Halaman

TRANSLATE

Selasa, 28 Juni 2011

The Lost Princess -Chapter 3- [Wheeler’s Melody]

Keluarga itu mengabdikan diri mereka hanya untuk bertarung dan membunuh. Mereka keluarga yang selalu membanggakan kekuatannya. Permintaan membunuh atau sekedar memburu buronan berbahaya selalu datang dengan bayaran tinggi. Sedari kecil mereka sudah dilatih untuk menggunakan senjata dan bertahan hidup. Itu adalah takdir bagi yang terlahir sebagai seorang Wheeler. Walaupun menghindar sekeras apa pun, mereka tetap tidak bisa bebas dari kehidupan seperti itu.

Kecuali jika kehancuran menghampiri mereka.

-Chapter 3-
[Wheeler’s Melody]

Triiing!
“Bagus, Chazz. Gerakan refleks mu sudah bagus. Kau hanya tinggal meningkatkan kekuatan serangmu.” Seorang wanita berambut hitam panjang tersenyum memuji anak gadisnya yang terlihat lelah memegang sebuah katana. Kemampuan anak perempuannya memang pantas diacungi jempol. Dalam usianya yang masih 10 tahun, gadis kecil itu sudah mulai mahir dalam menggunakan berbagai macam senjata. Gerakannya sudah selincah orang dewasa. Chazz adalah orang jenius kedua yang muncul dalam keluarga Wheeler. Siapa orang jenius pertamanya? Tentu itu adalah orang yang sangat dikagumi oleh gadis kecil berambut pendek itu. Kini mata kuning madunya menatap sosok yang baru saja datang. Seorang pemuda yang juga berambut hitam dan memiliki mata khas Wheeler yang berwarna kuning seperti Chazz. Kakak laki-laki yang sangat disayangi Chazz juga orang yang paling ia kagumi dan diam-diam menjadikannya sebagai panutan.
“Damon!” seru Chazz ceria. Wajahnya yang tadi lelah kini berubah cerah ketika melihat si jenius Wheeler itu datang. Setelah memasukkan katana miliknya ke dalam sarungnya yang tergantung di pinggangnya, Chazz kecil pun langsung melompat memeluk kakaknya itu.
“Hei, kenapa kau tidak pernah bisa memanggilku kakak huh?” tanya Damon dengan wajah yang pura-pura kesal.
“Itu karena aku akan menjadi lebih kuat darimu! Suatu saat aku akan menantangmu bertarung dan membuatmu mengakui kalau aku bukan anak kecil lagi!” ujar Chazz dengan lantang dan tersenyum puas. Damon pun hanya menghela napas dan tersenyum melihat tingkah laku adik satu-satunya itu. Memang sulit membuat gadis kecil itu memanggilnya dengan sebutan ‘kakak’. Walau begitu, hanya Chazz lah yang bisa membuat suasana hatinya kembali cerah setelah seharian berkutat dengan darah dan senjata. Julukan jenius yang melekat pada dirinya sejak kecil membuatnya semakin terkekang dengan segala pertarungan dan pembunuhan. Padahal jika ia bisa memilih, ia lebih suka menjadi orang yang bodoh dari pada harus terlibat dalam hal seperti itu. Ia lebih memilih untuk mewujudkan impian kecilnya yang terpendam sejak dulu. Dan hanya Chazz lah yang mengetahui rahasianya itu.
“Hei, Damon. Hari ini kita akan bermain ‘itu’ lagi kan?” bisik Chazz dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh ibunya. Mereka berjalan ke teras rumah Wheeler dan duduk di kursi kayu panjang yang ada disana. Chazz menatap Damon dengan semangat dan mata berbinar-binar. Tentu saja Chazz sangat bersemangat, karena ia juga menyukai hal rahasia yang disembunyikan oleh Damon dari keluarganya itu. Hal yang sangat ditentang dan dianggap konyol oleh seluruh anggota keluarganya.
“Tentu saja. Tunggu aku di depan gerbang belakang ya.” balas Damon berbisik pada Chazz.
“Yoosh!” sahut Chazz seraya mengacungkan jempolnya tanda setuju.
“Seperti biasa, nona Chazz selalu bersemangat ya.” sebuah suara yang lembut terdengar dari belakang mereka. Seorang gadis yang sebaya dengan Damon dan memiliki rambut cokelat panjang bergelombang yang dikuncir belakang kini menghampiri mereka dengan sebuah nampan berisi piring kecil dan cangkir di tangannya.
“Miyo! Kali ini kau membuat apa?” tanya Chazz senang melihat kedatangan pelayan keluarga Wheeler itu.
“Hei hei, kau juga tidak bisa lebih sopan padanya dengan memanggilnya kakak hah? Dia itu lebih tua darimu!” Damon langsung menjitak kecil kepala adiknya yang mungil. Chazz yang meringis hanya menjulurkan lidahnya pada kakaknya itu.
“Fufufu, tidak apa-apa tuan. Hari ini aku membawa Tiramisu Cake kesukaan nona kecil ini.” kata Miyo menaruh piring kecil berisi kue itu di meja tepat di depan Chazz. Chazz yang sudah berbinar-binar menatap kue favoritnya itu langsung menyambar sendok yang sudah disediakan dan segera menyantapnya. Lain halnya dengan Damon, ia hanya menyesap tehnya dengan santai dan membiarkan kue bagiannya diambil alih oleh Chazz.
“Tuan, setelan yang akan dipakai pada acara jamuan makan malam keluarga besar Wheeler malam ini sudah saya siapkan di kamar.” kata Miyo dengan pelan sambil menundukkan kepalanya. Sepertinya ia terlalu malu untuk menatap langsung mata tuan muda di depannya itu. Chazz yang menyadari hal itu hanya menyengir diam.
“Kau ini, sudah berapa kali kubilang. Tidak usah memanggilku dengan formal seperti itu. Kita ini kan teman sejak kecil.” ucap Damon yang ikut memalingkan wajahnya.
“Tidak bisa begitu! Bagaimana pun, sekarang ini aku hanyalah seorang pelayan. Tuan harus mengerti itu.” balas Miyo memegang erat nampan di tangannya. Memang sudah 5 tahun ia bekerja di rumah keluarga Wheeler sebagai pelayan. Dan ia telah menjadi pelayan kepercayaan Wheeler. Damon hanya diam mendengar jawaban yang berulang kali diucapkan oleh Miyo itu. Lama-lama Chazz pun merasa risih dengan keheningan yang terjadi itu.
“Ah! Malam ini acara jamuan itu ya! Aku malas sekali. Seluruh keluarga besar Wheeler akan datang semua tanpa terkecuali. Aku benci keramaian.” suara Chazz segera memecah kecanggungan antara Damon dan Miyo.
“Hhh, dasar bocah!” ejek Damon lalu berdiri dari kursi kayu itu.
“Apa kau bilang?? Aku bukan bocah!” bantah Chazz yang ikut berdiri mengikuti Damon.
“Miyo, aku akan pergi bersama Chazz. Tenang saja, kami akan muncul setelah makanan dihidangkan. Jadi siapkan saja kursi dan hidangan untuk kami seperti biasa.” ujar Damon. Miyo mengangguk tanda mengerti. Damon dan Chazz memang selalu seperti itu saat acara jamuan keluarga besar keluarga Wheeler yang diadakan setahun sekali itu. Tidak pernah mau mengikuti acara pembukaan yang membosankan dan obrolan yang tidak penting. Mereka selalu muncul hanya pada saat makanan dihidangkan dan makan dalam diam tanpa menghiraukan orang lain yang menatap mereka. Dan langsung menghilang saat makan malam selesai tanpa pamit. (bahasa gaulnya: smp. Sehabis makan pergi~ XDD *digaplok*)
Dan itulah yang akan dilakukan mereka lagi malam ini. Miyo yang sudah 5 tahun ini melayani mereka tentu mengerti akan kebiasaan kakak beradik itu. Ia hanya tersenyum melihat Damon dan Chazz yang berjalan menjauh.
“Kau tunggu di gerbang belakang. Aku mau ganti baju dulu.” kata Damon pada Chazz sambil menunjuk sedikit bercak darah yang sudah menghitam di lengan kemejanya bekas misi tadi. Chazz hanya mengangguk dan berlari meninggalkan Damon yang berbelok memasuki rumah besarnya.
Setelah sampai di gerbang belakang, Chazz pun kemudian memanjat sebuah pohon di dekat gerbang itu dan duduk di batang pohonnya menunggu Damon. Ia memperhatikan pemandangan di hadapannya, rumah-rumah penduduk dan perkotaan di bawah sana.
“Pasti banyak anak yang seumur dengan ku di kota itu.” gumam Chazz pelan. Tatapannya menerawang dan pikirannya melayang entah kemana. Selama ini, ia hanya tinggal di rumah keluarga Wheeler yang terletak di atas bukit yang jauh dari kota. Ia hanya bisa memandang kota tersebut dari atas bukit tempat rumahnya berada. Peraturan keluarga Wheeler melarangnya meninggalkan area bukit keluarga Wheeler sebelum ia berusia 13 tahun. Dan sebelum saat itu tiba, ia harus menjalani latihan yang berat supaya ia siap menghadapi dunia luar nantinya. Terkadang ia iri pada Damon yang sering kali keluar untuk menjalankan misi. Ingin sekali rasanya ia melompat langsung dari atas tebing terjal yang jadi perbatasan area rumahnya itu dan bermain di kota kalau saja tidak ada sungai yang mengalir sangat deras di bawahnya. Bisa-bisa ia malah hanyut terbawa arus. Oleh karena itu, ia berlatih dengan giat agar suatu saat ia bisa keluar dari rumah itu.
Lamunannya berhenti ketika ia tidak sengaja menangkap sosok asing di dalam hutan yang berada di luar gerbang. Sosok itu seperti seorang gadis kecil seusianya yang memakai gaun selutut berwarna putih sedang memandang rumah keluarga Wheeler. Yang menarik perhatiannya adalah rambutnya yang panjang bergelombang dan berwarna merah menyala. Matanya yang juga berwarna merah membuat siapapun langsung merinding saat melihatnya. Dan yang memenuhi kepala Chazz saat ini adalah pertanyaan mengapa gadis sekecil itu bisa berada di sekitar rumah Wheeler sendirian? Bukankah area bukit milik Wheeler itu tidak ada yang berani mendekatinya karena banyak jebakan? Kenapa gadis itu bisa ada disini?
Saat Chazz berusaha menajamkan lagi penglihatannya dengan menyipitkan matanya, sosok berambut merah itu lalu pergi masuk ke dalam hutan dan menghilang. Ketika otaknya masih mencerna kejadian yang baru saja ia lihat itu, sebuah batu kerikil melayang ke kepala Chazz membuatnya mengaduh kesakitan.
“Ayo cepat turun. Kita berangkat sekarang.” ucap Damon santai. Chazz pun turun dengan sekali lompat dan langsung berlari menghampiri Damon. Ia sedang menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia menceritakan tentang gadis berambut merah yang dilihatnya atau tidak. Namun ia mengurungkan niatnya dan lebih memilih membalas Damon menimpuknya dengan batu kecil.
“Lain kali, aku akan membalas melemparimu dengan batu raksasa!” celoteh Chazz kesal. Damon hanya menanggapinya santai sambil membuka gerbang sepelan mungkin dan keluar dengan cepat diikuti oleh Chazz.
Damon mengajaknya masuk ke dalam hutan. Chazz menatap arah lain dalam hutan itu tempat ia melihat sosok gadis berambut merah itu. Namun tidak ada siapa-siapa disitu. Ia pun tidak mau ambil pusing dan segera menyusul Damon yang sudah jauh di depan.
Mereka berjalan memasuki hutan lebih dalam selama 30 menit sampai akhirnya Chazz dapat melihat sebuah pohon yang sangat besar di ujung jalan itu. Di atas pohon tersebut terdapat sebuah rumah kecil yang terbuat dari kayu dan tangga tali yang menjuntai ke bawah. Itulah tempat rahasia yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Sudah lama Damon membangun rumah pohon itu hanya untuk tempat dimana ia bisa bersantai dan melepas penat dari hidupnya yang membosankan. Di situ pula lah ia biasa melakukan hobi dan impian kecilnya. Impiannya yang tidak bisa terwujud.
Chazz dengan gesit segera naik ke rumah pohon itu dan menghambur masuk ke dalamnya disusul oleh Damon. Di dalamnya terdapat sebuah tempat tidur kecil terletak di sisi kiri bagian rumah itu tepat di sebelah jendela tempat dimana bisa melihat pemandangan diluar dengan leluasa. Setelah menaruh katana miliknya di atas meja, Chazz langsung menyerbu tempat tidur tersebut dan membaringkan dirinya di atas kasur yang empuk itu. Lain halnya dengan Damon yang justru menghampiri sisi kanan rumah kecil itu. Tempat dimana ia menyimpan alat-alat musik kesayangannya. Rahasia kecilnya. Ia kemudian mengambil sebuah gitar yang tergantung di dinding dan segera duduk di sofa kecil di tengah ruangan. Chazz menatapnya semangat. Inilah saat yang paling ia sukai. Saat dimana ia bisa melihat sisi lain dari kakaknya yang selalu terlihat dingin dan angkuh itu. Damon-nya akan terlihat berbeda ketika ia mulai memainkan berbagai nada dari gitarnya atau alat musik lainnya. Tetap terlihat cool, namun juga terasa hangat. Chazz juga sering minta diajarkan cara memainkan alat musik tersebut. Namun khusus hari ini ia hanya ingin mendengarkan Damon yang memainkannya. Tanpa sadar, ia pun terlelap dan masuk ke dalam dunia mimpi.

***

“Hei, Chazz. Ayo bangun!” Damon mengguncang-guncangkan tubuh adiknya yang masih tidur itu. Merasa terganggu, akhirnya Chazz membuka matanya dengan berat.
“Ada apa? Aku ngantuk sekali.” gumam Chazz dengan suara yang tidak jelas.
“Ini sudah malam, kita terlambat ke acara jamuan itu. Barusan aku juga tertidur. Ayo cepat kita pulang.” jawab Damon sambil memakai jaketnya. Chazz yang mendengar jawaban Damon segera bangkit dengan cepat.
“Gawat! Kalau tidak hadir kita bisa dihukum!” Chazz pun langsung menyambar katana nya dan segera melompat turun dari rumah pohon itu. Mereka berlarian pulang ke rumah supaya sampai disana sebelum acara itu selesai. Baru kali ini mereka telat sampai larut malam seperti ini. Sesampainya di depan gerbang, Damon langsung membuka gerbangnya dengan cepat. Namun tangannya terhenti tiba-tiba sebelum gerbangnya terbuka cukup lebar, membuat Chazz sedikit terheran. Ia menatap wajah kakaknya yang berubah aneh.
“Damon, ada apa?” tanya Chazz cemas. Damon menoleh ke arah Chazz dengan raut wajah yang dibuat sewajar mungkin, tapi Chazz sadar ada sesuatu yang tidak beres.
“Chazz, kau tunggu disini dulu ya.” Damon berusaha memaksakan dirinya untuk tersenyum dan segera pergi. Tapi tangan Chazz menarik jaketnya dengan kuat, menahannya pergi.
“Ada apa?? Apa yang terjadi?!” Chazz mulai merasakan hawa yang sangat tidak menyenangkan. Damon pun memegang bahu Chazz agar adiknya itu merasa sedikit tenang.
“Tenanglah. Tidak apa-apa. Mungkin hanya penyusup. Kau harus berjanji padaku untuk tetap disini. Bersembunyilah di atas pohon. Kau mengerti?” Damon menatap mata gadis kecil itu dalam-dalam. Chazz hanya mengangguk pelan.
“Kau akan kembali kan?” Chazz bertanya dengan suara lirih. Damon hanya tersenyum.
“Tentu saja.” Setelah itu Damon langsung melesat pergi masuk ke dalam rumah. Ia menoleh ke belakang sekali untuk memastikan Chazz sudah bersembunyi, kemudian membuka pintu rumah utama keluarga Wheeler itu. Ia mencium bau darah sejak di gerbang tadi, tapi ia tidak mau membuat adiknya itu ketakutan. Damon sendiri pun berharap kalau penciumannya yang tajam itu kali ini salah. Namun harapannya sirna ketika menyaksikan pemandangan di depannya ini. Bukannya melihat para anggota Wheeler yang sedang menikmati makan malam sambil berbincang-bincang atau bersenda gurau, ia malah menatap seluruh keluarganya yang kini tergeletak dan terbaring dengan darah menggenang dimana-mana. Ia memandang satu persatu wajah di hadapannya yang sudah tidak bernyawa itu sampai ia menatap wajah kedua orang tuanya di meja paling ujung. Wajah Damon kini sudah benar-benar pucat. Ia segera berlari ke arah mereka, berdoa semoga mereka masih hidup. Tapi tidak. Mereka sudah mati.
Pemuda itu langsung terduduk lemas, masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini. Siapa? Siapa yang telah melakukan ini semua??
Ia lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, kembali mencari seseorang. Miyo tidak ada. Dimana gadis itu? Apakah ia berhasil lolos? Damon langsung mencari-cari ke seluruh ruangan yang ada di rumah itu. Setidaknya, semoga Miyo masih hidup. Semoga gadis yang sejak lama ia sukai itu berhasil melarikan diri!
Namun ia tidak bisa menemukan pelayan keluarga Wheeler itu. Ia menemukan beberapa pelayan lainnya yang juga terbunuh, tapi Miyo tidak ada di antara mereka. Antara cemas dan lega, Damon terus mencari hingga ruangan terakhir. Tapi Miyo tetap tidak ada. Dimana gadis itu??
Saat itulah ia menangkap sebuah bayangan gelap yang bergerak dari luar jendela. Sosoknya tidak terlihat jelas karena gelap malam. Dengan cepat Damon pun memanjat keluar dari jendela dan segera mengejar bayangan yang tadi ia lihat. Apakah itu Miyo? Atau pelaku pembantaian ini?
Damon terus mengejar orang itu sampai ke ujung perbatasan rumah Wheeler. Di bawah sana terdengar arus sungai yang sangat deras. Chazz pun bisa melihat kedua sosok itu dari atas pohon tempat ia bersembunyi. Jika Damon punya penciuman yang tajam, maka Chazz memiliki penglihatan yang bagus. Tanpa menghiraukan janjinya pada Damon untuk tetap disitu, gadis itu turun dari pohon dan diam-diam mengikuti kedua sosok yang salah satunya ia kenali sebagai kakaknya dari jaket yang ia kenakan.
Awan yang tadinya menutupi cahaya bulan, kini perlahan menghilang sehingga ia bisa melihat sosok yang ia kejar itu. Gadis berambut cokelat bergelombang yang dikuncir dan mengenakan seragam pelayan. Ternyata bayangan yang ia kejar itu adalah Miyo yang kini sedang membelakanginya.
“Miyo?” panggil Damon. Gadis itu sedikit tersentak dan menoleh secara perlahan. Wajah gadis itu sangat kusut dengan bekas air mata di pipinya. Perlahan Miyo kembali menangis ketika melihat Damon menghampirinya. Tubuhnya gemetaran dan terlihat ketakutan. Saat Damon sudah berada di depannya, gadis itu langsung memeluk erat pemuda itu. Damon yang tidak tahu harus berbuat apa hanya membalas pelukan teman kecilnya itu.
“A-aku takut… aku takut sekali Damon…” ucap Miyo dengan isak tangis dan suara bergetar. Chazz yang sudah berada di semak-semak yang cukup dekat dengan mereka bisa mendengar suara Miyo yang penuh ketakutan.
“Miyo, tenanglah. Tolong jelaskan padaku apa yang terjadi.” kata Damon berusaha menenangkan Miyo. “Apa, kau tau… Siapa yang sudah membunuh semua orang yang ada di rumah ini?”
Mata Chazz langsung membulat lebar dan tubuhnya membeku ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Damon. Semua yang ada di rumah ini, terbunuh? Seluruh anggota keluarga Wheeler? Termasuk kedua orang tuanya? Chazz benar-benar tidak mempercayai pendengarannya itu. Sedangkan Miyo semakin terisak dan mengeratkan pelukannya.
“Semuanya… tiba-tiba terjatuh, dan… A-aku melihat banyak darah! Takut… aku takut sekali…!” Damon tidak tega melihat Miyo yang sangat ketakutan seperti itu. Ia mengusap kepala gadis itu dengan pelan.
“Sudah, tenanglah. Aku sudah disini.” bisik Damon pelan. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh dari Miyo. Tubuhnya sudah berhenti bergetar.
JREB!
Pemuda itu merasakan sesuatu yang tajam menusuk punggungnya dalam. Miyo melepaskan pelukannya dan sekali lagi menusukkan pisau yang ia pegang dari tadi ke perut Damon. Tubuh Chazz tidak bisa bergerak melihat Damon yang tertusuk. Ia terlalu shock dengan kejadian hari ini yang terlalu tiba-tiba.
“Mi-Miyo?” ucap Damon dengan susah payah. Tusukan di perutnya mengeluarkan darah yang sangat banyak. Namun ia berusaha untuk tetap berdiri dan menatap Miyo dengan bingung. Matanya. Mata Miyo kini berubah menjadi merah pekat. Gadis itu tersenyum puas dan menyeringai melihat Damon yang terengah-engah.
“Seratus sudah… fufufu…” gumam gadis itu ceria.
“Miyo, a-apa yang…”
“Damon, akulah yang membunuh keluarga Wheeler. Aku memberikan racun yang tidak berasa dan tidak beraroma ke makanan mereka semua. Lalu aku menusuk mereka semua, memastikan kalau mereka semua terbunuh. Dan kini keluarga Wheeler sudah hancur. Rencanaku akan berjalan lancar kalau saja kau tidak datang terlambat.”
Deg.
Chazz mengepalkan tangannya dengan kuat.
“Apa kau tau Damon? 5 tahun yang lalu, keluargamu telah membunuh orang tuaku! Ayah dan ibu adalah buronan yang sudah lama diburu. Tapi mereka sudah sadar dan bertekad akan menjalani hidup yang benar sejak lama. Pertama kali kita bertemu saat aku tersesat di hutan kalian, juga seterusnya saat kita sering bermain diam-diam di hutan, aku  terus merahasiakan identitas keluarga ku. Aku takut kau membenciku. Karena aku menyukaimu! Tapi rasa sukaku sekejap berubah benci ketika mendapati salah seorang Wheeler telah mengambil kepala ayah dan ibu. Sejak itulah aku memutuskan untuk masuk ke rumah Wheeler sebagai pelayan dengan memanfaatkanmu, menyimpan dendamku dan menunggu kesempatan untuk menghabisi semua anggota Wheeler tanpa terkecuali. Kalian semua hanyalah sekumpulan pembunuh yang mengatasnamakan keadilan tanpa tahu hal yang sebenarnya! Kalianlah yang lebih pantas dibunuh!”
“Miyo…” Damon tertegun mendengar cerita Miyo. Ia tidak menyangka kalau ternyata selama ini Miyo menyimpan dendam seperti itu gara-gara perbuatan keluarganya. Tapi… Miyo yang di hadapannya ini tidak seperti Miyo yang ia kenal. Tatapan dan senyumannya aneh, juga mata itu. Terlihat tidak wajar, seperti…
“Selamat tinggal, Damon.”  ucap Miyo tersenyum dan mendorong tubuh Damon ke tebing yang terjal itu.
“DAMON!!” teriak Chazz yang keluar dari persembunyiannya di semak-semak dan langsung berlari ke arah mereka sekencang mungkin berusaha mencegah Damon jatuh. Namun terlambat, tubuh Damon yang sudah kehilangan banyak darah tidak bisa lagi menahan keseimbangannya dan akhirnya jatuh. Chazz yang sudah sampai di perbatasan tidak sempat meraih tangan Damon dan hanya menatap tubuh Damon yang menghilang di sungai. Wajahnya mengeras dan sudah tidak tahu lagi harus berekspresi seperti apa. Di hari yang sama ia telah kehilangan semua keluarganya juga kakaknya di depan matanya sendiri. Ia pun berdiri menundukkan kepalanya dan menghadap Miyo, orang yang selama ini sudah ia anggap seperti kakak keduanya. Miyo pun tersenyum menatap gadis kecil di depannya dan berjalan mendekatinya.
“Fufufu, tenang saja nona Chazz. Jangan bersedih. Kau akan segera menyusul ka-”
CRAASH!!
Miyo tidak bisa meneruskan kalimatnya. Kepalanya sudah terpisah dari tubuhnya dan menggelinding di kaki Chazz. Darah yang muncrat dari lehernya kini mengotori pakaian dan wajah Chazz. Gadis kecil bermata kuning itu memasukkan kembali katana miliknya yang sudah berlumuran darah ke dalam sarungnya. Inilah pertama kalinya seorang Chazz Wheeler membunuh dalam usianya yang masih 10 tahun. Chazz sudah kehilangan emosinya. Gadis Wheeler yang tersisa itu menatap dingin tubuh tanpa kepala di depannya yang langsung ambruk di kakinya.
“Maaf. Aku sudah lupa bagaimana rasanya bersedih.”

[Wheeler’s Melody - End]



by : Hana Kisaragi

Tidak ada komentar: