Cerita Sebelumnya:
Akira menceritakan masa lalunya pada Rikimaru.
Akira dulu menerima misi khusus bernama Human Control. Ia diharuskan mengawal
dan menuruti segala perkataan seorang wanita muda jenius yang sepantaran
dengannya, dan juga terlibat dalam proyek itu. Wanita itu bernama Ai. Ai
memerintahkan Akira agar tidak membunuh seorangpun selama misinya berjalan, dan
hal ini membuat Akira merasa tidak nyaman. Setelah Akira menyelamatkan Ai yang
diculik, ia bertemu dengan laki-laki yang disebut pimpinan oleh Ai, oang itu
bernama Seiichiro Kagami.
Lelaki itu pun berdiri, "Ai-kun.. mengapa
kau meninggalkan penelitianmu begitu saja?" tanya orang yang bernama
Seiichiro Kagami itu. Ai hanya bisa menundukan kepala, "Maaf..."
hanya itu kata yang dikeluarkannya, "Kau tahu kan, kalau kau harus
melakukan penelitian itu?" tanya Seiichiro lagi dengan nada yang sama,
"Maafkan aku, aku akan segera kembali ke lab" kata Ai yang langsung
pergi ke lab. Aku berniat untuk mengejarnya, tetapi ia sudah menghilang dari
pandanganku.
"Pasti sulit ya..." aku yang mendengar
suara itu segera berbalik,"Apa kau tidak kesusahan, Akira?" Aku berdiam
sendiri sebentar.
"Tidak menjawab? kau bukan orang yang ramah
ya..?" kata Seiichiro dengan tawa.
"Memanggil orang yang pertama kali kau temui
dengan nama pertama dan tanpa penghormatan, bukankah itu cukup kasar?"
balasku dengan tawa.
"Hahaha... maafkan ketidak sopananku, tapi
itu adalah kebiasaanku. Daripada itu, bagaimana menurutmu, tentang
Ai-kun?"
".......... tidak ada yang bisa kukomentari,
aku hanya seorang bodyguardnya saja." kataku sambil berpikir.
Dan pada saat itu aku teringat akan sesuatu, aku
menatap ke arah Seiichiro.
"Apa Ai membenci penelitian ini?"
kataku secara tegas, Seiichiro terdiam sejenak. Aku terus menatapnya secara
tegas, pada akhirnya ia kembali tersenyum dan menjawab, "Itu tidak
mungkin, ia sangat menyukainya." Seiichiro pun mulai berjalan keluar,
"Aku ada pekerjaan, jadi nikmati waktumu di sini, Akira-kun?" kata
Seiichiro dengan nada yang aneh.
Seiichiro Kagami, gaya bahasa yang berantakan.
Mungkin saja itu dikarenakan ia orang asing, tetapi.... ada hawa yang aneh
tentang dirinya.
Saat itu ponselku berdering, ayah menelponku.
[Bagaimana kabarmu disana?] kata ayah seperti
biasa.
Aku sangat marah ketika ia seenaknya mengubah
kontrak seenaknya.
[Apa kau sudah membuka bungkusan itu?] tanya ayah
tanpa jeda.
Aku terdiam sebentar, bungkusan? Ah.. bungkusan
yang diberikan padaku waktu itu.
[Jangan bercanda, ada apa dengan bungkusan itu.
Aku tidak bisa membukanya karena disegel oleh ibu. Apa yang ada didalamnya]
kataku dengan nada melawan.
[Hmm... berarti kau belum membukanya. Haha
tindakanku memang benar untuk menyuruh ibumu menyegel benda itu] Balas ayah.
[Apa maksudmu?] tanyaku.
[Kau akan tahu pada saatnya tiba, bawalah itu
bersamamu setiap saat] balas ayah dengan nada datar.
[.... Konyol..] balasku.
[Kalau begitu sampai disini saja, sampai jumpa
Akira..] kata ayah yang ingin menutup telponnya.
Tepat pada saat itu aku teringat sesuatu.
Bayangan orang itu muncul di dalam kepalaku, 'Seiichiro Kagami'. Dia adalah
pemimpin dari penelitian itu, tetapi mengapa ia jarang pergi ke lab? Dan yang
paling mengangguku adalah, reaksi dari Ai. Saat itu situasinya seperti sedang
tertekan, dan terlebih lagi, nampaknya ada yang tak beres di tempat penelitian
ini.
[Tunggu sebentar..] kataku sebelum telpon itu
ditutup.
[untuk misi ini, siapa pemohonnya?] sambungku,
ayah pun terdiam mendengar hal itu.
[Tidak bisa kusebutkan, itulah hukum dari ninja,
harusnya kau sudah tahu] kata ayah dengan nada dingin.
[...kalau begitu, siapa "Seiichiro
Kagami"] tanyaku lagi dengan nada menekan.
[... tidak tahu. Tidak ada yang bisa kukatakan
tentang misimu. Lagipula, jika kau ingin tahu, carilah sendiri jawabannya.
Sampai di sini dulu, aku harus pergi, sampai jumpa] kata ayah sambil menutup
telponnya.
-Percuma ya...
Aku pun berjalan keluar ruangan itu dengan tujuan
mencari Ai. Aku berjalan ke tempat dimana proyek itu berlangsung, tetapi
sesampai di depan pintunya ada dua orang berbadan kekar yang tidak
mengizinkanku masuk. Walau aku memaksa hasilnya nihil, itu adalah perintah dari
Kagami. Dan kejadian ini makin membuatku merasa aneh.
Sore hari pun tiba, aku dan Ai berjalan pulang,
aku masih dapat melihat rasa kecewa di wajah Ai.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyaku
secara tidak biasa. Ai pun menoleh dengan wajahnya yang sedikit terkejut
padaku.
"Apa maksud dari tatapanmu itu?" kataku
dengan nada tersinggung.
"Bukan, cuma aneh saja kau memulai
pembicaraan. Terlebih lagi, padaku." balas Ai.
"Aku cuma ingin tahu, kenapa aku tidak
diperbolehkan masuk tadi?" kataku menyangkal.
"Hmm...... kenapa begitu.. Ah! jangan-jangan..
kau khawatir padaku?" kata Ai dengan nada menggoda.
"Jangan bodoh, itu semua karena pekerjaan
yang tidak kuinginkan ini" kataku dingin.
"Uwa... kejam..." balas Ai dengan nada
datar dan kembali menatap kedepan.
"Bukan kenapa-kenapa, itu adalah perintah
dari ketua, jadi kau tidak usah khawatir, aku melaksanakan tugasku seperti
biasa, um.. seperti biasa.."sambung Ai dengan nada yang semakin mengecil,
terutama di bagian akhir. Aku pun diam sejenak dan terus berjalan.
"Kalau begitu, siapa Kagami Seiichiro?"
tanyaku sekali lagi. Dan tampaknya, pertanyaan kali ini cukup mengganggu Ai. Ia
tampak bingung walau ia berusaha menyembunyikannya, ini pertama kalinya ia
bersikap begini.
"Ketua adalah... orang yang tidak biasa..."
hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Ai sampai kami tiba di rumah.
Sesampainya kami dirumah Ai pun memutuskan untuk
mandi duluan, satu lagi hal yang tidak biasa. Aku kembali ke kamarku dan secara
tak sengaja melihat bungkusan yang diberikan ayah padaku. Aku mengingat lagi
pembicaraan barusan lewat telepon, "Hmph... mari kita lihat apa yang orang
tua itu inginkan.." kataku sambil memasukkan bungkusan itu ke dalam
barang-barang yang akan kubawa. Aku pun turun ke lantai bawah dengan niatan
menunggu giliranku untuk mandi. Setelah sampai aku pun membuat secangkir kopi
panas sambil memikirkan orang itu, "Seiichiro Kagami"
-Apa hubungannya dengan Ai? Mengapa sikap Ai
tiba-tiba berubah?
Aku pun berpikir sambil menunggu air mendidih.
-Bukan, bukan cuma itu saja masalahnya. Yang
paling penting, kenapa aku berpikir keras seperti ini tentang Ai? Dia cuma
targetku, hubunganku dengannya seharusnya sebatas itu saja, lalu kenapa? Apa
mungkin...
"Ai..." kataku tanpa sadar.
"Ng..??" Suara seseorang dari
belakangku.
Aku segera menoleh dengan sedikit terkejut, dan
ternyata langsung kaget.
"Kau! Apa-apaan penampilanmu itu!!?"
Teriakku sambil memalingkan mukaku yang memerah. Tanganku pun membentur panci
yang kupakai sehingga airnya tumpah.
"PANAS!!!!!!" teriakku secara refleks
sambil memegangi tanganku yang terkena air panas barusan. "Hei hei.. kau
tak apa-apa?" kata Ai yang mendatangiku, aku segera mundur selangkah,
"Hei! Kenapa kau menghindar? Berikan tanganmu, bahaya kalau lukanya parah!"
bentak Ai dengan tegas sambil mendekatiku, "Sebelum itu pakailah dulu
pakaian yang benar!!!" balasku sambil berusaha melihat ke samping.
Akhirnya Ai pun menyadarinya, ia menoleh ke bawah dan melihat dirinya. Dalam
sekejap mukanya menjadi merah, benar, ia hanya memakai handuk yang menutupi
tubuhnya.
"ha... hi...hiii..."
Ai tidak bisa berkata-kata, ia hanya berusaha
menutupi tubuhnya sambil mengucapkan kata-kata yang tidak jelas. "Kalau
keluar dari kamar mandi hati-hatilah.." kataku yang berusaha menenangkan
diri tapi, "KKYYYAAAAAA!!!!!!!!!!!"
BBBRRAAANGGGGG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Sebuah panci besi melayang ke wajahku dengan
sukses membuatku tersungkur. Ai langsung berlari menuju kamarnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Aku pun menenangkan diri di kamar mandi. Setelah
kejadian itu Ai pun meminta maaf dengan canggung dan ia tak mau mendekatiku
dalam radius 5 meter. Aku pun memegang bekas pukulan Ai barusan, masih terasa
sedikit nyeri. Tetapi, tidak biasanya aku menerima pukulan seperti itu. Aku pun
keluar dari kamar mandi, tetapi aku tak merasakan hawa kehadiran sedikit pun di
dalam rumah. Aku melihat keluar dan melihat tangga yang berada di depan kamar
Ai, "Jangan buat orang khawatir.." gumamku sambil menghela nafas dan
kembali ke dalam.
"Haahh~" hela Ai yang berada di atas
atap. Ia tak bisa menatap Akira secara langsung setelah kejadian tadi.
Pikirannya dipenuhi hal-hal yang tidak jelas. Dan ia pun terpikr sesuatu yang
lebih penting, tentang pimpinannya. Ia kembali diam, Ai memeluk kedua kakinya
yang tertekuk ke atas untuk menahan hawa dingin. "Apa yang harus
kulakukan...? Ketua sudah kembali, apa itu berarti, kembali seperti
biasa?" katanya dengan suara kecil, "Apa yang harus kulakukan?"
katanya sekali lagi sambil membenamkan kepalanya. Pada saat itu pun bayangan
Akira muncul dalam kepalanya, "Huwaa!!!!!!" jeritnya secara refleks
dengan muka yang memerah, "Bukan! Bukan dia! Itu bukan solusi!" katanya
untuk menyakinkan diri.
"Apa yang bukan solusi?" tanyaku dari
belakang, 'GGYYAA....." jerit Ai sambil menghadap kebelakang dan mundur
beberapa langkah. "Ada apa dengan reaksimu itu? Aku bukan hantu.."
kataku dengan sedikit kesal. Ai pun hanya diam sambil menatapku seperti hewan
yang terpojok. Ia pun menyadari apa yang kubawa, "Akira, itu..."
katanya sambil menatapku, "Yaa.. kopi panas. Hah... apa yang sebenarnya
kau pikirkan ke atap malam-malam begini" kataku sambil mendekat dan duduk
disampingnya, "Minumlah.." kataku sambil menaruh secangkir kopi
tersebut di bawah. Ai masih menatapku dengan tatapan seperti tadi, tetapi kali
ini ia tidak kabur. Ai pun memutar badannya sehingga ia menatap ke arah yang
sama denganku, ia mengambil dan meminum kopi panas yang telah kubawakan. Kami
tidak berbicara beberapa saat, "cuma penasaran.." kata Ai.
"Ng?"
"Aku cuma penasaran. Kau sering naik ke atas
sini, dan aku penasaran, apa yang menarik dari sini.." balas Ai.
Aku sering ke atas atap ketika ingin istirahat,
entah kenapa aku merasa lebih tenang.
"Lalu?" kataku.
"Yah.. tidak buruk.." balas Ai sambil
meminum lagi kopi itu.
"Hmph.." aku tertawa kecil dan
merebahkan tubuhku, "Dengan begini aku merasa lebih tenang, aku dapat
melihat banyak hal, manusia, binatang, bahkan yang tidak biasa terlihat"
kataku sambil bersantai.
Ai menatapku yang berbaring dan menoleh ke depan
lagi, "Yah... kau memang bisa melihat banyak macam orang dari sini.."
katanya dengan pelan. Keheningan pun muncul lagi beberapa menit,
"Akira..." panggil Ai dengan nada serius.
Aku pun menoleh, "Kau tidak ingin
kembali?" tanya Ai secara tiba-tiba, ia melihat wajahku yang bingung,
"Kau menjalankan misi ini karena terpaksa bukan? Pada dasarnya kau tidak
mau melakukannya. Lalu, kenapa kau masih terus menjalankannya?" sambung
Ai. Perkataan itu tidak kuduga. Aku masih memandangnya dengan pandangan
bingung, "Ma-Maksudku kenapa kau tidak kembali saja dan membatalkan misi
ini!?" kata Ai dengan gugup karena aku tidak merespon.
"..........." aku pun masih tetap diam.
Ai pun kembali menatap ke depan.
"Tepat, aku tidak menyukai pekerjaan
ini.." kataku sambil menatap langit malam. Ai pun kembali menoleh.
"Ka-Kalau begitu kenapa kau tidak
membatalkannya? Kenapa kau masih di sini dan berniat menyelesaikannya?"
tanya Ai, aku pun menatap Ai dengan tatapan kesal.
"Memangnya gara-gara siapa kontrakku
diubah?" balasku ketus, Ai pun terdiam sejenak. Aku menghela nafas panjang
dan duduk.
"Aku selalu menyelesaikan misi, tak peduli
apapun itu. Kalau misi itu sudah kuterima, maka akan kuselesaikan, lagipula,
kalau tiba-tiba kubatalkan aku bisa gagal untuk menjadi penerus klan-ku."
kataku.
"Penerus..?" tanya Ai dengan heran.
"Pada dasarnya aku adalah penerus sah dari
klan-ku, tetapi aku bahkan masih belum dapat menerima julukan 'penerus'
itu." Sambungku, Ai masih terus mendengarkan dengan seksama. Aku pun
menoleh ke arahnya sehingga pandangan kami bertemu.
"Karena itu..." Aku pun meletakkan
tanganku di atas kepalanya, "Aku masih belum bisa meninggalkanmu. Selama
kontrak itu masih berjalan, aku akan terus menjagamu.." sambungku dengan
nada serius. Ai pun menatapku dengan pandangan kaget, dan tak lama mukanya pun
memerah. Ia segera mundur menjaga jarak denganku, "K-k-k-ka-kau.... apa
yang kau lakukan?" katanya terbata-bata.
-Ia masih belum kembali ya....
Saat itu aku menceritakan banyak hal tentang
klan-ku, bahkan sampai masalah penerus. Hari pun semakin larut. Aku segera
bangkit berdiri, "Ayo kembali, kau bisa sakit kalau di sini terus"
kataku sambil menyodorkan tangaku.
Ai pun mengambilnya dan berdiri, ia berjalan ke
arah tangga, tanpa sengaja ia melihatku, "Kau kemana? tangganya
disini." Tanya Ai.
"Hm? aku tidak naik dengan tangga"
balasku.
"Eh? lalu?" tanya Ai lagi.
"Lompat.." balasku dengan biasa.
"........ lalu kau mau turun dengan?"
"Sama, lewat tangga lambat, ketika kau
dikejar, jangan pernah lewat tangga, terlebih lagi lift, carilah jalan yang
lain." kataku.
"..... apakah menyenangkan? Dengan cara
itu..?" pertanyan Ai kali ini cukup aneh.
"Eh? Ya.. aku tak yakin ini menyenangkan
atau tidak, tetapi aku lebih biasa begini.." balasku, Ai nampak tak puas
dengan jawabanku. Ai pun berjalan mendekatiku, ia membuka kedua tangannya,
"Bawa aku.." kata Ai dengan nada
memerintah.
"Eh..??" Perkataan Ai membuatku
bingung.
"Aku ingin tahu, biarkan aku merasakannya
sendiri, karena itu, bawa aku kebawah." Kata Ai sekali lagi.
"Kebawah..?" balasku.
"Bawa aku loncat kebawah.." Perintah
yang luar biasa aneh keluar dari mulutnya.
"... bagaimana caranya..?" tanyaku
dengan berat.
"Gendong saja aku.." kata Ai sekali
lagi, aku langsung menghela nafas.
"Ada yang salah dengan otakmu. Meski aku
bisa melompatinya, ini lantai dua. Meski kau kugendong, getarannya akan tetap
ada, dan bahkan itu bisa berbahaya" Aku menjelaskan beberapa hal pada Ai.
Ai nampak ingin membalas tetapi tak bisa, ia nampak kecewa dengan memasang
wajah kesal.
-... Yang benar saja.. apa yang terjadi pada
dirimu hari ini..
Aku pun menghela nafas. Ai memalingkan wajahnya
ke arahku karena ia sadar kalau aku berjalan mendekatinya. Tanpa pikir cepat
aku memegang pundaknya dan menariknya ke bawah dan menangkap kakinya saat dia
jatuh.
"Eh..? Kyaa!!" jerit Ai karena
terkejut.
Ya, aku tak bisa membawanya di punggungku karena
itu berbahawa untuk orang yang tak terlatih. Karena itu, aku membawanya dengan
mengangkatnya dengan kedua tanganku, atau ini yang disebut orang-orang dengan,
'Ohime-sama dakko (princess carry). Entahlah, aku tak peduli.
"Eh..um.." Ai nampak bingung, wajahnya
nampak memerah.
"Huh... Aku..." Ai jadi sadar akan
situasi sekarang, "Kenapa.... Kenapa Akira...?" Sambung Ai.
"Dengan begini akan lebih aman.."
balasku.
"ta... tapi.. ini.. dakko...
ohime-sama...dakko.." Kata Ai dengan suara yang terputus-putus.
"Itulah apa yang disebut
orang-orang.."
"Tapi ini... memalukan..." katanya
sambil memejamkan mata untuk berusaha menolak apa yang terjadi.
"Tenanglah, kita akan lebih cepat sampai
jika kau tidak melawan" kataku sambil bersiap untuk meloncat.
"Ah..
ya..baik.....................Eh..?" Ai kembali nampak bingung, nampaknya
pikirannya sedang pergi entah kemana.
"Kau tak perlu berpikir tentang
apa-pun" sahutku, Ai pun mengangguk dengan kaku.
"........ huh?...?"
"Aku bahkan belum bergerak,
tenanglah.." kataku sekali lagi.
"U..Um..." Balas Ai sambil menutup
matanya, "....eh..?" Ai kembali membuka matanya, pikiran Ai
berputar-putar "Tenang.. kau tidak berat.. kalau begini aku tidak
akan bisa melompat. Lebih baik diamlah sesaat, jika tidak lidahmu bisa
tergigit." kataku sekali lagi.
"Y-ya..." balas Ai lagi,
"........Eh..?"
Nampaknya mustahil menenangkannya, aku pun
bersiap untuk meloncat. Ai pun menutup matanya lagi. Dengan pelan aku pun
meloncat turun. Aku berusaha semaksimal mungkin agar getarannya tidak terlalu
keras. Aku sengaja melompat ke arah halaman belakang, karena itu adalah tempat
yang tanahnya lebih lembut, walau nanti harus memutar agar bisa masuk ke dalam
rumah. Kurang dari semenit kami sudah sampai dibawah.
"Begitulah.. apa menyenangkan?" tanyaku
pada Ai yang masih ada di tanganku. Ai masih diam tak menjawab, ia masih nampak
bingung. "Hei.. apa kau bisa berjalan?" tanyaku pada Ai.
"Ya...." kata Ai dengan nada dan wajah yang sama. Aku pun menghela
nafas kemudian berjalan tanpa menurunkan Ai, "Eh.. Aki..ra..." Kata
Ai. Aku pun berjalan ke arah pintu depan, "Aku akan membawamu sampai
kamarmu. Setelah sampai tidurlah, istirahatkan tubuhmu." kataku tanpa
memperdulikan apa kata-katanya. Aku pun sampai di pintu depan dan segera menuju
ke kamarnya. Aku beruntung pintu kamarnya terbuka, dengan begitu aku tidak
perlu kesusahan untuk membukanya. Aku pun menurunkan Ai, "Bisa
berdiri?" tanyaku padanya. Ai tidak menjawab apa-apa, ia masih nampak
bingung, "....an.." aku mendengar suara kecil darinya. Ai berusaha
mengatakan sesuatu, "Jangan..pernah..la..kukan ini lagi.." katanya
dengan terputus-putus, "Ini...perintah.." Sambung Ai dengan jeda.
"........... istirahatlah.." kataku
sambil berbalik, "Kembalilah jadi dirimu yang biasa, dirimu yang kali ini
sangat tidak cocok denganmu, selamat tidur" kataku sambil menutup pintu.
Aku pun meninggalkan kamarnya dan berjalan ke lantai dua, lebih tepatnya
kamarku. Aku merebahkan diriku di kasur, "Hari yang melelahkan..."
kataku sambil menatap langit-langit. Sekejap aku teringat Ai, "......
Entah kenapa dia jadi menyusahkan pikiranku.." kataku sambil memejamkan
mata.
Pagi hari pun tiba, aku langsung turun ke bawah
untuk mencuci muka. Sesampainya di bawah aku bertemu Ai yang sedang menyiapkan
makanan.
"Tak biasanya kau telat bangun, aku sudah
menyiapkan sarapan." kata Ai sambil menyusun makanan itu di meja.
-Jadi dia sudah kembali ya..
Aku segera menuju ke kamar mandi. Ketika aku
keluar Ai sudah duduk di meja makan, aku pun menarik kursi dan duduk di
depannya. Walau ia sudah kembali situasi ini tidak biasa, kami tidak ada
membicarakan apapun. Ai dan aku hanya makan dengan tenang, tanpa ada
pembicaraan. Sampai ponsel Ai berbunyi, aku melihat sekilas, tertulis nama
'Pimpinan' di ponselnya, dan itu jelas menunjuk ke Seiichiro Kagami. Ai pun
berdiri dan berjalan keluar untuk berbicara dengan Seiichiro Kagami, aku tak
bisa mendengar apa yang mereka bicarakan karena jarakku dan Ai cukup jauh.
Beberapa menit Ai pun kembali, ia langsung menuju kamarnya.
"Ada apa?" tanyaku yang masih makan.
"Bukan apa-apa. Aku hanya disuruh pergi ke
tempat penelitian.." kata Ai.
"Sepagi ini? Apa ada sesuatu?" Ini
bukanlah jam Ai pergi kesana, ia tak pernah kesana sepagi ini, karena itu pasti
ada alasannya.
"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah hampir
selesai.." Harusnya itu adalah berita yang menyenangkan, tetapi Ai tidak
terlihat begitu.
"....." Aku pun meletakkan cangkir
minumku, "Tunggulah, aku akan bersiap-siap.." kataku sambil berniat
mengambil peralatanku.
Ai pun menggeleng, "Tidak, itu.. tidak
perlu.." Aku menatap Ai dengan wajah yang bingung ketika mendengar
kata-kata itu.
"Ketua, memerintahkanku untuk tidak
membawamu.." kata Ai.
"Apa.. kenapa?" tanyaku yang sadar ada
sesuatu yang tidak beres, Ai pun menggeleng lagi, "Itu perintah, pada
dasarnya, penelitian ini tertutup.." kata Ai, "Tapi misiku
menjagamu.." balasku. Ai pun diam sejenak, "Tidak apa-apa, untuk hari
ini, tinggallah disini. Aku akan baik-baik saja, tidak ada yang mencelakakanku
disana" kata Ai sambil tersenyum dan masuk ke kamarnya.
Aku terdiam sejenak, itu adalah perintah. Walau
datangnya dari Seiichiro Kagami, tetapi Ai memintaku untuk tinggal, tidak ada
yang bisa kulakukan untuk melanggarnya. Ai pun pergi keluar sendirian, tepat
pada saat ia pergi ponselku kali ini yang berbunyi. Ibu menelponku, aku pun
mengangkat telpon tersebut.
[Kau disana Akira?]
[Ada apa? Memanggilku pagi-pagi seperti ini?]
tanyaku.
[Tidak, cuma ingin mengingatkan sesuatu,
sekaligus penasaran]
[Ng?]
[Bungkusan yang tersegel itu, kalau sudah
terbuka, tolong simpan baik-baik. Itu sudah kuberi tenaga yang kuat, sehingga
dengan sedikit pemicu, dampaknya bisa besar. Sebenarnya selama itu tak terbuka
tidak ada masalah, tetapi jika terbuka aliran energinya jadi tidak stabil. Yah,
itu akibat ayahmu yang meminta itu selesai dalam waktu 20 menit, hati-hatilah]
[Belum terbuka, lagipula, aku ragu kalau itu akan
terbuka] kataku dingin.
[Yah, karena aku yang memasang penangkalnya]
balas ibu. Aku yakin ia sedang tersenyum sekarang.
[Daripada itu, apa yang ibu maksud dengan
penasaran?] tanyaku lagi.
[Apa yang kau bicarakan dengan Ayahmu kemarin?]
Tanya ibu.
[Ng? bukan apa-apa, cuma tentang misi ini saja]
kataku.
[Ada apa? Tidak biasanya kau bertanya tentang hal
itu] balas ibu.
[Tidak, aku cuma ingin tahu siapa pemohon misi
ini? Sewaktu kutanya Ai, ia bilang bukan ia orangnya, ia hanya bilang kalau itu
sudah disiapkan. Jadi aku menyimpulkan itu adalah lembaga penelitian itu
sendiri] kataku.
[Hm.. yang mungkin benar juga. Hei, apa itu
lembaga penelitian ilegal?] Pertanyaan ibu muncul secara tak terduga.
[Ilegal?] sahutku.
[Ng? Bukan ya? Soalnya, kalau yang meminta
permohonan begitu yang terlintas di pikiran cuma lembaga ilegal. Mereka
membuat permohonan pada ninja, dan ninja bergerak secara tersembunyi, dan dunia
yang tersembunyi itu adalah dunia belakang. Maka dari itu, bukankah selama ini
misi-misi yang dilakukan oleh ninja sepertimu itu berasal dari dunia belakang?]
Kata ibu dengan cepat.
Mendengar hal itu aku pun terpikir akan sesuatu.
Aku baru menyadari hal itu. Tetapi dilihat dari manapun Ai bukanlah orang dunia
belakang. Apa hubungan dunia belakang dengan orang seperti Ai? Jawabannya
adalah kepintarannya, mereka membuat sesuatu mengunakan kepintarannya. Lalu apa
yang akan terjadi ke depan? Jawabannya adalah penelitian tersebut selesai,
tetapi itu akan menjadi milik lembaga tersebut. Dan yang paling akhir, lembaga
itu adalah lembaga dunia belakang, besar kemungkinan ada lembaga lain yang
dapat menggunakan hasil penelitian mereka selama ada Ai. Kalau aku menjadi
pimpinan lembaga itu sudah jelas, Ai akan kubunuh saat penelitian itu selesai.
"Tidak apa-apa, cuma, penelitan sudah
hampir selesai..""Ketua, memerintahkanku untuk tidak
membawamu.." perkataan itu tergiang di kepalaku.
-Aku terjebak..
Aku segera menutup telpon itu dan berlari ke
kamarku untuk mengambil semua senjataku. Sudah ada sekitar 10 menit semenjak Ai
pergi, aku harus sampai sebelum penelitian itu selesai. Aku membuka jendela
kamarku dengan keras dan melompat keluar dan menuju ke tempat penelitian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar