” aku membenci mu! aku tak ingin melihatmu lagi! ” teriak Nana dengan nada rendah. Hoshi terhenyak.
” Ja, Jangan pergi.. kumohon.. ” pinta Hoshi memelas. Nana tetap tegar pada pendiriannya.
” Tunggu! percayalah padaku! aku benar-benar..”
” tutup mulutmu! sudah tidak ada alasan lagi.. kau merusak kepercayaanku.. janjiku 10 tahun lalu, sudah pupus.. tak ada harapan lagi.. ” Nana berlari pergi. Tetapi tangan Hoshi menahannya.
” HATCHIII! ” semua orang di ruang teater kaget bukan main.
” STOP! STOP! ” teriak Kanazawa-sensei. Nana menghela napas. Hoshi melap keringatnya, capek.
“ gomennasai, aku agak flu hari ini.. ” ujar Nana sembari menunduk. Ia malu sekali. Padahal, latihan ini sudah berjalan hampir ke akhir cerita.
” Ya sudah kalau begitu, Mitsuki-san dan Kazuma -san istirahat dulu, yang lainnya tetap berlatih! ” perintah Kanazawa-sensei. Semua mendesah pelan, beranjak berdiri dan kembali membaca naskah.
Nana dan Hoshi beranjak ke sudut ruangan, beristirahat sejenak. Hoshi menatap Nana khawatir.
” daijoubu, ne, Nana-san? ” tanya Hoshi penuh kekhawatiran. Nana menggeleng cepat.
” kau mau pulang sekarang? ” tanya Hoshi makin khawatir melihat wajahnya yang pucat.
” tidak apa-apa, aku baik-baik saja, ne.. ” ujar Nana sembari memegangi kepalanya yang pening.
” kau harus kuantar pulang, Nana-san, wajahmu pucat dan sepertinya kau demam..” ucapnya sembari meraba dahi Nana, yang mulai memanas wajahnya karna malu.
” tidak, aku bisa pulang sendiri kok.. terimakasih..” tolak Nana halus, sembari melangkah terhuyung. Lantai ruang teater yang terbuat dari kayu yang licin membuatnya terhentak jatuh ke belakang. Ia menutup mata dan pasrah, ia akan terjatuh dan membentur lantai kayu yang pastinya akan sakit.
BRUKKKK!
” Ng? ” Nana merasa heran, ia tidak merasa bahwa ia terjatuh?
Nana membuka matanya pelan-pelan. Di hadapannya, sosok wajah Hoshi tergambar jelas, kurang lebih 5 senti dihadapannya. Hoshi menangkapnya sesaat sebelum ia membentur lantai. Wajah Nana yang merah karna demam semakin merona. Membuat wajahnya terlihat layaknya seperti kepiting Okinawa.
” A,a,A.. Gomennasai!! Tottemo Gomennasai!!” Nana menunduk dalam, meminta maaf sembari menutupi mukanya yang memerah.
” Da, Daijoubu ne, Nana-san.. ” Hoshi berusaha untuk bersikap biasa saja, walaupun didalam hati ia tidak keruan, karena ia juga refleks menangkap Nana, sesaat sebelum ia terjatuh. Entah apa jadinya apabila Nana tidak ditangkapnya, kan? Yakinnya pada diri sendiri. Hanya refleks.
” sepertinya kau benar-benar harus kuantar pulang, Nana-san, Ayo, kita pulang bersama.. ” ajak Hoshi agak canggung, karna Nana masih menutupi mukanya yang merah dengan tas.
Nana hanya mengangguk kecil dan menuruti ajakan Hoshi. Ia berjalan agak terhuyung menyusul Hoshi yang sudah berjalan duluan.
Setelah pamit pada Sensei, mereka pulang.
” Mengapa tiba-tiba kau demam, Nana-san? ” tanya Hoshi heran, saat mereka akan menyebrangi jalan raya yang ramai di kerumunan orang yang berlalu-lalang.
” Ah, tidak.. Aku hanya.. ” Nana mengantungkan kalimatnya.
” Hanya? “
” Kemarin malam aku tidak tidur karena menonton anime yang kusukai, mungkin aku lupa menyalakan pemanas ruangan, hingga aku demam begini.. ” lanjut Nana malu. Menurut Nana, tingkahnya seperti anak kecil, memalukan.
” Wah, ternyata Nana-san suka anime juga, aku juga sering tidak tidur karena menonton anime atau Tokusatsu sampai pagi..” aku Hoshi sembari tertawa. Nana tertegun.
” Ah, Hontou ni? kau suka ani.. KYAA!” Nana yang langkahnya masih terhuyung terdorong kerumunan orang yang datang dari arah berlawanan.
BATS!
Tangan Hoshi langsung menangkap tangannya, lalu menarik Nana ke sisinya. Pipi Nana kembali memunculkan semburat merah muda. Hoshi yang diam-diam juga agak merona sedikit, langsung menutupinya.
“ Daijoubu ne? Nana-san? ” tanya Hoshi kembali khawatir.
” Tidak apa-apa, aku baik-baik saja.. Tottemo Arigato ne..” ucap Nana pelan. Nana yang sedari tadi sudah bertindak yang menurutnya memalukan, bertambah pusing memikirkan tingkahnya yang terlalu merepotkan Hoshi.
” Syukurlah. kau tahu sendiri kan, perempatan ini adalah salah satu sudut keramaian Tokyo saat rush hour? sebaiknya kau berhati-hati.. Apa kau sudah merasa pusing sekali? ” Tanya Hoshi khawatir.
” Ah, tidak apa-apa, aku hanya terdorong..” elak Nana pelan. Ia memang belum begitu pusing, Yakinnya dalam hati.
” Baiklah, agar kau tidak terdorong lagi..” Hoshi menghentikan kata-katanya. Lalu membuang muka karna malu. Namun ia menyodorkan sebelah tangannya pada Nana.
” Pegang tanganku, jangan dilepas..” Ujar Hoshi agak terbata.
Nana tertegun. Mukanya kembali merona malu. Namun ia menyambut uluran tangan Hoshi, karena ia takkan mau terdorong arus manusia ini.
Mereka bergandengan tangan sepanjang jalan. Hoshi selalu memperingatkan Nana agar tetap selalu berada disampingnya, karna kereta api saat rush hour sangat penuh. Kebetulan, rumah Nana dan Hoshi ternyata hanya berbeda blok, namun masih berada di distrik yang sama.
” Huff.. Akhirnya kita sampai juga.. ” ujar Hoshi lega. Ia memang tidak begitu menyukai keramaian, ia lebih suka sendirian, hanya satu dua orang saja yang berada disampingnya. Dan itu akan membuatnya merasa nyaman.
” Maaf, kau telah mengantarkanku hingga ke rumah, sungguh aku ini benar-benar merepotkanmu, aku berhutang budi padamu! sungguh! ” Nana menunduk dalam ke arah Hoshi, mengucapkan maaf berkali-kali.
” Sudahlah, aku mengerti kok, aku senang bisa mengantarmu ke rumah..” ujar Hoshi sembari tersenyum. Nana hanya menunduk malu, lalu mengetuk pintu rumahnya beberapa kali. Hoshi masih menunggu sampai Nana masuk ke dalam rumah.
Beberapa lama menunggu, tidak ada yang kunjung membukakan pintu. Nana agak cemas menunggu di depan pintu. Hoshi terheran-heran.
“ mengapa tidak ada yang membukakan pintu? Kemana semua orang? “ gerutu Nana pelan. Ia mengeluarkan ponselnya. 1 email masuk.
“ Nana-chan, kau sudah selesai latihan drama? Ayah, Ibu dan Toru masih berada di rumah Paman di Saitama, mungkin kami akan pulang malam, kau bawa kunci rumah? Kalau tidak bawa, kau ke rumah temanmu dulu ya? Kami janji akan pulang tak lama lagi.”
“ EH?? “ Nana melompat kaget. Hoshi memasang muka heran.
“ ada apa, Nana-san? “
“ Harus bagaimana ini??” Nana menepuk kepalanya putus asa.
“ keluargaku pergi ke Saitama dan aku lupa membawa kunci rumah! Harus bagaimana ini?” jelas Nana dengan nada penyesalan. Kepalanya semakin pusing karna ini.
“ Tenang dulu, Nana-san, aku masih disini..” Hoshi menenangkan. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
“ Bagaimana kalau kau ikut aku ke suatu tempat kesukaanku? Kau harus menunggu keluargamu juga kan? Bagaimana? “ tawar Hoshi riang. Nana terheran.
“ Tempat kesukaan? Dimana? “
“ Tidak jauh dari sini, ayo ikut! “ sebelum Nana bertanya lebih jauh, Hoshi sudah menarik tangannya pergi.
==–==
“ Kazuma-kun, sebenarnya kita mau kemana? “ Tanya Nana heran. Ia terus menaiki satu persatu anak tangga yang terlihat seperti tangga kuil. Namun Hoshi tidak menjawab.
“ Kau capek, Nana-san? “ tanya Hoshi.
“ Ah, tidak terlalu, aku hanya penasaran aku akan diajak kemana..” ujar Nana sembari tersenyum. Hoshi ikut tersenyum mendengarnya.
“ Sebentar lagi sampai kok, ah, itu dia tempatnya! “ Hoshi berlari diantara pepohonan. Nana susah payah mengikutinya. Ia menyibak dahan-dahan pohon yang menutupi jalan. Nana terbelalak ketika melihat apa yang ada di hadapannya.
“ Indah sekali bukan? “ Hoshi tersenyum puas.
“ I, indahnya!! Ini benar-benar luar biasa! “ kagum Nana.
Nana dan Hoshi tiba disuatu bukit dibalik dahan dan semak semak hijau di belakang kuil Saito, yang penuh dengan pepohonan Sakura yang mulai bermekaran, warna pinknya berkilau diterpa remang-remang cahaya bulan. Di sisi bukit, Nana dan Hoshi dapat melihat gemerlapan kota Tokyo dari kejauhan.
“ Bagaimana kau bisa tahu ada tempat seindah ini di Tokyo? “ Tanya Nana heran, sembari menjatuhkan dirinya di rerumputan. Hoshi ikut duduk disampingnya.
“ Ceritanya panjang.. memangnya kau mau mendengarnya? “ Hoshi menerawang langit malam yang di penuhi jutaan bintang yang berkilau, sorot matanya terlihat sedih.
“ Tentu aku mau mendengarnya.. “ Nana menghela napas, lalu mendekatkan posisinya ke samping Hoshi, bersiap mendengarkan.
“ Bukit ini, tidak banyak yang mengetahui keberadaan bukit ini, aku juga menemukannya secara tidak sengaja..” Hoshi menghela napas.
“ kutemukan bukit ini saat musim semi, 7 tahun lalu. Saat itu Sakura disini sudah bermekaran, saat itu, aku sedang sangat sedih karena kedua orangtuaku akan bercerai, setiap hari, yang kutemukan di rumah bukanlah ketenangan, karna disana hanya ada teriakan kemarahan kedua orang tuaku, setiap hari mereka bertengkar tanpa pernah memedulikanku, “ Hoshi berbaring menatap langit. Nana terus menatapnya.
“ Malam itu, aku lari dari rumah karna sudah tidak tahan lagi,Ayah dan Ibuku sudah memutus kan untuk pergi, aku frustasi, aku terus menangis sembari berlari. Entah apa yang menuntunku untuk berlari ke kuil Saito saat itu, aku hanya ingin berdoa kepada Tuhan agar orang tuaku kembali..”
“ Aku berdoa sendirian, sembari terisak pelan di hadapan kuil. Seperti seorang anak yang tersesat, aku berjalan tak tentu arah, menembus semak-semak dan menyingkirkan dahan-dahan pohon, masuk ke dalam hutan belakang kuil, tanpa rasa takut.. “ kenang Hoshi.
“ Aku menemukan secercah cahaya yang masuk ke dalam mataku, pepohonan Sakura yang bermekaran waktu itu, masih tersimpan dalam kenanganku, karna hatiku sedang kacau waktu itu, aku terus berlari, hingga aku tiba di tepi bukit, aku melihat pemandangan yang luar biasa ini. Aku bersandar di salah satu pohon Sakura karna lelah, aku memandang jutaan bintang yang bersinar malam itu. Aku terus menangis sembari memeluk lutut.. Hingga ia datang, seseorang datang menghampiriku..”
“ Hei, mengapa kau menangis? “ Tanya seseorang, mengagetkan Hoshi kecil yang sedang menelungkup memeluk lututnya.
Hoshi kecil mendongak. Ia melihat seorang anak perempuan berbaju aneh, berjongkok dihadapannya sembari memegang sapu lidi besar yang dibawanya sejak tadi.
“ Si, siapa kau? “ Tanya Hoshi heran.
“ Seharusnya aku yang bertanya begitu! Anak kecil kan tidak boleh berkeliaran saat malam hari! “ tegurnya sok tahu.
“ Huh! Memangnya kau bukan anak kecil? “ gerutu Hoshi pelan, anak perempuan itu tertawa.
“ aku memang masih kecil! Tapi yang pasti, aku tidak cengeng seperti anak kecil! “ ejeknya pada Hoshi. Hoshi terhenyak malu. Ia langsung mengusap kedua matanya.
“ Huh! Tidak usah sok tahu! Kau tidak tahu apa yang kurasakan sekarang! “ bentak Hoshi kesal. Tidak ada yang tahu perasaan nya sekarang.. batinnya sedih. Ia kembali menekuk wajahnya. Tidak mau memperpanjang masalah. Anak perempuan itu tertegun.
“ Kau punya masalah ya? “ Tanya anak perempuan itu pelan. Hoshi hanya diam.
“ Bukit ini, bukit ini adalah bukit yang aneh, bukit ini seakan mengundang banyak orang yang sedang tak mempunyai arah untuk berjalan datang. Banyak orang yang semula ingin berdoa di kuil, yang telah putus asa atas kehidupannya, datang kesini. Mungkin pemandangan ini menghangatkan hati mereka..” jelas anak perempuan itu. Pandangan matanya lurus.
“ Ayah dan Ibuku akan bercerai…” desis Hoshi sedih. Anak perempuan itu tertegun.
“ bercerai? “ ulangnya. Hoshi mengangguk.
“ Aku datang kesini karna aku sudah frustasi, aku muak dengan semua yang ada dirumah, aku muak dengan Ayah dan Ibuku yang terus bertengkar! Aku muak dengan semuanya!!” teriak Hoshi miris. Anak perempuan itu menatap Hoshi dengan penuh perhatian.
“ Kau tahu, aku juga bernasib sama denganmu.. “ ujarnya pelan. Ia tersenyum pada Hoshi.
“ Aku ditemukan oleh pengurus kuil Saito 3 tahun lalu, aku tersesat di kuil ini ketika aku tak tahu jalan pulang, orang tuaku baru saja meninggal dunia saat kami sekeluarga pergi ke Tokyo.. “ jelasnya sendu.
“ Aku menghilang dari rumah sakit, shock karena kehilangan orang tuaku, dan aku dirawat oleh pengurus kuil ini dengan sangat baik, aku berhutang budi pada mereka semua..” ujar nya sembari tersenyum.
“ lebih baik kau bersyukur pada Tuhan karna kau masih mempunyai orang tua, kau hanya perlu bersabar dan berbicara baik-baik pada orang tuamu, karna sesungguhnya, apabila kau sangat membenci sesuatu, ketika kau kehilangannya, maka kau akan segera membenci dirimu sendiri dan bertanya, mengapa dahulu aku membenci nya? “ Anak perempuan itu mengenggam erat sapu lidinya, menahan air matanya yang mulai mengucur.
Hoshi tertegun. Di dalam hati, ia menyesal atas perbuatannya saat itu.
“ Aku akan kembali..” desis Hoshi pelan. Anak perempuan itu tersenyum.
“ Syukurlah.. “ bisik anak perempuan itu pelan. Hoshi beranjak dari duduknya dan bersiap pergi. Ia berlari diantara pepohonan. Anak perempuan itu tersenyum menatap kepergiaannya.
Hoshi terhenti. Ia berbalik ke belakang.
“ Hei! Aku lupa bertanya siapa namamu? “ Anak perempuan itu belum jauh. Mereka masih bisa berbicara satu sama lain.
“ Namaku Hoshiko! Dan kamu? “ Hoshi tertegun.
“ Hei! Nama kita sama! Namaku Hoshi! Senang bertemu denganmu.. “ Hoshi melambai ke arahnya. Hoshiko tersenyum. Hoshi kembali berbalik dan berlari pergi.
“ Ah, Hoshiko.. Arigato ne.. ” bisik Hoshi diantara langkahnya. Seakan mendengarnya Hoshiko tersenyum simpul. Entah kenapa, sesaat setelah Hoshi pergi, tanpa Hoshi ketahui, Seluruh pepohonan Sakura tiba-tiba dipenuhi kabut.
=—=
” Bukit Bintang..” desis Hoshi mengakhiri ceritanya. Nana sedikit terkejut dengan cerita Hoshi.
” Semenjak aku bertemu dengannya saat itu, di dalam hati aku telah menamai bukit itu dengan sebutan bukit Bintang.. ” tawa Hoshi pelan. Nana masih menatap Hoshi tak percaya.
” Maaf.. ” desis Nana pelan.
” Maaf? untuk apa? ” Hoshi beranjak dari tempatnya. Berdiri menatap langit yang bercahaya.
” Aku tidak pernah tahu masa lalu Kazuma-kun, aku hanya menganggap Kazuma-kun adalah seseorang yang baik hati dan tak pernah mempunyai masalah..” jelas Nana berkaca-kaca. Hoshi tersenyum.
” Tidak usah merasa bersalah begitu, Nana-san tidak salah apapun kok..” Ujar Hoshi sembari tersenyum. Nana mendongak menatap Hoshi, meminta keyakinan.
” Aku berharap bertemu dengannya lagi, sekali saja..” ujar Hoshi menerawang.
” Memang setelah itu, kau tidak berusaha untuk menemuinya lagi? “
” Aku selalu kesini semenjak itu, tetapi, anehnya, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi, saat aku bertanya pada pengurus kuil, semuanya menjawab tidak tahu…” Hoshi menunduk, sepertinya ia sangat menyesal.
Mereka berdua terdiam dalam keheningan beberapa saat.
” Uhh..” Nana mendesah. Ia memeluk dirinya sendiri, kedinginan.
” Doushite? Kau kedinginan, Nana-san? ” tanya Hoshi khawatir. Nana mengangguk.
” Hanya sedikit, tetapi, Ah..” tiba-tiba Hoshi menyelimuti Nana dengan jas sekolahnya.
” Ah, tidak usah, Kazuma-kun pasti juga dingin..” ujar Nana sungkan. Hoshi tersenyum sembari merapatkan jasnya pada Nana.
” Daijoubu, aku sudah biasa dengan udara dingin disini..” Nana tersenyum malu. Hoshi kembali duduk menatap langit.
” Kau selalu merasa kesepian, Kazuma-kun? ” tanya Nana hati-hati.
” Tidak..” Hoshi menggeleng.
” Karena jutaan bintang di langit selalu menemaniku, lagipula, sekarang Nana-san ada disampingku..” ujar Hoshi, tatapannya lurus.
” Benarkah? ” tanya Nana agak malu.
” Un! Ya.. Kau mau menemaniku tidak, Nana-san? ” tanya Hoshi.
” Ah, Ng.. “
” Mengapa? Kau keberatan? ” Hoshi menatap Nana, matanya menyiratkan sepi.
” Tentu! Tentu aku mau.. Aku akan selalu menemani Kazuma-kun disini..” ujar Nana yakin. Hoshi tertawa riang. Nana senang melihatnya.
“ Terimakasih..” bisik Hoshi.
====
Nana menutup pintu rumahnya pelan. Di kepalanya masih terbayang saat-saat bersama Hoshi tadi. Entah kenapa ada suatu perasaan yang berat yang menggelayut hatinya.
” Perasaan apa ini? ” tanyanya pada diri sendiri.
-ToBeContinued~
______________________________________________________________________
by: suzuchankuchiki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar