Halaman

TRANSLATE

Kamis, 29 Oktober 2009

Mistery Of Empty House

Malam yang sangat mencekam di kota Mouville, rasanya malam ini berbeda dengan malam- malam sebelumnya. Hujan turun membasahi seisi kota. Petir menyambar sangat keras. Lampu- lampu di jalanan terlihat meredup. Aktifitas di kota pun seketika menghilang. Tidak ada satu orang pun yang berani berkeliaran malam itu. Ditambah lagi, suasana yang dingin menusuk tulang, jaket tebal pun tidak dapat menghalanginya.
Disebuah rumah dekat pemakaman kota Mouville, terlihat seorang gelandangan tua memasuki rumah yang sudah tidak berpenghuni itu lagi. Sambil menegak habis sebotol birnya, gelandangan tua itu mendobrak pintu rumah sampai jebol. Lalu ia masuk ke dalam dan tiduran di lantai papannya yang sudah tua dan berdebu. Mungkin gelandangan itu berniat berteduh di dalam rumah tersebut. BRAK! Tiba- tiba pintu yang sudah jebol itu ter tutup, gelandangan tua barusan terkejut bukan main. Ia bangkit dan berjalan sempoyang ke arah pintu.
“BUKA! BUKA!!” Ia menggedor- gedor pintu tersebut, tetapi entah kenapa pintu rumah itu mendadak mengkunci sendiri. Si gelandangan tua terjebak di dalam. Tiba- tiba piano besar yang terletak di ruang tengah rumah itu bermain dan mengeluarkan suara sendiri. Sang gelandangan merinding ketakutan, setahunya rumah tua dekat pemakaman ini tidak berpenghuni lagi. Dan tiba- tiba, sesuatu meraih kakinya dan menyeretnya ke bawah sofa besar. “TOLONG! TOLONG!!” Gelandang tua yang malang itu berteriak- teriak meminta tolong. Dan ketika gelandangan itu masuk ke kolong sofa, seketika darah muncrat dari tempat tersebut. Entah apa yang terjadi dengan gelandangan tua itu, karena keadaan seketika menjadi sunyi, hanya suara sambaran petir dan tetesan air hujan saja yang menghiasi keadaan malam itu.

Pukul 12.25 p.m.
Keesokannya di Mouville Academy, beberapa anak berebut membeli majalah sekolah yang baru saja di terbitkan. Mereka semua seketika meributkan berita utama di majalah tersebut, yaitu berita tentang gelandangan tua yang tewas mengenaskan di rumah kosong di dekat pemakaman.
“Mayat gelandangan tua di temukan tadi subuh oleh penjaga makam di rumah kosong dekat pemakaman,” Tuvelli menutup majalah sekolah yang ia pinjam dari Nakumano sebentar,”Memang siapa yang ngebunuh?”
“Mana kutahu, pas majalah ini mau di jilid, tiba- tiba Mr. Reihan dateng sambil ngasihin laporan berita ini kepada kami, makanya tanpa tahu bener kejadian ini kami langsung ngetik, print, terus jilid bareng berita yang sudah selesai lainnya,” Jawab Nakumano yang bekerja sebagai salah satu pembuat majalah sekolah.
Neccelle mengambil majalah sekolah yang di pegang oleh Tuvelli barusan lalu membuka halaman dengan berita yang sama.
“Aneh juga ya? Kalo misalnya ini kasus pembunuhan, memang siapa yang punya dendam sama gelandangan tua kayak gini?” Katanya dengan gaya seperti detektif.
“Ini bukan pembunuhan Nec,” Jelas Tuvelli sambil geleng- geleng kepala.
“Oh... kirain,” Neccelle membuka halaman lainnya yang hanya berisi seputar tentang lingkungan sekolah, dan informasi lainnya yang menurutnya tidak terlalu penting bagi dirinya.
“Eh, tapi menarik jugakan, ayo kita selidikin!!” Peleasha yang hobi dengan hal- hal misteri langsung unjuk diri.
“Udah sih Pel, inikan bukan urusan kita, ini urusan polisi, kamu mau ikut- ikutan di bunuh mengenaskan kayak gitu?” Ujar Vicky yang tidak setuju dengan gagasan Peleasha barusan sambil menunjuk foto mayat gelandangan tua yang sudah tewas tadi malam di sampul belakang majalah sekolah. Peleasha jelas menggeleng.
“Minggu depan beritanya apa?” Tanya Neccelee pada Nakumano.
“Gak tau, itukan urusan pengurus sama ketuanya, kalo aku yang hanya menjabat sebagai typist sama repoter mana tahu menahu soal itu,” Jawabnya.
“Nakumano boleh usul gak?” Sahut Peleasha tiba- tiba sambil mengacungkan jarinya, kebiasaan kalo mau maju ke depan untuk mengerjakan soal. Nakumano mengangguk. “Tambah informasi soal buku terbaru, terus TTS-nya juga di tambah, ensklopedia mininya juga di tambah, soal- soal latihannya di tambah juga, oh ya nyampe lupa, informasi tentang penemu- penemu benda atau pun pahlawan- pahlawan di sejarah di tambah juga ya + rumus mathematic, fisika, sama chemistry- nya di tambah juga, soalnya menurutku itu wajib,” Kata Peleasha semangat.
“Salah satunya aja, kalo semuanya bisa klenger yang cari informasi,” Balas Nakumano. Peleasha terlihat berat menimbangkan hal itu, menurutnya semua usul yang ia katakan barusan merupakan menu wajib makan paginya, makanya dia jadi pusing 7 keliling begitu deh.
“Ya udah,” Akhirnya ia selesai memutuskan,” Rumus mathematic, fisika, sama chemistry aja deh.” Nakumano menarik napas, ia sudah menduga bahwa Peleasha pasti akan memilih ide itu.
“Ya, akan kuusulkan sama ketuanya nanti, kalo boleh,” Katanya.

Dikafeteria, beberapa anak masih terus membicarakan gelandangan tua itu. Ada yang bilang kalau di bunuh, ada juga yang ngomong di bunuh sama preman- preman yang sering nongkrong di dekat jembatan Old Bullworth Rain-City, lalu ada yang bilang kalau gelandangan tua itu di bunuh oleh setan yang menjaga rumah kosong tersebut. Memang menurut anak- anak yang tinggal dekat dengan rumah kosong tersebut, konon semua penghuni rumah itu katanya pernah membunuh pembantu mereka, dan menyembunyikan mayatnya di bawah papan lantai rumah kosong itu. Setelah kejadian itu, keluarga pemilik rumah kosong tersebut pindah rumah, dan sampai sekarang mayat pembantu tersebut tidak di temukan, itu artinya kabar tentang pembunuhan sadis 1 keluarga itu bohong, tetapi beberapa orang mengaku sering me-
Lihat penampakan misterius di sekitar rumah kosong tersebut. Bahkan pernah ada yang di kejar- kejar, mungkin karena merasa sangat takut orang yang dikejar setan pembantu itu sampai jatuh pingsan di tengah jalan. Dan ketika di temukan polisi dan di tanyai keesokan paginya, orang itu teriak- teriak setan, setan sambil menunjuk- nunjuk rumah kosong dekat pemakaman tersebut, dan tidak lama saat polisi berusaha menenagkannya ia malah pingsan lagi.
“Memang bener apa rumah kosong yang ada di pemakaman itu berhantu?” Kata Angelyna kurang percaya. Michihiko yang tinggal dekat dengan rumah kosong itu me- ngangguk yakin,”Waktu itu adekku yang kecil pernah nunjuk- nunjuk pohon waru yang ada di dekat rumah tersebut, dan setelah kuselidiki ternyata ada bayangan- bayangan putih yang melayang- layang gitu deh! Serem banget tau gak, malemnya aja aku sampe gak bisa tidur!” Cerita Michihiko antusias.
“Ih.... berarti bener ya, gelandangan tua itu di bunuh ama hantu,” Iverla bergidik ngeri membayangkan wajah mengerikan sang hantu.
“Terus, terus, katanya juga pernah ada yang mati di sana ya?” Aterlinas terlihat sangat antusias dengan pertanyaannya. Michihiko mengangguk kemudian meneruskan, “Dulu di sana ada satu keluarga yang tinggal, tidak lama mereka memiliki pembantu, dan kata orang- orang sekitar nih, pembantu itu mereka bunuh dengan kejam. Tubuh nya mereka potong- potong, terus di simpen di bawah papan lantai rumah kosong itu. Keesokan paginya, satu keluarga yang tidak bertanggung jawab itu melarikan diri dengan alasan pindah rumah.”
“Memangnya polisi enggak turun tangan apa?” Sela Iverla ikut- ikutan antusias.
“Enggak, soalnya gak ada bukti, terus anehnya pas di selidikin mereka enggak nemuin mayat pembantu itu, walaupun udah di cari di seluruh tempat, enggak ketemu, akhirnya keluarga itu lolos dengan selamat deh,” Michihiko mengakhiri ceritanya.
“Udah ah! Males bahas pembicaraan gak penting kayak gitu, adanya malah enggak bisa tidur nanti!” Angelyna mengangkat nampan makanan, lalu beranjak pergi dari tempat duduknya, ia sudah selesai makan walau pun tidak 100% menghabiskannya karena merasa mual mendengar cerita Michihiko barusan.

Pukul 17.34 p.m.
Sekolah sudah usai sejak pukul 17.00 p.m. tadi. Hari ini cuaca mendadak mendung, angin bertiup sangat kencang, sampai menerbangkan beberapa rok anak cewek dan menjadikannnya tontonan gratis anak cowok. Alex, Ritch, dan Akumitsu sedang mengendarai sepeda menuju Yum-Yum Market. Mereka bertiga di tugaskan ketua Boys Dorm untuk membeli bahan makanan minggu ini.
Sesampai di sana, mereka bertiga segera mencari bahan- bahan makanan yang di butuhkan sesuai daftar belanjaan yang mereka bawa. Setelah itu, mereka pasrah mengantri panjang di kasir, karena kasirnya cuman 1.
“Ah, pegel- pegel, Ritch gantian,” Akumitsu menyodorkan keranjang belanjaan ke Ritch. Dengan enggan Ritch menerimanya dan menggantikan posisi Akumitsu di antrian yang semakin memanjang saja.
“Eh, kalo misalnya kita selesai belanja, gimana kalo kita mampir dulu ke rumah kosong itu!” Usul Alex sambil berbisik ke telinga Akumitsu.
“Rumah kosong yang mana lho?” Akumitsu mengangkat sebelah alisnya, gak ngerti.
“Itu lho, yang katanya ada gelandangan tua mati di sana!” Alex memperjelas.
“Males, kamu aja sendiri,” Tolak Akumitsu.
“Aku setuju!” Ritch yang rupanya dari tadi menguping pembicaraan setuju rupanya.
“Bagus,” Alex mengacungkan jempol ke arah Ritch. Akumitsu mendengus merasa kalah,”Ya udah aku juga ikut deh, dari pada pulang sendirian,”Katanya.

Sekeluar dari Yum-Yum Market, ketiga anak cowok itu segera mengayuh sepeda hasil ciptaan mereka sendiri dari kelas bengkel, menuju rumah kosong itu. Sesampai di sana, keadaan sudah sepi, berbeda dengan foto di majalah sekolah yang keadaannya tadi pagi masih sangat ramai karena mayat pertama kali di temukan. Mereka bertiga memarkirkan sepeda masing- masing di luar pemakaman. Takut- takut penasaran mereka bertiga masuk ke dalam pemakaman dan menanjak jalan setapak menuju rumah kosong itu. Garis kuning Police Line melintang di sekeliling rumah. Ditambah keadaan rumah yang sudah tua, kotor, dan kumuh membuat ketiganya merasa jijik menginjakkan kaki mereka ke atas papan lantai rumah kosong itu. Beberapa ekor gagak mengamati mereka bertiga dari atas pohon waru yang terletak di halaman rumah kosong tersebut. Tiba- tiba mereka mendengar suara tawa menggema dari dalam rumah, seketika bulu kuduk ketiganya bangkit karena kaget. Belum usai rasa takut mereka, ketiganya di kejutkan lagi dengan suara sambaran petir yang sangat keras, dan ketika Akumitsu mengedipkan matanya, ia melihat sesosok bayangan putih melayang di ambang pintu. Ia ingin menjerit, tetapi takut di ketawain sama Alex dan Ritch.
“Alex.... ya, yakin ma, mau mas, masuk ke ke dal, dalam...?” Saking takutnya suara Akumitsu sampai tergagap.
“Memang tadi aku ngomong mau masuk ke dalam?” Setelah kalimatnya berakhir secepat kilat Alex berlari menuruni jalan setapak keluar dari pemakaman duluan.
“ALEX TUNGGU!!” Ritch dan Akumitsu pun ikut- ikutan ngacir. Namun sayang, tiba- tiba hujan turun sangat deras, membuat ketiganya harus mengayuh sepeda secepat mungkin agar segera tiba di Bullworth School.

Pukul 19.45
Di Boys Dorm, Alex, Akumitsu, dan Ritch langsung memarkirkan sepeda mereka di sembarang tempat dan buru- buru masuk ke dalam gedung asrama mereka. Ketiganya ngos- ngosan karena kelelahan mengayuh sepeda. Ketua asrama mendekati mereka dan berkata,”Belanjaan?” Seketika ketiganya teringat, belanjaan berisi bahan makanan selama seminggu yang sudah mereka beli ternyata ketinggalan di rumah kosong itu. Ritch cengengesan,” Kayaknya ketinggalan deh,” Katanya. Seketika muka ketua asrama menjadi merah. “CABUT!!” Alex, Akumitsu, dan Ritch langsung ngibrit ke kamar masing- masing sebelum emosi ketua asrama meledak.

Pukul 08.10 a.m.
Esok paginya, di depan kelas VII B, Alex, Akumitsu, dan Ritch menceritakan kisah seram mereka kepada beberapa anak kelas VII B lainnya.
“Bener, ngeri banget! Jangan- jangan itu rumah memang ada penunggunya!” Seru Alex tanpa henti. “Kata Akumitsu, dia malah sempet ngeliat bayangan putih melayang gitu deh!”
“Masa sih?” Asilly mengernyitkan dahinya tidak percaya.
“Masih ngeyel, liat aja sendiri kapan- kapan deh!!” Balas Alex, tidak perduli.
“Terus Ritch, kalian di kejer gak sama setannya?” Tanya Ikoni, penasaran. Ritch diam sesaat, tetapi setelah itu ia menggeleng cepat.
“Akumitsu, kamukan katanya yang ngeliat penampakan setan rumah kosong, memangnya, seperti apa ciri- ciri setan itu?” Tanya Nakumano sambil menyiapkan notes kecil dan polpen, maklum salah satu reporter majalah sekolah.
“Bajunya putih, rambutnya kusut, panjang, warnanya abu- abu, terus dia berdiri di ambang pintu rumah kosong itu,” Jawab Akumitsu, bergaya seperti saksi mata kejadian pembunuhan. “Begitu ya,” Nakumano buru- buru menulis apa saja yang baru di katakan Akumitsu di notes kecilnya.
“Tuh, benerkan, ada hantunya! Ayo kita selidikin sih, penasaran banget lho!” Peleasha menarik- narik lengan Vicky dan Tuvelli, bermaksud mengajak mereka menyelidiki rumah kosong itu.
“Aduh Peleasha, memangnya siapa yang ngomong enggak ada hantunya, kemaren kita cuman ngomong itu urusan polisi, bukan urusan kita,” Jelas Vicky, berusaha menolak ajakan Peleasha.
“Kita? Bukannya kamu aja kemaren yang ngomong kayak gitu?” Sahut Neccelee tiba- tiba. Vicky mengingat-ingat sebentar,”Iya, ya. Aku yang ngomong.” Vicky senyam- senyum sendiri.
“Bodo! Malam ini, aku akan pergi ke sana!” Sergah Peleasha cepat,”Dan aku akan pecahkan misteri ini!!!”
“Memangnya Scooby-Doo!” Kata Tuvelli sambil tertawa.
“Yah, semacam itulah!” Balas Peleasha cuek.
“Peleasha, kamu mau pergi ke rumah kosong malam ini?!!” Tiba- tiba Aterlinas menyahut karena tadi mendengar perkataan Peleasha.
“Iya, kenapa Aterlinas, mau ikut juga?” Kata Peleasha, berusaha menawarkan ajakannya ke Aterlinas.
“Oh enggak, tapi katanya Zeakicha, Michihiko, Ikoni, sama Inotsuka mau kesana,” Balas Aterlinas seraya menggeleng sebentar. Peleasha menoleh ke arah Tuvelli, Vicky, dan Neccelee sambil berkata,”Tuh ada yang mau ke sana jugakan? Kalian ikut aja, makin rame setannya makin takut!”
“Eah.... kapan- kapan aja deh,” Neccelee berusaha mencari jawaban lain.
“Ya udah,” Peleasha mengalihkan perhatiannya ke tempat lain, dan tiba- tiba Nakumano menepuk pundaknya dan dengan tergesa- gesa ia berkata,”Peleasha, denger-denger kamu mau pergi ke rumah kosong ya?” Peleasha mengangguk.
“Bagus deh,” Nakumano terlihat senang,”Kamu mau gak nolongin aku, please ini terdesak banget!”
“Nolongin apa dulu?”
“Sebenernya aku juga mau ikut ke rumah kosong itu, tapi berhubung hari ini aku ada rapat penting tentang tema majalah minggu depan, aku jadi enggak bisa kesana. Jadi kamu mau gak tolong ambil gambar penampakan setan itu, kalo ada,” Kata Nakumano panjang lebar.
“Hmm.... gimana ya?” Peleasha berpikir- pikir dulu,” Ya udah deh gak apa- apa. Tapi kamu harus pertimbangin usulku yang kemaren lho!”
“Ya baiklah, pake alat apa aja boleh deh, yang penting gambar, malahan kalo direkam lebih bagus,” Balas Nakumano.
“Tapi kalo nampakin dirinya, kalo enggak ya berarti enggak ada gambarnya,” Kata Peleasha. Nakumano mengangguk mengerti, dan setelah itu ia buru- buru pergi ke tempat Alex dan Ritch untuk di wawancarai juga.
“Peleasha!!!” Tiba- tiba Michihiko berteriak memanggilnya dari kejauhan. Dan tidak lama ia berlari ke tempat Peleasha berada. Di belakangnya Aterlinas, Ikoni, Inotsuka, dan Zeakicha membuntutinya.
“Ngapa?” Tanya Peleasha ketika keempatnya sampai.
“Kamu bener mau ke rumah kosong?” Ikoni mencoba meyakinkan dirinya, karena semula ia tidak yakin Peleasha serius dengan perkataannya. Peleasha mengangguk yakin 100%. “Bagus.”
“Kita ke sana jam berapa?” Tanya Inotsuka kali ini.
“Hmm.... sekitar jam 18.00 p.m. kita ketemuan di depan gerbang sekolah, gimana?” Usul Zeakicha.
“Boleh juga,” Peleasha setuju. Yang lainnya pun begitu.
“Eh, ada perubahan, aku juga ikutlah, soalnya bosen juga sih nganggur di asrama, lagian hari ini aku gak ada jadwal syuting kok,” Sela Aterlinas.
“Syuting, syuting, memangnya kamu artis!” Semprot Inotsuka, disambut gelak tawa
Zeakicha, Michihiko, Ikoni, dan Peleasha.

Pukul 18. 05 p.m.
Sesuai perjanjian, Peleasha, Michihiko, Aterlinas, Zeakicha, Ikoni, dan Inotsuka sudah kumpul di depan gerbang Bullworth School. Walau pun kelebihan 5 menit, itu juga karena nungguin Michihiko yang paling akhir dateng.
“Okay, semua sudah ngumpul, kita berangkat sekarang,” Ajak Peleasha yang paling semangat. Sebelum menaiki sepedanya, Michihiko mengambil kalung bawang yang ia siapkan sepulang sekolah tadi dan langsung di kenakannya di lehernya.
“Ngapain pake kalung bawang segala?!” Tanya Aterlinas setengah ketawa sekaligus heran melihat tingkah Michihiko.
“Oh gak apa- apa, sedia selimut sebelum hujan, benerkan?” Jawab Michihiko.
“Sedia payung sebelum hujan kali!” Peleasha berusaha membenarkan pribahasa Michihiko yang salah dan ngawur.
“Alah apa aja boleh deh, kita berangkat sekarang!” Ajak Ikoni seraya mengayuh sepedenya duluan, meninggalkan teman- temannya di belakang.

Pukul 18.53 p.m.
Mereka berenam sampai di tempat tujuan. Dengan hati- hati mereka parkirkan sepeda mereka masing- masing di bawah pohon waru depan rumah kosong itu. Ikoni mengeluarkan senter mininya dan langsung berjalan ke sana duluan.
“Ikoni, tungguin aku!” Inotsuka buru- buru mengejarnya.
“Peleasha ayo buruan!!” Aterlinas berseru memanggil Peleasha yang masih mem- persiapkan barang- barang bawaannya. Ia membawa kamera digital serba guna ciptaan- nya yang ia rancang sewaktu mengikuti olimpiade merancang ulang benda elektronik. Dan saat itu, ia merancang ulang kamera digital biasa, menjadi serba guna.
Mereka berenam meloncati garis Police Line dan tiba di depan pintu rumah kosong yang sudah jebol engselnya. Zeakicha membuka pintu itu dengan sangat hati- hati. Dan begitu ia melangkah masuk ke dalam, segerombol kelelawar langsung menerjang ia dan teman- temannya sampai lari kocar- kacir keluar dari rumah kosong tersebut. Seekor kelelawar menghinggap di rambut Inotsuka. Dan Inotsuka pun men- jerit- jerit ketakutan.
“AAA!! Tolong aku benci kelelawar!!!!” Ia sangat panik. Ikoni buru- buru meng- hantam kelelawar yang hinggap di rambut Inotsuka itu dengan tongkat kayu yang ia temukan dekat dengannya berada. Kelelawar itu langsung terbang lagi mengikuti teman- temannya yang sudah terbang duluan.
“Masa masuk langsung di sambut sama gerombolan kelelawar sih?!” Omel Michihiko kesal sambil membetulkan gaya rambutnya kembali,”Udah capek- capek modelin rambut, acak- acakan lagi deh!!”
“Hah... kalo Zeakicha yang buka pintu yang nyambut pasti aneh- aneh!” Sindir Ikoni sambil mendengus kesal.
“Coba kamu sih, adanya palingan kapak yang nyambut!!” Zeakicha tidak kalah menyindir.
“Tenang- tenang, please calm everybody,” Sela Aterlinas,”Sekarang, mau di lanjutin lagi gak, ekspedisinya?”
“Enggak!” Jawab Inotsuka keras- keras.
“Setuju sama Inotsuka!” Timpal Michihiko.
“OKE, setuju sama kalian berdua!” Tambah Zeakicha lagi,”Rambutku bisa kutuan tau gak, kalo sampe kenaan kutu kelelawar barusan!”
“Jadi, kayak mana?” Peleasha bertanya kepada semua orang yang ada di tempat.
“Kita pulang,” Jawab Aterlinas mewakili semuanya.
“Allright, tapi sebelum itu aku mau rekam- rekam dikit bolehkan?” Kata Peleasha mengalah. Aterlinas dan yang lain mengangguk.”Asal gak masuk ke dalem aku setuju,” Tambah Ikoni seraya mengacungkan jempolnya.
“Beres!” Peleasha menghidupkan kamera digitalnya, lalu ia ganti dari kamera menjadi alat perekam gambar. Karena menggunakan infra merah jadi bisa melihat dalam gelap deh. Ditemani Ikoni, ia mengelilingi rumah kosong itu tanpa rasa takut. Sedangkan Michihiko, Aterlinas, Zeakicha, dan Inotsuka menunggu di bawah pohon waru. Keempatnya sudah stand by di atas sepeda masing- masing.
“Peleasha, buruan!” Bisik Ikoni sambil tengok kanan-kiri memastika keadaan sekitar mereka aman.
“Iya bentar lagi!” Balas Peleasha cuek. Tiba- tiba Ikoni merasa bahwa di belakang mereka ada yang mengikuti, tetapi setiap ia berbalik untuk melihat ke belakang, di belakangnya tidak ada siapa- siapa. Tetapi kenapa suara langkah kaki terasa lebih dari 2 orang. Kemudian ia mendapat ide.
“Peleasha arahkan kamera digitalmu ke sini deh!” Katanya seraya membalikkan tubuh Peleasha, sedangkan ia buru- buru berlari ke samping Peleasha. Dan ternyata di layar kamera digital terlihat sesosok hantu mengenakan gaun putih, muka hancur, rambut acak- acakan panjang selutut berwarna abu- abu. Dari kedua matanya mengalir air mata darah, dan ia berkata,”Tolong aku.” Peleasha dan Ikoni diam sesaat, mereka berdua terus memperhatikan layar kamera digital dengan serius.
Tidak lama setelah penampakannya terekam di kamera, hantu itu menghilang. Peleasha mematikan kamera digitalnya, ia dan Ikoni melepas pandangan dari layar kamera dan sesaat saling pandang.
“HANTU!!!!!” Keduanya ngibrit bukan main. Michihiko dkk terkejut melihat kedatangan Peleasha dan Ikoni yang tiba- tiba. Keduanya menaiki sepeda masing- masing dan langsung keluar dari pemakaman duluan.
“Lho? Kok kita di tinggalin sih?” Zeakicha pun buru- buru meninggalkan pemakaman diikuti Aterlinas, Michihiko, dan Inotsuka.

Pukul 20.00 p.m.
Sesampai di sekolah, keenamnya buru- buru meletakkan kembali sepeda masing- masing di tempat parkiran sekolah dan segera kembali ke Girls Dorm untuk melihat hasil rekaman Peleasha.
Kamar Peleasha, Vicky yang sekamar dengannya juga ingin ikut nonton. Dengan menggunakan kabel khusus, hasil rekaman dari kamera digital di sambungkan ke komputer agar lebih leluasa melihatnya. Diakhir rekaman alias saat penampakan hantu rumah kosong, Michihiko, Aterlinas, Inostuka, Zeakicha, dan Vicky langsung menjerit- jerit ketakutan. Hanya Ikoni dan Peleasha yang justru melototin mata hantu itu dengan serius.
“Matiin Pel, aku gak mau ngeliat!!” Pinta Vicky sambil menarik- narik tubuh Peleasha.
“I, iya,” Peleasha buru- buru mematikan komputernya sebelum Vicky menjambak- jambak rambutnya karena ketakutan melihat penampakan hantu.
“Ih, kalo di peratiin, mirip muka Denada ya?” Duga Michihiko asal- asalan.
“Hus, ngawur kamu ini! Muka setan sama muka manusia kok di sama- samain!” Sembur Inotsuka tiba- tiba.
“Jadi, setan itu memang ada beneran ya?” Sela Zeakicha, serius.
“Ya adalah, Michihiko itu apa bukan salah satunya!” Jawab Ikoni seraya melirik Michihiko, yang tidak mendengar jawabannya barusan.
“Hei, hei, aku punya usul nih, lebih baik besok video ini kita kasih tau anak- anak kelas VII B lainnya dulu, terus besok malamnya kita selidikin lagi! Inget, gak ada kata kabur kayak malam ini!” Usul Peleasha semangat.
“Peleasha, serius ngomong kayak gituan?” Sahut Zeakicha. Peleasha dengan yakin mengangguk.” Hah.... buset.”
“Eh, tapi tadi aku sempet denger dia ngomong ‘tolong aku’ gitu deh,” Sela Ikoni.
“Iya juga ya, jangan- jangan bener di sana pembantu itu di bunuh, kalo iya, berarti kita harus minta bantuan polisi untuk memeriksa rumah itu lagi!” Kata Michihiko, baru kali ini perkataannya ada benernya, biasanya hanya bikin ngaco dan buang- buang waktu aja.
“Bener, Michihiko bener. Tapi kalo kita kasih tau polisi sekarang, pasti pada gak percaya, kita harus nemuin sejumlah bukti dulu!” Balas Aterlinas, tidak kalah serius.
“Satu- satunya tempat untuk mencari bukti hanyalah rumah kosong itu, dan kalo sudah begini, waktunya VII B harus turun tangan,” Peleasha mengakhiri pembicaraan malam itu. Dan tidak lama, mereka semua segera kembali ke kamar masing- masing.

Pukul 07.34 a.m.
VII B geger dengan adanya rekaman asli penampakan hantu rumah kosong dekat pemakaman. Peleasha sudah memindahkan rekamannya dari kamera ke Hp, agar mudah di Bluetooth ke Hp milik teman- temannya yang lain.
“Gak mau aku gak mau liat!!!!” Angelyna berusaha mati- matian menolak ajakan Iverla dan Katheleen utnuk nonton bareng video penampakan itu.
“Ngapa sih? Kan nontonnya bareng,” Katheleen belum menyerah membujuk Angelyna.
“Gak mau! Serem! Mukanya ngeri banget!!” Angelyna tetap ngeyel.
“Ya udah, kalo gak mau,” Akhirnya Iverla dan Katheleen saja yang menonton.
“Keren, penampakan asli,” Ezhira-Shui terkagum- kagum melihat video itu. Ia sudah menonton sekitar 40 kali tetapi masih saja pengen nonton lagi, maklum penggemar fanatik sesuatu yang berbau mistis.
“Nakumano, ini videonya,” Kata Peleasha seraya menyodorkan Hpnya ke Nakumano agar ia bisa melihat sendiri penampakan semalam.
“Ah ya, aku udah liat kok,” Jawab Nakumano bohong, sambil menerima Hpnya Peleasha. Sorry, tapi aku paling enggak seneng ngeliat video kayak gini, bisa- bisa 3 bulan enggak tidur aku! Ucapnya dalam batin.
“Ritch, nanti malem kita ke sana lagi yok!” Ajak Alex antusias.
“Enggak!” Tolak Ritch keras.
“Yaelah, kamu ini kok penakut banget sih, badannya gede, tapi nyalinya seupil, capcay deh!” Sindir Alex jengkel.
“Bukannya gitu men, hari ini aku sibuk banget,” Ritch berusaha mencari alasan lainnya agar bisa menipu Alex.
“Oh, no, no, no, no, aku gak bisa di tipu. Sibuk apaan, adanya juga kamu ini sekarang lagi bekerja sama with ketua majalah sekolah untuk mengambil gambar Eivva secara diam- diam, iyakan?” Selidik demi selidik yang diucapkan Alex memang benar semua. Muka Ritch dengan sangat cepat menjadi semerah tomat. Ritch merasa kalah dengan Alex dan pada akhirnya ia setuju juga.
“Ergh... !! Ya udah deh! Aku ikut kamu nyelidiki tempat itu!”
“Nah gitu dong, Akumitsu, Anderla, sama Asilly juga mau ikut,” Kata Alex sambil tersenyum penuh kemenangan.

Pukul 12.45 p.m.
Dikafeteria........
“Peleasha, malem ini Inotsuka enggak bisa ikut, dan sebagai gantinya aku, Tuvelli, Vicky sama Ezhira-Shui yang mau ikut ke sana,” Ujar Neccelle saat mereka sedang menikmati makan siang.
“Oh gak apa- apa, aku seneng banget kalian mau ikut juga, makin rame.....,”
“Setannya makin takut,”Potong Vicky yakin.
“Salah! Makin rame, aku makin gak takut!!” Peleasha membenarkan sambil mengibaskan tangannya ke muka Vicky.
“Mau ambil gambar lagi neh?” Tanya Ikoni ketika melihat Tuvelli mengeluarkan handy-camnya dari tas sekolah. Tuvelli mengangguk tanpa menoleh sedikit pun ke arah Ikoni.
“Penasaran banget tau gak, apa lagi pas ngeliat video punya Peleasha,”Akunya.
“Jadi yang ikut siapa aja nih?” Tanya Vicky kepada Peleasha.
“Aku, kamu, Neccelee, Tuvelli, Ikoni, Ezhira-Shui, Aterlinas, Michihiko, Zeakicha, udah itu aja,” Jawab Peleasha santai.
“OK, hari ini kita ketemuan langsung di depan pemakaman, setuju gak?” Usul Zeakizha.
“Boleh juga, setuju!” Yang lainnya setuju juga rupanya.

Pukul 18.15 p.m.
Didepan Book Store’s Bullworth, Alex, Asilly, Anderla, dan Akumitsu sedang menunggu Ritch yang masih berada di dalam karena lagi membeli beberapa komik keluaran terbaru minggu ini. Sudah sekitar 30 menit mereka menunggu akhirnya si progamer game yang tidak terlalu mirip dengan anggota perpustakaan itu keluar juga dari Book Store’s Bullworth.
“Lama banget! Shopping atau beli buku kamu ini?!!” Omel Alex ketika ia sudah berada di depan teman- temannya.
“Beli bukulah! Udah ayo buruan kita pergi ke rumah kosong!” Ajak Ritch, mengalihkan pembicaraan. Kemudian kelimanya menaiki sepeda masing- masing dan segera pergi ke rumah kosong.

Pukul 19.27 p.m.
Peleasha, Vicky, Tuvelli, Neccelle, Ikoni, Michihiko, Aterlinas, Zeakicha, dan Ezhira-Shui sudah berkumpul di depan pemakaman. Mereka memakirkan sepeda masing- masing di sisi gerbang pemakaman. Lalu kesembilannya memasuki pemakaman dan menanjak jalan setapak menuju rumah kosong itu. Disekeliling jalan setapak hanya ada makam- makam tua dengan nisan masing- masing.
Akhirnya mereka sampai di depan rumah kosong. Karena kemarin Zeakicha sudah membukakan pintu dan mereka langsung di sambut oleh gerombolan kelelawar, kini giliran Ikoni yang membukakan pintu. KRIET.... pintu terbuka dan tidak terjadi apa- apa. Ikoni mengurut- ngurut dada lega.
Tetapi, baru selangkah Ikoni menjejakkan kakinya di dalam rumah kosong itu, tiba- tiba lantai papan yang di pijaknya jebol dan akibatnya ia terjungkal dan jatuh. GEDUBRAK!! Zeakicha mati- matian mentertawainya.
“Hwa..! Ha...! Ha...! Ha.!!! Ini nih akibatnya menyindir ratu Zeakicha kemaren!!” Ikoni bangkit dan menatap Zeakicha sebal,”Gak lucu!!” Katanya.
“Udah Zea, bisa- bisa setannya gak mau keuar denger suara tawamu,” Sela Vicky berusaha menenangkan tawa Zeakicha yang menjadi- jadi saja.
“Please silent!!!” Seru Aterlinas tiba- tiba sambil meletakkan jari telunjuknya di depan wajah Zeakicha. “I,iya,”Zeakicha mengangguk mengerti walau pun tawanya sudah berhenti tetapi senyum anehnya tidak.
Mereka memasuki ruang tengah rumah kosong itu, ternyata di dalamnya lebih parah dari pada dugaan mereka. Banyak debu di sana-sini, sarang laba- laba, bahkan mereka hampir tidak bisa melihat walau pun sudah di terangi oleh senter. Disana ada sebuah perapian yang sudah tua, piano ukuran besar, sofa yang sudah tua dan lapuk, tangga menuju lantai 2, dan pintu menuju dapur.
“Sekarang, kita bagi kelompok,”Kata Peleasha,”Aku sama Vicky, Michihiko sama Aterlinas, Ikoni sama Ezhira-Shui, Tuvelli, Neccelle, sama Zeakicha.”
“Ya udah, kalo gitu kita bertiga ngeliat- liat dapur aja,” Kata Tuvelli seraya menarik tangan Neccelle dan Zeakicha ke dapur.
“Aku sama Ikoni ke atas!!” Ezhira-Shui terlihat berapi- api, buktinya ia sampai menyeret Ikoni agar cepat- cepat menaiki tangga, maklum Ezhira-Shui fans berat dunia mistis.
“Kalo gitu, aku sama Vicky mau ngambil gambar bagian dalam tempat ini,” Ujar Peleasha seraya mengeluarkan kamera digitalnya lagi dan menghidupkannya.” Ayo Vick!” Ajaknya. Vicky menurut dan mengikuti Peleasha menjelajah bagian dalam rumah tersebut.
“Kalo gitu kita diem di sini aja kali ya,” Ucap Michihiko salah tingkah.
“Ide bagus,” Aterlinas setuju, ia duduk di atas sofa tua yang lapuk itu, sedangkan Michihiko melihat- lihat piano besar tua yang berada di sebelah sofa tempat Aterlinas duduk.

Diluar rumah kosong, Alex, Ritch, Akumitsu, Anderla, dan Asilly turun dari sepeda masing- masing. Selagi Anderla mencari- cari senter di ranselnya, keempat temannya itu berkeliling ke sekitar rumah.
“Ah, kemana sih senternya??!!!” Anderla menjadi kesal karena dari tadi tidak berhasil menemukan senternya. Tidak lama”Aha, kutemukan juga akhirnya!!!” Anderla mengeluarkan senter dari dalam ranselnya. Dan ketika di hidupkan, senter- nya tidak menyala sama sekali. Ia menjadi bingung. Dipukul-pukulkannya senter itu di sebelah tangannya, tetapi tidak hidup juga. Akhirnya Anderla membuka tempat baterei senter itu, dan ternyata dugaannya benar, baterei senternya belum di pasang.
“BEGOK! BEGOK!!” Makinya pada diri sendiri. Sekali lagi ia merogoh isi ransel- nya untuk mencari baterei cadangan. “Baterei, where are you?” Karena sulit mencari baterei yang ukurannya kecil, akhirnya Anderla menyerahkan ranselnya ke tangan orang lain yang ia kira Alex, ia tidak tahu kalau teman- temannya sudah tidak bersamanya saat ini, sedangkan dengan tenang ia tetap mencari baterei itu.
“Ketemu!!” Serunya senang. Ia memasang baterei itu pada senternya. Senter berhasil memancarkan sinar, Anderla tertawa- tawa senang karena berhasil. Sambil mengambil ranselnya, ia berkata”Makasih ya, Alex,”Katanya. Tetapi tidak ada jawaban, ia melihat ke sekiling, tidak ada teman- temannya lagi, kalau begitu yang di sebelahnya, siapa? Mungkin karena gelap, jadinya ia tidak bisa melihat dengan jelas.
Ia menerawangkan cahaya senternya ke wajah orang yang di sebelahnya, dan ternyata itu penampakan hantu rumah kosong yang sama seperti rekaman video Peleasha kemarin malam. “Set... Set.. Set.....Setan....,”BRUK!! Anderla jatuh tidak sadarkan diri, pingsan.

Neccelle dan Zeakicha melihat- lihat toilet dan kamar kecil yang ada di dapur, sedangkan Tuvelli mengambil gambar di sekitar tempat mereka alias dapur dengan handy-camnya. Zeakicha keluar dari toilet sambil menutup hidung. Tuvelli langsung menyorotkan handy-camnya ke muka Zeakicha dan menanyainya,”Gimana keadaan toilet Zea?”
“Busuk!!” Jawab Zeakicha, sambil terbatuk- batuk karena mual melihat toilet yang sudah kotor dan tidak terpakai itu lagi. Tidak lama Neccelle juga keluar dari kamar kecil yang ada di sebelah toilet itu dengan ekspresi biasa- biasa aja.
“Bagaimana keadaan di dalam Necc?” Tanya Tuvelli sambil memindahkan sorotan handy-cam ke wajah Neccelle.
“Di dalam gak ada apa- apa, hanya ada sebuah tempat tidur ukuran kecil yang sudah lapuk, kotor, dan tua,” Jawabnya.
“Kita udah liat- liatkan, sekarang ayo buruan kita keluar dari rumah ini!” Ajak Zeakicha.
“Bentar, bentar, tanggung dikit lagi,” Sergah Tuvelli cepat. Buru- buru ia merekam bagian dapur lainnya. Zeakicha menghela napas pasrah.

Peleasha dan Vicky melihat- lihat kembali ruang tamu tempat pertama mereka masuk. Disana juga ada sebuah sofa, dan di bagian papan lantai dekat sofa itu terdapat bekas bercak darah. Peleasha mengarahkan kamera digitalnya ke bercak- bercak darah itu dan bergumam,”Jadi di sini sang gelandangan tua di bunuh.”
“Pel, kitakan udah ngelilingin setiap sudut rumah ini, lebih baik kita keluar sekarang aja ya?” Ajak Vicky, ia merasa tidak enak dengan rumah kosong ini.
“Bentar tanggung,” Balas Peleasha serius. Vicky menoleh ke arah jendela yang ada di ruang tamu itu, dan sekilas ia terkejut saat melihat bayangan putih yang sama persis seperti di lihat oleh Akumitsu dulu, sedang mengintip mereka melalui jendela yang sama.
“Peleasha.......,” Panggilnya sambil menarik- narik rompi anggota perpustakaan Peleasha. “Peleasha........,”Panggilnya lagi. Dan ketika ia menoleh ke tempat Peleasha ternyata bukan Peleasha, melainkan hantu rumah kosong itu.
“AAAA!!!” Ia menjerit histeris.
“VICKY BANGUN!!!” Tiba- tiba Peleasha menguncang- guncangkan bahu Vicky.
“Hah?” Vicky mengerjap- ngerjapkan matanya bingung. Rupanya ia barusan berhalusinasi. “Peleasha? Lho jadi tadi....?”
“Kamu kok ngelamun sih?!” Tanya Peleasha sewot. “Kesambet aku gak tau cara nangkalnya lho!!”
“So, sorry deh...,” Vicky cengar- cengir salah tingkah. Ia menoleh ke arah jendela lagi, dan kali ini ia kembali melihat bayangan hantu tersebut. Vicky memejamkan matanya dan memukul- mukul kepalanya sendiri, ketika ia membuka matanya, hantu itu telah raib.

Lantai 2 rumah kosong lebih gelap dari bagian bawahnya. Bukan hanya berdebu, kotor, kumuh, dan tua saja, tetapi juga kayunya sudah benar- benar kritis. Salah- salah langkah, Ikoni dan Ezhira-Shui bisa jatuh ke bawah karena papan lantai yang mereka pijak jebol karena termakan usia. Dilantai 2 terdapat 3 kamar, kamar pertama sudah Ikoni dan Ezhira-Shui periksa, tetapi isinya kosong, kamar kedua juga sudah mereka periksa, isinya juga kosong sama seperti kamar sebelumnya. Hanya tinggal kamar ketiga yang belum.
KREK..... pintu kamar ketiga di buka oleh Ezhira-Shui. Keadaan di dalam gelap, sama seperti kamar- kamar sebelumnya. Ikoni mengarahkan senter ke dalam kamar, begitu juga Ezhira-Shui. Kamar ketiga ini lebih cocok di katakan gudang dari pada sebuah kamar untuk tidur. Karena di dalamnya banyak perabot- perabot yang tertumpuk. Mulai dari meja, lemari baju, sampai kursi juga, sayangnya semua benda itu sudah rusak dan cacat., kaki kursinya hilang satu, lemari jebol, meja patah, dll.
Keduanya masuk ke dalam dan berdesak- desakan dengan perabot- perabotan itu. Tiba- tiba Ezhira-Shui menyuruh Ikoni berhenti dan membuatnya menjadi heran.
“Kenapa Ezhira-Shui?” Tanya Ikoni penasaran.
“Stt... aku merasakan sesuatu di sekitar kita,” Jawabnya serius. Ikoni melongo tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan temannya itu.
“Memang ada apaan?” Tanyanya lagi makin penasaran.
“Memang benar, di rumah ini ada hantunya, aku bisa rasakan, roh halus yang menunggu tempat ini, jasadnya berada di sekitar kita,” Katanya, membuat Ikoni mau jantungan. Jasadnya? Kalo gak salah, dulu memang beredar gossip pembunuhan di rumah kosong ini? Jangan- jangan bener ya? Batinnya.
Setelah sekian detik Ezhira-Shui terdiam untuk merasakan hawa keberadaan hantu rumah kosong, tiba- tiba ia berseru dengan panik,” Ikoni buruan turun, hantu ini ada di ruang tengah!!!” Ikoni menurut, ia pun segera menyusul Ezhira-Shui yang sudah duluan keluar dari kamar.

Ruang tengah terasa sepi karena Michihiko dan Aterlinas tidak saling bicara, keduanya sibuk mengotak-atik benda apa saja yang ada di sekitar mereka. Tiba- tiba sesuatu yang mengejutkan terjadi, piano besar yang ada di dekat mereka berada ber- main sendiri. Bulu kuduk Michihiko langsung bangkit dengan sendirinya. Aterlinas juga begitu.
Suara piano terdengar sampai dapur dan membuat Tuvelli, Neccelle, serta Zeakicah ikut terkejut bukan main.
“Suara piano?” Tuvelli mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
“Setahuku di kelas VII B gak ada yang sepinter ini main paino deh,”Sela Zeakicha.
“Jangan- jangan....,”Neccelle langsung berlari menuju ruang tengah diikuti Tuvelli dan Zeakicha.
Bukan hanya dapur, di ruang tamu pun ikut terdengar, Peleasha dan Vicky buru- buru bergegas ke ruang tengah. Dilantai 2, Ezhira-Shui semakin yakin kalau hantu rumah kosong ini sekarang sedang menampakan dirinya di ruang tengah, tanpa menunggu- nunggu Ikoni, ia langsung berlari duluan menuruni tangga, bahkan sempat terpeleset.

Aterlinas dan Michihiko merapat di dinding, keduanya sama takut saat melihat penampakan hantu rumah kosong itu yang ternyata pianis pianonya. Mereka berdua gemetaran hebat. Tiba- tiba Ezhira-Shui muncul dari mulut tangga diikuti oleh Ikoni yang langsung ikut ketakutan. Ikoni pun bergabung dengan Michihiko dan Aterlinas merapat di dinding.
Peleasha dan Vicky masuk bersamaan di ruang tengah dengan Neccelle dkk. Vicky dan Peleasha pun ikut bergabung dengan Michihiko, Aterlinas, dan Ikoni. Zakicha, Neccelle, dan Tuvelli juga begitu rupanya. Tetapi Tuvelli dan Peleasha tetap memasang alat perekam masing- masing untuk merekam hantu itu.
“Main pianonya hebat banget,” Puji Vicky terkagum- kagum,”Kalo bukan hantu, aku langung privat nih!”
“Ini penampakan beneran, bukan rekayasa!!!!!!!” Seru Aterlinas.
“Bukan, ini rekayasa!!!!!” Rupanya Zeakicha berpendapatan lain. DENG!! Sang hantu berhenti memainkan pianonya, ia berbalik, menatap Peleasha dan yang lainnya. Dan tiba- tiba ia menghilang.
“Fiuh... untung aj..,” Belum selesai Ikoni mengucapkan kalimatnya, kali ini hantu itu muncul lagi di depan mereka semua sambil memamerkan wajahnya yang hancur. Matanya meleleh keluar dari rongga, kedua tangannya putus dan merangkak mendekati kaki Ikoni. Lidahnya menjulur panjang, menjilat wajah Michihiko dan seketika membuatnya jatuh pingsan.
“HAH?! MICHIHIKO KOK PINGSAN SEKARANG SIH??!!” Seru Aterlinas panik. Peleasha dan Tuvelli makin deg- degan menyaksikan adegan itu lewat layar alat perekam mereka masing- masing. Hantu itu menghilangkan wujudnya lagi, sesaat mereka semua celingukan mencarinya, dan rupanya kali ini ia muncul di depan layar alat perekam Tuvelli dan Peleasha. Keduanya melotot saking terkejutnya dan tentu saja tidak lupa berteriak.
“AAAAAAAAA!!!!!” Keduanya mematikan alat perekam masing- masing dan langsung berlari duluan keluar dari rumah.
“KOK NINGGALIN LAGI SIH??!!” Zeakicha buru- buru mengejar kedua orang itu. Dibelakangnya, Ikoni, Aterlinas, dan Neccelle yang pasrah di suruh meng- gendong Michihiko karena pingsan, juga mengikutinya.
Diluar rumah, mereka makin terkejut saat melihat Anderla juga tergeletak tidak sadarkan diri di depan pohon waru dan sepeda- sepeda milik Akumitsu dkk.
“Lho? Anderla kok bisa ada di sini sih?” Tanya Tuvelli pada yang lainnya.
“Mana kita tau,” Jawab Neccelle, ngos- ngosan karena kecapaian menggendong Michihiko yang beratnya semakin naik setiap minggunya.
“Well, sekarang kita bangunin dia dulu, gak tega aku ngeliat dia pingsan di depan rumah angker ini,” Sahut Zeakicha.
“Tumben baik, kapan insaf Zea?” Goda Ikoni sambil mentertawainya. “TAHUN DEPAN!!!” Jawabnya ketus.
“Tunggu dulu, kira- kira di sini siapa yang ngeliat Ezhira-Shui?!” Sela Vicky tiba- tiba,”Dia tadi masih di dalam kayaknya ya?” Semua anak saling pandang. Dan sedetik kemudian mereka berteriak panik.

Tetapi nyatanya, di dalam rumah kosong, tepatnya di ruang tengah........
“YAK, Chees....,” Kata Ezhira-Shui seraya mempotret dirinya dengan kamera yang diam- diam ia bawa. Disebelahnya, hantu rumah kosong berpose bersama dengannya, mulai gaya metal, anak sekolah, vampire, sampai gaya single.
“Makasih ya,” Katanya kepada hantu rumah kosong itu, setelahnya ia langsung ngibrit keluar dari rumah kosong dengan perasaan puas bercampur senang. Akhirnya, aku punya foto original diriku yang sedang berfoto dengan mahluk halus, yes!!! Serunya dalam batin. Ketika ia sampai diluar, teman- temannya yang lain langsung menyambutnya dengan puji syukur, karena Ezhira-Shui berhasil keluar dengan selamat.
Akumitsu dan yang lainnya ke tempat sepeda mereka di parkir, dan mereka ter kejut saat melihat Peleasha dan yang lainnya sedang mengerumuni Anderla yang untungnya sudah sadar. Seketika semuanya berkumpul.
“Anderla, kamu ini dicariin, kemana aja?!” Cerocos Alex kesal.
“Sorry, tadi aku......,”
“PINGSAN!” Sela Aterlinas, membuat hati Anderla panas,”Gak usah nyela omongan orang kenapa?”
“Soalnya, kalo enggak disela, jawabnya bisa laen dari kenyataan, bener gak?!”
“BENER!!!” Jawab teman- temannya yang lain kompak. Anderla mencibir tidak jelas saking kesalnya. Tapi memang bener kok, kalo enggak di sela, Anderla mau jawab, lupa, terus kalo gak mempan, alasan lainnya ban kempes mendadak.
“Kok kalian bisa ada di sini sih? Mau nyelidikin hantu juga?” Tebak Peleasha.
“Ya, tapi kita enggak nemuin apa-apa,” Jawab Asilly, kecewa.
“Sayang banget, di dalem banyak sekali hal- hal mengerikan,” Kata Ikoni sambil menunjuk ke arah rumah kosong.
“Termasuk kamu yang bikin ngeri?” Sindir Ritch.
“Ya...eh! ENGGAK!! RESE BANGET SIH!!” Ikoni langsung naik darah.
“Udah jam 22.16 p.m. nih, kita harus cabut sekarang, kalo jam 23.00 p.m. kita belom nyampe sekolah, bisa langgar jam malem deh!” Sela Neccelle setelah melihat jam tangannya.
“Bener, ayo pulang!!” Ajak Ezhira-Shui, semangat karena berhasil mendapat gambar penampakan terbaik selama ini dari semua koleksi yang ia punya. Setelah itu, mereka semua bersama- sama pulang ke Bullworth School.

Pukul 07.12 a.m.
Lagi- lagi hari ini sekolah di hebohkan oleh berita tentang rumah kosong dekat pemakaman itu. Semua anak berebut ingin melihat video penamapakan original ter- sebut. Tak heran mereka rela berdesakan di lorong kelas VII demi mendapat video itu. Peleasha dan Tuvelli sampai kewalahan mengirimkan video mereka ke orang lain.

Pukul 13.00 p.m.
Dikafeteria beberapa anak masih sibuk memutar ulang video milik Peleasha atau pun Tuvelli. Mereka begitu penasaran dan antusias dengan apa yang terjadi.
“Kabar buruk Pel!” Tiba- tiba Vicky mendatangi Peleasha, Tuvelli, dan Neccelle yang sedang menikmati makan siang mereka.
“Kabar buruk apaan?” Tanya Tuvelli bingung.
“Katanya, Michihiko, Zeakicha, Aterlinas, sama Ikoni udah gak mau ikut ke rumah kosong lagi malem ini!!” Jawab Vicky,”Tambahan, aku juga gak bisa ikut.”
“O.K. jadi tinggal aku Peleasha, Neccelle, sama Ezhira-Shui nih?” Kata Tuvelli.
“Iya,” Vicky mengangguk. “Terus, katanya Angelyna dan Iverla yang mau gantiin mereka berdua.”
“HAH?!” Ketiganya tercengang kaget plus tidak percaya.
“Serius, si Angelyna mau ikut?!” Tuvelli menyipitkan matanya tidak percaya.
“Kiamat sudah dekat,”Gumam Neccelle sambil geleng- geleng kepala.
“Berani banget,”Decak Peleasha kagum. Vicky dari tadi hanya mengangguk saja.
“Kalo gitu, kamu tolong bilangin sama mereka berdua, suruh kumpul di depan gerbang pemakaman jam 19.00 p.m. jangan telat,” Kata Tuvelli tegas.
“ALLRIGHT CAPTAIN!!!” Seru Vicky semangat. Dan ia langsung bergegas menemui Angelyna dkk di meja lainnya di kafeteria.

Pukul 19.00 p.m.
Sesuai waktu yang dijanjikan, Peleasha, Tuvelli, Neccelle, Angelyna, Iverla, dan Ezhira-Shui sudah berkumpul di depan gerbang pemakaman. Kali ini mereka menanjak jalan setapak menaiki kendaraan masing- masing. Angelyna dan Iverla naik motor, sedangkan Peleasha, Tuvelli, Neccelle, dan Ezhira-Shui menaiki sepeda.
Sesampai di depan rumah kosong, keenamnya memarkirkan kendaraan masing- masing di tempat parkir langganan mereka, yaitu depan pohon waru. Lantas setelah itu, mereka berenam segera memasuki rumah kosong itu kembali. Sesuai intruksi Ezhira- Shui, mereka berenam menaiki lantai 2 dan masuk ke dalam kamar ketiga.
“Kenapa kita harus kelantai 2 sih? Mana tempatnya gelep, serem, berdebu, banyak sarang laba- labanya lagi!” Keluh Iverla yang paling benci dengan tempat kotor.
“Iya, memang mau ngapain kita ke sini?” Tanya Peleasha tidak mengerti dengan tujuan Ezhira-Shui mengajak mereka semua ke lantai 2.
“Sebenernya, kejadian pembunuhan di rumah ini bener,” Katanya tiba- tiba, serentak membuat jantung yang lain nyaris lepas.
“Beneran nih?!” Angelyna tidak percaya, yang lain juga.
“Tapi mayatnya tidak pernah di temukan!!” Seru Neccelle, tidak mngerti.
“Jelas enggak pernah ketemu, mayatnya memang mereka timbun di bawah papan lantai 1, tapi sebenarnya bukan di lantai 1 tapi 2!” Balas Ezhira-Shui serius.
“Kok bisa, bukannya di adakan pemeriksaan keseluruh bagian rumah?” Kali ini Iverla yang bertanya.
“Menurut dari beberapa anak yang tinggal di sini selain Michihiko, dulu mereka berpikir bahwa lantai 2 dan lantai 1 hanya di batasi oleh papan penyangga saja, soalnya rumah inikan model lama? Pondasinya juga kurang meyakinkan, karena itu, mustahil menyimpan mayat di bawah papan lantai 2, tetapi aku yang dapat berhubungan dengan dunia spiritual dapat mendengar apa yang di katakan hantu itu,” Jelas Ezhira-Shui panjang lebar, membuat semuanya terkagum- kagum.
“Saat kalian sudah ngibrit kemaren, hanya aku yang tertinggal di dalam bukan?” Semua kecuali Angelyna dan Iverla mengangguk benar, soalnya kemaren malam mereka belum ikut, jadi tidak tahu. “Dan disaat itu, aku yang berasal dari klan Feng- Shui, klan yang mengandalkan ilmu Feng-Shui dan spiritual ini, mulai menginterogasi si hantu.”
“Kamu menanyakan apa saja?” Tanya Angelyna, tertarik dengan topik pembicaraan. “Aku bertanya kenapa kau bergentayangan di sini? Si hantu menjawab, karena ia di bunuh di tempat yang sama. Lalu aku bertanya lagi, kenapa ia di bunuh? Katanya, ia dibunuh karena dituduh mencuri uang gaji bulanan oleh anak majikannya, karena saat itu krisis ekonomi, jadi kehilangan uang selembar dollaran pun, nyawa taruhannya, ia di siksa sampai mati. Karena tidak mau bertanggung jawab, majikan, serta istri dan anaknya yang menuduhnya itu, memotong- motong dirinya, dan menyembunyikan setiap bagian tubuhnya di bawah tempat penyimpanan rahasia ini!”
Ezhira-Shui menunjuk ke arah perabotan- perabotan yang tertumpuk itu. Semua anak memandangnya tidak mengerti.
“Maksudnya di sembunyikan dalam perabot? Tapi tadi katamu di dalam papan lantai 2, yang mana yang bener?!!” Iverla mulai sewot karena bingung.
“Maksudnya, di tempat penyimpanan rahasia di antara perabot ini!” Tempat penyimpanan itu tertutup oleh perabot- perabot ini!!” Ezhira-Shui memperjelas.
“Oh.. gitu, jadi?”
“Jadi, si hantu rumah kosong ini ingin pergi dengan tenang, dia minta tolong sama kita untuk menemukan jasadnya,” Kata Ezhira-Shui. Wajah mereka semua seketika memucat kecuali Ezhira-Shui.
“Jasad?” Peleasha membayangkan tulang- tulang yang bakal mereka temukan nanti.
“Hii......,” Neccelle bergidik ngeri.
“Terus, kenapa gelandangan tua itu ia bunuh?” Tiba- tiba Iverla melontarkan pertanyaan.
“Karena............,”Ezhira-Shui bingung mencari jawaban, ia garuk- garuk kening sebentar,”.....karena, mana kutahu, itu urusan hantunya kok!!”
“Yee... gak tau itu ngomong!!!” Kata Iverla.
“Sekarang kita ngapain nih?” Tanya Angelyna kepada Ezhira-Shui.
“Kan udah tak omongin, temuin jasadnya!!!” Ezhira-Shui mengulang jawabannya.
“How?!! Caranya?!!”
“Oh... gak ngomong. Caranya, kita singkirkan dulu perabotan- perabotan ini, terus, kita cari dimana jasad itu di simpan,” Kata Ezhira-Shui. Angelyna mengangguk mengerti. “Gitu kek dari tadi, baru ngerti deh!”
“Tapi kalo sebanyak ini barangnya,”Iverla menyinari semua perabotan yang ada dengan senternya,”Bisa makan seminggu kalo cuman kita.”
“Aduh Iv, pake otak dong!” Sergah Neccelle cepat.
“Otak? Otaknya dikeluarin?” Iverla membayangkan kepalanya di bedah dan otaknya diambil paksa oleh teman- temannya,”ENGGAK!!”
“Maksudnya, mikir, gimana caranya agar bukan hanya kita yang beresin perabot- perabot ini!!!!” Neccelle memperjelas maksudnya.
“Hmm.... begitu to,” Iverla baru paham.
“Kita minta tolong aja temen- temen sekelas!” Usul Peleasha.
“Memangnya pada mau?” Tuvelli kurang yakin dengan usulnya Peleasha.
“Ya, VII B yang bereskan kasus ini, hebatkan?” Neccelle membayangkannya.
“Kita coba besok, hari ini kita pulang dulu, besok kita kasih tau temen- temen yang lainnya, tapi lebih baik jangan ngomong ke kelas lainnya dulu, bisa- bisa ide kita ini di jeplak lagi!” Ujar Ezhira-Shui, setuju dengan usul Peleasha.
“Yeah, OK, kita pergi sekarang, besok kita ke sini lagi!”

Esok paginya di kelas VII B, ternyata sesuai dugaan Peleasha, bahkan lebih dari dugaannya semua anak VII B mau menolong mereka menemukan jasad pembantu itu. Mereka akan mulai membersihkan hari ini, berangkat pukul 19.00 p.m. dan pulang sekitar pukul 21.00 p.m., mereka tidak mungkinkan pulang sekolah langsung ke sana, lagi pula jika aktifitas mereka ini ketahuan oleh orang lain, bisa ribet deh. Makanya, mereka temukan dulu buktinya baru melapor.
Malam ini, mereka mulai kerja bakti, dengan sedikit rancangan dari Peleasha, setiap senter yang di bawa oleh setiap anak ia gunakan untuk menerangi kamar itu, alias bisa dikatakan sebagai lampu, tetapi menggunakan baterai. Perabot- perabot yang sudah mereka keluarkan dari kamar ketiga, mereka masukkan ke kamar kedua dan pertama. Malam ini perkerjaan mereka belum tuntas semua, akhirnya mereka kembali ke Bullworth School dan memutuskan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan mereka yang tinggal sedikit besok.

Keesokan malamnya, mereka berkerja lebih giat lagi. Deycot, Tyson, Ritch, dan anak- anak VII B yang berukuran besar lainnya berusaha bekerja sama mengangkat benda- benda yang berat dan berukuran sangat besar. Sedangkan yang tubuhnya kecil tapi lincah seperti Alex, Neystle, Derry, Dude, dan yang lainnya, mereka membantu membawa barang yang terselip- selip di antara perabot- perabot yang masih menumpuk. Tetapi jika tenaga mereka di satukan, mereka bisa juga kok mengangkat yang ukuran besar. Akhirnya pekerjaan yang super melelahkan itu selesai juga. Ezhira- Shui berjalan mendekati sudut kanan kamar yang menurutnya tempat dimana jasad itu di sembunyikan. Ia meminta tolong Deycot agar menjebol papan lantai sudut itu.
Dan ketika sudah di jebol, ternyata di sana ada beberapa bungkusan hitam yang mencurigakan. Ezhira-Shui mengangkat salah satu bungkusan itu dan ia buka, ternyata di dalamnya tepat seperti yang ia duga, tengkorak manusia. Semua anak memandang- nya ngeri.
“Ini.... TENGKORAK!!!!” Ezhira-Shui takut juga rupanya. Ia langsung ngacir ke belakangan Ikoni. “Kamu takut toh?” Tanya Ikoni.
“He eh,” Jawab Ezhira-Shui seraya mengangguk.
“Jadi memang bener ya,” Algernoon merasa dirinya menjadi seorang detektif.
“Hanya tulang manusia saja takut, tapi ngeliat penampakannya enggak, aneh kamu ini Ezhira-Shui,” Nakumano maju ke depan dan mengambil semua bungkusan hitam dari bawah papan itu.
“Kalo kamu enggak takut ngeliat tengkorak itu kenapa kamu takut ngeliat penampakan?” Tanya Iverla.
“Karena aku waras!!” Katanya seraya melempar beberapa bungkusan ke arah teman- temannya, dan yang menerimanya pasti bereriak,”JIJAY!!”
“Terus kayak mana dong?” Sela Katheleen, ia juga memegang satu bungkusan, karena semula bungkusan itu di terima oleh Angelyna dan langsung di lemparkan ke arahnya begitu saja.
“Laporin ke polisi,” Jawab Peleasha.
“Besokkan hari Sabtu, kita pulang cepet, jadi bisa kita laporin deh!” Timpal Tuvelli semangat.
“YEAH!!!” Semua anak setuju.
“Ambil foto dulu, nanti di majalah bisa tulis besar-besar VII B memecahkan kasus! Kerenkan?” Asilly membayang- bayangkan dirinya setelah ini akan menjadi terkenal.
“Hah.. terserah, yang penting masalah sudah beres, teka-teki sudah terpecahkan.”

Keesokan paginya, beberapa anak yang di mewakili VII B, melapor semua kejadian itu ke POLICE OFFICE’S MOUVILLE. Mulanya para polisi tidak percaya, tetapi setelah di perlihatkan bukti tengkorang pembantu rumah kosong itu, para polisi mulai mengubah pikiran mereka. Tidak lama, mereka kembali melakukan
Pemeriksaan ulang, dan keluarga yang membunuh pembantu itu dikabarkan saat ini tinggal di sebuah apartement di OLD MOUVILLE-CITY. Dan polisi juga akan mencoba menginterogasi keluarga itu.

Pukul 12.15 p.m.
Anak- anak berebut membeli majalah sekolah minggu ini. Hampir seluruh halaman berisi tentang informasi kasus pembunuhan di rumah kosong itu. Bahkan kini kasus pembunuhan tentang pembantu rumah tangga itu benar, dan saat ini pelaku nya tengah menjalani hukuman di penjara kota Bullworth. Bahkan anak-anak VII B mendapatkan penghargaan dari polisi karena berhasil menemukan jasad pembantu itu. Yah, itu juga berkat hantunya sih. Coba kalo Ezhira-Shui bukan keturunan Feng-Shui, mungkin jasadnya gak pernah di temuin. Soalnya Ezhira-Shui bisa berhubungan sama dunia mistis gitu katanya.







____________________________________________________________________
by : Naravina Youichi

Tidak ada komentar: