Ai dengan tegas sambil mendekatiku, "Sebelum itu pakailah dulu pakaian yang benar!!!" balasku sambil berusaha melihat ke samping. Akhirnya Ai pun menyadarinya, ia menoleh ke bawah dan melihat dirinya. Dalam sekejap mukanya menjadi merah, benar, ia hanya memakai handuk yang menutupi tubuhnya.


"ha... hi...hiii..."


Ai tidak bisa berkata-kata, ia hanya berusaha menutupi tubuhnya sambil mengucapkan kata-kata yang tidak jelas. "Kalau keluar dari kamar mandi hati-hatilah.." kataku yang berusaha menenangkan diri tapi, "KKYYYAAAAAA!!!!!!!!!!!"



BBBRRAAANGGGGG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


Sebuah panci besi melayang ke wajahku dengan sukses membuatku tersungkur. Ai langsung berlari menuju kamarnya.


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Aku pun menenangkan diri di kamar mandi. Setelah kejadian itu Ai pun meminta maaf dengan canggung dan ia tak mau mendekatiku dalam radius 5 meter. Aku pun memegang bekas pukulan Ai barusan, masih terasa sedikit nyeri. Tetapi, tidak biasanya aku menerima pukulan seperti itu. Aku pun keluar dari kamar mandi, tetapi aku tak merasakan hawa kehadiran sedikit pun di dalam rumah. Aku melihat keluar dan melihat tangga yang berada di depan kamar Ai, "Jangan buat orang khawatir.." gumamku sambil menghela nafas dan kembali ke dalam.


"Haahh~" hela Ai yang berada di atas atap. Ia tak bisa menatap Akira secara langsung setelah kejadian tadi. Pikirannya dipenuhi hal-hal yang tidak jelas. Dan ia pun terpikr sesuatu yang lebih penting, tentang pimpinannya. Ia kembali diam, Ai memeluk kedua kakinya yang tertekuk ke atas untuk menahan hawa dingin. "Apa yang harus kulakukan...? Ketua sudah kembali, apa itu berarti, kembali seperti biasa?" katanya dengan suara kecil, "Apa yang harus kulakukan?" katanya sekali lagi sambil membenamkan kepalanya. Pada saat itu pun bayangan Akira muncul dalam kepalanya, "Huwaa!!!!!!" jeritnya secara refleks dengan muka yang memerah, "Bukan! Bukan dia! Itu bukan solusi!" katanya untuk menyakinkan diri.


"Apa yang bukan solusi?" tanyaku dari belakang, 'GGYYAA....." jerit Ai sambil menghadap kebelakang dan mundur beberapa langkah. "Ada apa dengan reaksimu itu? Aku bukan hantu.." kataku dengan sedikit kesal. Ai pun hanya diam sambil menatapku seperti hewan yang terpojok. Ia pun menyadari apa yang kubawa, "Akira, itu..." katanya sambil menatapku, "Yaa.. kopi panas. Hah... apa yang sebenarnya kau pikirkan ke atap malam-malam begini" kataku sambil mendekat dan duduk disampingnya, "Minumlah.." kataku sambil menaruh secangkir kopi tersebut di bawah. Ai masih menatapku dengan tatapan seperti tadi, tetapi kali ini ia tidak kabur. Ai pun memutar badannya sehingga ia menatap ke arah yang sama denganku, ia mengambil dan meminum kopi panas yang telah kubawakan. Kami tidak berbicara beberapa saat, "cuma penasaran.." kata Ai.


"Ng?"


"Aku cuma penasaran. Kau sering naik ke atas sini, dan aku penasaran, apa yang menarik dari sini.." balas Ai.


Aku sering ke atas atap ketika ingin istirahat, entah kenapa aku merasa lebih tenang.


"Lalu?" kataku.


"Yah.. tidak buruk.." balas Ai sambil meminum lagi kopi itu.


"Hmph.." aku tertawa kecil dan merebahkan tubuhku, "Dengan begini aku merasa lebih tenang, aku dapat melihat banyak hal, manusia, binatang, bahkan yang tidak biasa terlihat" kataku sambil bersantai.


Ai menatapku yang berbaring dan menoleh ke depan lagi, "Yah... kau memang bisa melihat banyak macam orang dari sini.." katanya dengan pelan. Keheningan pun muncul lagi beberapa menit, "Akira..." panggil Ai dengan nada serius.


Aku pun menoleh, "Kau tidak ingin kembali?" tanya Ai secara tiba-tiba, ia melihat wajahku yang bingung, "Kau menjalankan misi ini karena terpaksa bukan? Pada dasarnya kau tidak mau melakukannya. Lalu, kenapa kau masih terus menjalankannya?" sambung Ai. Perkataan itu tidak kuduga. Aku masih memandangnya dengan pandangan bingung, "Ma-Maksudku kenapa kau tidak kembali saja dan membatalkan misi ini!?" kata Ai dengan gugup karena aku tidak merespon.


"..........." aku pun masih tetap diam. Ai pun kembali menatap ke depan.


"Tepat, aku tidak menyukai pekerjaan ini.." kataku sambil menatap langit malam. Ai pun kembali menoleh.


"Ka-Kalau begitu kenapa kau tidak membatalkannya? Kenapa kau masih di sini dan berniat menyelesaikannya?" tanya Ai, aku pun menatap Ai dengan tatapan kesal.


"Memangnya gara-gara siapa kontrakku diubah?" balasku ketus, Ai pun terdiam sejenak. Aku menghela nafas panjang dan duduk.


"Aku selalu menyelesaikan misi, tak peduli apapun itu. Kalau misi itu sudah kuterima, maka akan kuselesaikan, lagipula, kalau tiba-tiba kubatalkan aku bisa gagal untuk menjadi penerus klan-ku." kataku.


"Penerus..?" tanya Ai dengan heran.


"Pada dasarnya aku adalah penerus sah dari klan-ku, tetapi aku bahkan masih belum dapat menerima julukan 'penerus' itu." Sambungku, Ai masih terus mendengarkan dengan seksama. Aku pun menoleh ke arahnya sehingga pandangan kami bertemu.


"Karena itu..." Aku pun meletakkan tanganku di atas kepalanya, "Aku masih belum bisa meninggalkanmu. Selama kontrak itu masih berjalan, aku akan terus menjagamu.." sambungku dengan nada serius. Ai pun menatapku dengan pandangan kaget, dan tak lama mukanya pun memerah. Ia segera mundur menjaga jarak denganku, "K-k-k-ka-kau.... apa yang kau lakukan?" katanya terbata-bata.


-Ia masih belum kembali ya....


Saat itu aku menceritakan banyak hal tentang klan-ku, bahkan sampai masalah penerus. Hari pun semakin larut. Aku segera bangkit berdiri, "Ayo kembali, kau bisa sakit kalau di sini terus" kataku sambil menyodorkan tangaku.


Ai pun mengambilnya dan berdiri, ia berjalan ke arah tangga, tanpa sengaja ia melihatku, "Kau kemana? tangganya disini." Tanya Ai.


"Hm? aku tidak naik dengan tangga" balasku.


"Eh? lalu?" tanya Ai lagi.


"Lompat.." balasku dengan biasa.


"........ lalu kau mau turun dengan?"


"Sama, lewat tangga lambat, ketika kau dikejar, jangan pernah lewat tangga, terlebih lagi lift, carilah jalan yang lain." kataku.


"..... apakah menyenangkan? Dengan cara itu..?" pertanyan Ai kali ini cukup aneh.


"Eh? Ya.. aku tak yakin ini menyenangkan atau tidak, tetapi aku lebih biasa begini.." balasku, Ai nampak tak puas dengan jawabanku. Ai pun berjalan mendekatiku, ia membuka kedua tangannya,


"Bawa aku.." kata Ai dengan nada memerintah.


"Eh..??" Perkataan Ai membuatku bingung.


"Aku ingin tahu, biarkan aku merasakannya sendiri, karena itu, bawa aku kebawah." Kata Ai sekali lagi.


"Kebawah..?" balasku.


"Bawa aku loncat kebawah.." Perintah yang luar biasa aneh keluar dari mulutnya.


"... bagaimana caranya..?" tanyaku dengan berat.


"Gendong saja aku.." kata Ai sekali lagi, aku langsung menghela nafas.


"Ada yang salah dengan otakmu. Meski aku bisa melompatinya, ini lantai dua. Meski kau kugendong, getarannya akan tetap ada, dan bahkan itu bisa berbahaya" Aku menjelaskan beberapa hal pada Ai. Ai nampak ingin membalas tetapi tak bisa, ia nampak kecewa dengan memasang wajah kesal.


-... Yang benar saja.. apa yang terjadi pada dirimu hari ini..


Aku pun menghela nafas. Ai memalingkan wajahnya ke arahku karena ia sadar kalau aku berjalan mendekatinya. Tanpa pikir cepat aku memegang pundaknya dan menariknya ke bawah dan menangkap kakinya saat dia jatuh.


"Eh..? Kyaa!!" jerit Ai karena terkejut.


Ya, aku tak bisa membawanya di punggungku karena itu berbahawa untuk orang yang tak terlatih. Karena itu, aku membawanya dengan mengangkatnya dengan kedua tanganku, atau ini yang disebut orang-orang dengan, 'Ohime-sama dakko (princess carry). Entahlah, aku tak peduli.
 
"Eh..um.." Ai nampak bingung, wajahnya nampak memerah.


"Huh... Aku..." Ai jadi sadar akan situasi sekarang, "Kenapa.... Kenapa Akira...?" Sambung Ai.


"Dengan begini akan lebih aman.." balasku.


"ta... tapi.. ini.. dakko... ohime-sama...dakko.." Kata Ai dengan suara yang terputus-putus. 


"Itulah apa yang disebut orang-orang.." 


"Tapi ini... memalukan..." katanya sambil memejamkan mata untuk berusaha menolak apa yang terjadi.


"Tenanglah, kita akan lebih cepat sampai jika kau tidak melawan" kataku sambil bersiap untuk meloncat.


"Ah.. ya..baik.....................Eh..?" Ai kembali nampak bingung, nampaknya pikirannya sedang pergi entah kemana.


"Kau tak perlu berpikir tentang apa-pun" sahutku, Ai pun mengangguk dengan kaku.


"........ huh?...?"


"Aku bahkan belum bergerak, tenanglah.." kataku sekali lagi.


"U..Um..." Balas Ai sambil menutup matanya, "....eh..?" Ai kembali membuka matanya, pikiran Ai berputar-putar "Tenang.. kau tidak berat.. kalau begini aku tidak akan bisa melompat. Lebih baik diamlah sesaat, jika tidak lidahmu bisa tergigit." kataku sekali lagi.


"Y-ya..." balas Ai lagi, "........Eh..?"


Nampaknya mustahil menenangkannya, aku pun bersiap untuk meloncat. Ai pun menutup matanya lagi. Dengan pelan aku pun meloncat turun. Aku berusaha semaksimal mungkin agar getarannya tidak terlalu keras. Aku sengaja melompat ke arah halaman belakang, karena itu adalah tempat yang tanahnya lebih lembut, walau nanti harus memutar agar bisa masuk ke dalam rumah. Kurang dari semenit kami sudah sampai dibawah.


"Begitulah.. apa menyenangkan?" tanyaku pada Ai yang masih ada di tanganku. Ai masih diam tak menjawab, ia masih nampak bingung. "Hei.. apa kau bisa berjalan?" tanyaku pada Ai. "Ya...." kata Ai dengan nada dan wajah yang sama. Aku pun menghela nafas kemudian berjalan tanpa menurunkan Ai, "Eh.. Aki..ra..." Kata Ai. Aku pun berjalan ke arah pintu depan, "Aku akan membawamu sampai kamarmu. Setelah sampai tidurlah, istirahatkan tubuhmu." kataku tanpa memperdulikan apa kata-katanya. Aku pun sampai di pintu depan dan segera menuju ke kamarnya. Aku beruntung pintu kamarnya terbuka, dengan begitu aku tidak perlu kesusahan untuk membukanya. Aku pun menurunkan Ai, "Bisa berdiri?" tanyaku padanya. Ai tidak menjawab apa-apa, ia masih nampak bingung, "....an.." aku mendengar suara kecil darinya. Ai berusaha mengatakan sesuatu, "Jangan..pernah..la..kukan ini lagi.." katanya dengan terputus-putus, "Ini...perintah.." Sambung Ai dengan jeda.


"........... istirahatlah.." kataku sambil berbalik, "Kembalilah jadi dirimu yang biasa, dirimu yang kali ini sangat tidak cocok denganmu, selamat tidur" kataku sambil menutup pintu. Aku pun meninggalkan kamarnya dan berjalan ke lantai dua, lebih tepatnya kamarku. Aku merebahkan diriku di kasur, "Hari yang melelahkan..." kataku sambil menatap langit-langit. Sekejap aku teringat Ai, "...... Entah kenapa dia jadi menyusahkan pikiranku.." kataku sambil memejamkan mata.


Pagi hari pun tiba, aku langsung turun ke bawah untuk mencuci muka. Sesampainya di bawah aku bertemu Ai yang sedang menyiapkan makanan.


"Tak biasanya kau telat bangun, aku sudah menyiapkan sarapan." kata Ai sambil menyusun makanan itu di meja.


-Jadi dia sudah kembali ya..


Aku segera menuju ke kamar mandi. Ketika aku keluar Ai sudah duduk di meja makan, aku pun menarik kursi dan duduk di depannya. Walau ia sudah kembali situasi ini tidak biasa, kami tidak ada membicarakan apapun. Ai dan aku hanya makan dengan tenang, tanpa ada pembicaraan. Sampai ponsel Ai berbunyi, aku melihat sekilas, tertulis nama 'Pimpinan' di ponselnya, dan itu jelas menunjuk ke Seiichiro Kagami. Ai pun berdiri dan berjalan keluar untuk berbicara dengan Seiichiro Kagami, aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan karena jarakku dan Ai cukup jauh. Beberapa menit Ai pun kembali, ia langsung menuju kamarnya.


"Ada apa?" tanyaku yang masih makan.


"Bukan apa-apa. Aku hanya disuruh pergi ke tempat penelitian.." kata Ai.


"Sepagi ini? Apa ada sesuatu?" Ini bukanlah jam Ai pergi kesana, ia tak pernah kesana sepagi ini, karena itu pasti ada alasannya.


"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah hampir selesai.." Harusnya itu adalah berita yang menyenangkan, tetapi Ai tidak terlihat begitu.


"....." Aku pun meletakkan cangkir minumku, "Tunggulah, aku akan bersiap-siap.." kataku sambil berniat mengambil peralatanku.


Ai pun menggeleng, "Tidak, itu.. tidak perlu.." Aku menatap Ai dengan wajah yang bingung ketika mendengar kata-kata itu.


"Ketua, memerintahkanku untuk tidak membawamu.." kata Ai.


"Apa.. kenapa?" tanyaku yang sadar ada sesuatu yang tidak beres, Ai pun menggeleng lagi, "Itu perintah, pada dasarnya, penelitian ini tertutup.." kata Ai, "Tapi misiku menjagamu.." balasku. Ai pun diam sejenak, "Tidak apa-apa, untuk hari ini, tinggallah disini. Aku akan baik-baik saja, tidak ada yang mencelakakanku disana" kata Ai sambil tersenyum dan masuk ke kamarnya.


Aku terdiam sejenak, itu adalah perintah. Walau datangnya dari Seiichiro Kagami, tetapi Ai memintaku untuk tinggal, tidak ada yang bisa kulakukan untuk melanggarnya. Ai pun pergi keluar sendirian, tepat pada saat ia pergi ponselku kali ini yang berbunyi. Ibu menelponku, aku pun mengangkat telpon tersebut.


[Kau disana Akira?]


[Ada apa? Memanggilku pagi-pagi seperti ini?] tanyaku.


[Tidak, cuma ingin mengingatkan sesuatu, sekaligus penasaran]


[Ng?]


[Bungkusan yang tersegel itu, kalau sudah terbuka, tolong simpan baik-baik. Itu sudah kuberi tenaga yang kuat, sehingga dengan sedikit pemicu, dampaknya bisa besar. Sebenarnya selama itu tak terbuka tidak ada masalah, tetapi jika terbuka aliran energinya jadi tidak stabil. Yah, itu akibat ayahmu yang meminta itu selesai dalam waktu 20 menit, hati-hatilah]


[Belum terbuka, lagipula, aku ragu kalau itu akan terbuka] kataku dingin.


[Yah, karena aku yang memasang penangkalnya] balas ibu. Aku yakin ia sedang tersenyum sekarang.


[Daripada itu, apa yang ibu maksud dengan penasaran?] tanyaku lagi.


[Apa yang kau bicarakan dengan Ayahmu kemarin?] Tanya ibu.


[Ng? bukan apa-apa, cuma tentang misi ini saja] kataku.


[Ada apa? Tidak biasanya kau bertanya tentang hal itu] balas ibu.


[Tidak, aku cuma ingin tahu siapa pemohon misi ini? Sewaktu kutanya Ai, ia bilang bukan ia orangnya, ia hanya bilang kalau itu sudah disiapkan. Jadi aku menyimpulkan itu adalah lembaga penelitian itu sendiri] kataku.


[Hm.. yang mungkin benar juga. Hei, apa itu lembaga penelitian ilegal?] Pertanyaan ibu muncul secara tak terduga.


[Ilegal?] sahutku.


[Ng? Bukan ya? Soalnya, kalau yang meminta permohonan begitu yang terlintas di pikiran cuma  lembaga ilegal. Mereka membuat permohonan pada ninja, dan ninja bergerak secara tersembunyi, dan dunia yang tersembunyi itu adalah dunia belakang. Maka dari itu, bukankah selama ini misi-misi yang dilakukan oleh ninja sepertimu itu berasal dari dunia belakang?] Kata ibu dengan cepat.


Mendengar hal itu aku pun terpikir akan sesuatu. Aku baru menyadari hal itu. Tetapi dilihat dari manapun Ai bukanlah orang dunia belakang. Apa hubungan dunia belakang dengan orang seperti Ai? Jawabannya adalah kepintarannya, mereka membuat sesuatu mengunakan kepintarannya. Lalu apa yang akan terjadi ke depan? Jawabannya adalah penelitian tersebut selesai, tetapi itu akan menjadi milik lembaga tersebut. Dan yang paling akhir, lembaga itu adalah lembaga dunia belakang, besar kemungkinan ada lembaga lain yang dapat menggunakan hasil penelitian mereka selama ada Ai. Kalau aku menjadi pimpinan lembaga itu sudah jelas, Ai akan kubunuh saat penelitian itu selesai.


"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah hampir selesai..""Ketua, memerintahkanku untuk tidak membawamu.." perkataan itu tergiang di kepalaku.


-Aku terjebak..


Aku segera menutup telpon itu dan berlari ke kamarku untuk mengambil semua senjataku. Sudah ada sekitar 10 menit semenjak Ai pergi, aku harus sampai sebelum penelitian itu selesai. Aku membuka jendela kamarku dengan keras dan melompat keluar dan menuju ke tempat penelitian tersebut.









Tidak ada komentar: