Halaman

TRANSLATE

Selasa, 28 Juni 2011

The Lost Princess -Chapter 4-

“Aku senang memandang langit biru seperti ini.”
“Oh ya? Kenapa?”
“Karena mengingatkanku padamu. Mata Aquamarine mu, juga rambut birumu. Warna kesukaanmu, lalu gaun favoritmu ini. Tapi tidak dengan wajahmu yang selalu bersemu merah saat menatapku.”
“Hee? Wa-wajahku tidak memerah kok! Berhenti menggodaku seperti itu, Hiromu!”

-Chapter 4-

Valeriana terbangun. Wajahnya menampakkan kebingungan yang tidak biasa. Keadaan sekitarnya gelap karena sudah larut malam dan lampu yang dimatikan, namun ia masih bisa melihat sosok Yuuta yang tertidur di atas sofa panjang di seberang tempat tidurnya. Valeriana kemudian menatap langit-langit kamar penginapan itu. Lagi-lagi ia bermimpi seperti itu. Ia sering sekali bermimpi tentang seorang laki-laki yang selalu terlihat seperti kekasihnya di mimpi itu. Namun ia selalu terbangun dan tidak pernah bisa mengingat bagaimana sosok dan siapa nama pemuda itu. Mimpi itu terlalu sering dan selalu terlihat nyata karena begitu berbeda dengan mimpinya yang lain. Bagaikan kenangan yang diputar ulang oleh otaknya. Ia sudah menduga, ada yang tidak beres dengan dirinya. Oleh karena itu, ia pergi dari rumahnya untuk menemukan jawaban yang ia cari.
Ia teringat sosok ayahnya. Bagaimana kabarnya ya? Pasti ia cemas memikirkan putrinya yang kabur ini. Gadis itu hanya berharap ayahnya bisa memaafkan dirinya kalau pulang nanti. Dan juga…

***

DUAKK!
Tubuh Ao terlempar beberapa meter dan menabrak sebuah pohon. Ia meringis pelan sambil memegang perutnya yang baru saja ditendang oleh pemuda asing yang muncul tiba-tiba. Suara sungai dan air terjun yang deras di malam hari membuat mereka lengah akan suara-suara yang lain.
“Ao!” Chazz segera menghampiri Ao yang berusaha kembali berdiri. Hiromu memandang kedua orang di depannya dengan tatapan datar melalui mata merahnya. Chazz menggeram kesal dan menatap tajam pada pemuda pirang itu.
“Siapa kau!? Apa maumu??” bentak Chazz dengan marah. Namun ia agak terkejut saat memperhatikan Hiromu dengan seksama. Auranya aneh, matanya merah, ekspresi yang dingin dan datar seperti boneka, juga bau darah yang menguar dari tubuhnya. Benar-benar mengingatkannya pada seseorang yang paling ingin ia lupakan.
“Kau…” kalimat Chazz terhenti ketika muncul seorang lagi perempuan yang penampilannya membuat Chazz juga sedikit terkejut. Perempuan bergaun hitam dengan topi kerucut di kepalanya berjalan menghampiri Hiromu.
“Fufufu… Rambut hitam dan mata kuning madu. Hanya Wheeler yang punya ciri-ciri seperti itu. Kudengar Wheeler sudah hancur. Ternyata masih ada yang tersisa ya? Tak kusangka aku beruntung bisa bertemu denganmu.” ujar Shouko menyeringai melihat wajah Chazz yang penuh dengan kebencian.
“Huh, wizard ya? Jadi orang itu bonekamu? Kau apakan dia sampai mau mengikat perjanjian denganmu?” Chazz memandang Shouko dengan tatapan merendahkan. Ia juga tidak menyangka bahwa ia bisa bertemu dengan seorang wizard. Setahunya, keberadaan wizard sangatlah sedikit karena perburuan Wheeler pada waktu dulu memusatkan pada pemusnahan wizard yang dianggap berbahaya. Ia pernah mendengar dari Ibu nya kalau wizard mempunyai kekuatan yang bisa mengambil mimpi kematian, membuat seseorang yang sudah meninggal tidak bisa pergi ke dunia sana dan tidak bisa beristirahat dengan tenang karena jiwanya tersesat tanpa mimpi itu. Bila seorang wizard mengumpulkan seratus mimpi kematian, maka ia bisa menghidupkan kembali satu nyawa yang telah mati. Tapi, ia hanya bisa mengambil mimpi kematian seseorang yang dibunuh oleh partner yang mengikat perjanjian dengannya. Ia juga hanya bisa mengambil sebuah mimpi yang mengandung kekuatan sihir yang cukup. Oleh karena itu, Wheeler berusaha untuk memusnahkan keberadaan wizard untuk mencegah pembunuhan yang tidak diinginkan. Sangat mudah untuk mengenali seorang wizard yang memiliki mata semerah darah. Seperti Werewolf yang merupakan musuh Vampire, Wheeler adalah musuh abadi Wizard.
Dan sekarang, Chazz sedang berhadapan dengan orang bermata ruby itu. Berdiri angkuh bersama bonekanya yang siap menerima perintah darinya.
“Hanya sedikit tekanan mental.” jawab Shouko tersenyum. “Aku meracuni kekasihnya dan membuatnya mau melakukan apa pun asalkan aku bersedia menyerahkan penawar racunnya.”
“Dasar pengecut!” teriak Chazz kemudian melemparkan sebilah pisau kecil yang selalu ia simpan di saku blazernya ke arah Shouko. Tapi pisau itu tidak berhasil mengenainya karena ditangkis oleh pedang Hiromu.
“Hanya pisau ini yang kau punya? Sungguh tak menarik.” kata Shouko sambil melirik pisau kecil yang terjatuh itu. Namun ketika ia kembali menoleh ke arah Chazz, ia hanya menemukan sebuah tas gitar yang terbuka di dekat Ao yang bersandar pada pohon di belakangnya.
Triing!
Tanpa ia sadari, Chazz sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah katana di tangannya yang langsung ditahan oleh pedang milik Hiromu. Matanya benar-benar memancarkan kemarahan yang mendalam.
“Karena wizard busuk seperti kaulah… aku… kehilangan Damon dan membunuh Mio dengan tanganku sendiri! Aku tahu setelah melihat matanya yang merah karena di bawah pengaruh wizard, kalian telah memanfaatkan kelemahan Mio! Takkan pernah kumaafkan!” Chazz kembali berusaha menyerang Shouko, namun selalu dihalangi oleh Hiromu. Shouko hanya tertegun melihat pertarungan yang ada di hadapannya kini. Ia memang sering melihat berbagai pertarungan Hiromu selama memburu korban, tapi baru kali ini ia melihat lawan tarung Hiromu yang gerakannya secepat dan selincah ini. Pantas saja keluarga Wheeler sangat ditakuti oleh para wizard. Kekuatannya memang tidak bisa dianggap remeh.
Sedangkan Chazz yang terus menerus mencari celah untuk menghabisi gadis wizard itu juga tidak habis pikir. Kekuatan serang dan kecepatan pemuda yang menjadi lawannya ini hampir seimbang dengannya. Baru kali ini ia bertemu dengan lawan yang setangguh ini. Dan juga, gaya bertarungnya itu sangat mirip dengan gaya bertarung seseorang yang ia kenal.
“Chazz…” Ao hanya bisa diam menyaksikan temannya yang sedang bertarung itu. Belum pernah sekali pun ia melihat Chazz yang begitu emosi dan marah seperti itu. Selama ini gadis itu selalu acuh tak acuh dan bersikap dingin pada orang lain. Ia selalu tampak tenang dalam menghadapi berbagai kondisi yang sulit sekali pun. Tapi kali ini ia nampak berbeda dari biasanya. Ao kembali meringis pelan begitu merasakan perih di perutnya. Tendangan orang itu benar-benar keras. Bukan sembarang tendangan.
Hiromu mundur beberapa langkah dengan cepat menghindari katana milik Chazz, kemudian dengan tenang menatap mata gadis itu. Chazz menyadari ada makna lain dalam tatapan pemuda pirang di hadapannya ini, seperti ingin memperingatkannya pada sesuatu. Beberapa detik kemudian pedang Hiromu sudah terlempar melesat ke arah Chazz. Tanpa pikir panjang ia segera menghindar ke samping ketika ia baru sadar akan arti tatapan itu. Dengan perlahan ia memperhatikan laju pedang yang terus melesat melewatinya.
Jleb.
Chazz benar-benar kehilangan fokusnya saat ia menatap pedang tersebut sudah menancap di perut Ao. Tubuhnya menegang melihat Ao yang jatuh terduduk dengan darah mengalir di perutnya. Wajahnya memucat. Bukan Chazz sasaran utamanya, tapi Ao yang berada di belakangnya. Shouko tersenyum puas.
“AO!!” gadis itu segera berlari ke arah teman seperjalanannya itu. Ia harus menyelamatkannya. Ia tidak mau kejadian itu terulang. Ao tidak boleh mati. Ao tidak boleh meninggalkannya. Ao yang sudah menemaninya. Ao yang sudah mengajarkan berbagai macam emosi yang telah hilang padanya. Ao yang sudah mengembalikan semangat hidupnya dengan kebodohan yang ia miliki. Ao yang ceroboh…
Namun pertahanannya menjadi lemah sehingga dengan mudah Hiromu menarik tangannya dan melempar tubuhnya yang kecil ke sebuah batu besar di pinggir sungai sebelum ia berhasil menghampiri Ao. Kepalanya membentur batu tersebut dengan keras membuat darah mengalir di keningnya. Katana miliknya ikut terlempar ke sungai dan hanyut dibawa air. Perlahan kesadaran gadis itu menipis. Chazz menatap Ao yang sudah terjatuh dengan pandangan yang mulai memudar. Ia masih bisa mendengar suara langkah kaki Hiromu yang mendekat, suara tawa Shouko, suara aliran sungai di sampingnya, dan suara air terjun yang tidak jauh dari tempat mereka berada. Ia ingin mendengar suara Ao, memastikan ia masih hidup, tapi tubuhnya tidak menunjukkan adanya pergerakan. Setelah kaki Hiromu berada di hadapannya, kesadarannya sudah benar-benar menghilang.
Hiromu menendang tubuh Chazz ke sungai, membuatnya hanyut terbawa air menuju air terjun di ujung sana.
“Dengan begini, sejarah keluarga Wheeler telah berakhir.” ucap Shouko kemudian tertawa penuh kemenangan.
“Bagaimana dengan yang ini?” tanya Hiromu menunjuk Ao dengan darahnya yang masih mengalir di perutnya. Dadanya yang naik turun menandakan bahwa ia masih hidup. Shouko hanya menatapnya sekilas kemudian berjalan pergi dari tempat itu.
“Biarkan saja ia mati perlahan disitu. Kekuatan mimpinya tidak cukup untuk kuambil, jadi ia tidak berguna sama sekali. Ayo pergi.” ucapnya kemudian tubuhnya langsung menghilang dalam lingkaran hitam yang ia buat. Hiromu hanya mengangguk pelan lalu menyusul hilang dalam kegelapan setelah mengambil pedang miliknya. Setelah gadis wizard dan bonekanya itu pergi, seseorang datang dari arah hutan dengan nafas terengah-engah dan menatap pemandangan di hadapannya. Ia menghampiri Ao yang sudah tak sadarkan diri dan berlumuran darah.
“Aura yang tadi itu… wizard?” nada suaranya terdengar ragu. Namun wajahnya mengeras ketika matanya menangkap keberadaan sebuah tas gitar yang letaknya tak jauh dari pemuda yang terluka di depannya ini. Benda itu terasa familiar di matanya.
“Chazz…?”

***

Aroma yang harum membuat pemuda berambut perak itu membuka matanya. Di hadapannya kini duduk seorang gadis berkacamata yang melahap sebuah roti bakar yang tampak lezat sedang menatap dirinya yang masih berselimut di sofa panjang ruangan itu. Valeriana dengan tenang menelan potongan terakhir sarapannya kemudian meminum coklat hangat yang ia pesan. Yuuta pun duduk dan memperhatikan meja di depannya. Hanya ada sebuah piring kosong dan secangkir coklat hangat yang baru saja Valeriana letakkan.
“Sarapanku mana?” tanya Yuuta lalu menguap malas.
“Tidak ada.” sahut Valeriana.
“Eh?”
“Tidak ada sarapan untuk orang pemalas yang baru bangun sepertimu.” Gadis bermata aquamarine itu pun tersenyum dengan polos dan manisnya, berdiri dari kursi yang ia duduki dan melempar sebuah handuk ke muka Yuuta.
“Nona Foliery ini ingin melihat air terjun, jadi cepat mandi dan turun ke bawah. Kalau tidak, kupastikan hari ini kau benar-benar tidak akan sarapan.” ucap Valeriana lalu pergi dari ruangan itu.
“Hhh… Sifat suka memerintahnya itu benar-benar tidak berubah…” gumam Yuuta menatap pintu yang tertutup itu.
Kruyuuuk~
“Lapar…”
Valeriana berjalan menuruni tangga dan memasuki lantai bawah penginapan tersebut yang memang khusus dibuat sebagai sebuah restoran sederhana. Penginapan itu baru dibuka dan terletak di pinggir kota yang berdekatan dengan sebuah air terjun. Valeriana tertarik untuk kesana ketika melihat brosur promosi yang memberikan potongan harga. Gadis itu berniat memesan makanan untuk Yuuta ketika matanya menangkap sesosok pemuda yang sedang duduk di salah satu kursi restoran yang terletak paling pojok. Laki-laki berambut pirang itu hanya berpangku tangan menatap pemandangan di luar jendela yang sama sekali tak menarik dan membiarkan kopinya mendingin tak tersentuh.
“Dia kan… Kalau tak salah namanya Hiromu?” gumam Valeriana. Pipinya sedikit merona ketika ia menyebutkan nama itu. Gadis itu pun dengan pelan duduk di kursi yang paling dekat dengan jangkauannya dan mulai menatap pemuda yang baru dikenalnya itu.
“Ada apa Valeriana, ayo cepat hampiri dia… Kenapa malah diam disini…” bisik Valeriana berbicara pada dirinya sendiri. Terlupakan oleh tujuan awalnya untuk memesan makanan, ia malah terus memandang dan memperhatikan Hiromu. Ah, rupanya kali ini ia memakai sebuah kemeja berwarna hitam. Lengan kemejanya digulung hingga siku. Ia hanya diam melamun dan tak bergerak seperti patung. Selama 15 menit, tak ada yang berubah dari posisi duduknya kecuali bola mata birunya yang perlahan jadi merah. Eh tunggu, matanya?
Valeriana menegakkan tubuhnya. Ia mengedipkan matanya berulang kali memastikan penglihatannya tidak salah. Namun ia memang melihat mata Hiromu yang kini merah menyala. Tiba-tiba pemandangan di depannya hilang dan pandangan matanya berubah gelap gulita. Sesuatu telah menutup matanya.
“Hey, jangan melamun Tuan Putri.” suara Yuuta kini terdengar menyebalkan di telinga Valeriana. Gadis itu segera melepaskan tangan Yuuta dari matanya dengan kesal.
“Yuuta! Kau ini menggangguku saja!” gerutu Valeriana. Ia segera menoleh lagi ke arah Hiromu, namun sekarang kursi itu kosong dan hanya ada secangkir kopi yang sudah dingin di atas meja. Kemana dia? Tanya Valeriana dalam hati dengan sedikit perasaan kecewa. Apa ia bisa bertemu dengannya lagi? Ia pun menghela napas panjang dan baru sadar kalau tangannya masih memegang tangan Yuuta.
“Sampai kapan mau memegang tanganku seperti ini? Ternyata kau sangat suka padaku ya sampai tak ingin melepas tanganku~” ucap Yuuta. Valeriana menatap tangan Yuuta selama beberapa detik lalu menggigitnya dengan keras.
“AAAARGH!!”

***

“Kau dari mana?” suara lembut gadis itu membuat Damon sedikit terkejut. Ia menoleh pada seorang gadis yang duduk di sebuah kursi roda. Rambut merahnya yang panjang bergelombang tampak menyatu dengan gaun merah yang ia kenakan. Dan mata merahnya yang menyala menatap dengan penuh rasa ingin tahu pada baju penuh darah yang dipakai Damon. Kemudian tatapannya berpindah pada sebuah tas gitar di tangan kanan pemuda itu.
“Nona, anda seharusnya tidak berada disini.” ucap pemuda itu menunduk dengan sopan. Gadis itu hanya diam memandang Damon.
“Apa yang terjadi? Kenapa bajumu penuh darah?” tanya gadis itu sekali lagi. Namun Damon tetap diam dan tidak menjawabnya. Merasa diacuhkan, gadis itu memutar kursi rodanya dan pergi dari tempat itu.
“Seharusnya kau menjawab pertanyaannya.” sebuah suara sekali lagi membuat Damon terkejut. Ia mendapati Tuannya berdiri di belakangnya.
“Maaf, Tuan Foliery. Saya tidak ingin membuat nona cemas.” ucap Damon. Pria tua di hadapannya itu tersenyum.
“Kau akan membuatnya lebih cemas jika kau tidak memberitahunya. Damon, kau sudah ku anggap sebagai anggota keluargaku sendiri. Sampai kapan kau akan bersikap seperti itu?” ujar sang kepala keluarga Foliery tersebut.
“Tuan sudah menyelamatkan nyawa saya.”
“Dan kau akan menyelamatkan putriku. Berjanjilah untuk berhenti bersikap seperti itu jika kau berhasil menemukan Valeriana.”
“Tapi…”
“Bagaimana keadaan anak yang kau bawa tadi?”
“Ah, anak itu sudah ditangani. Ia kehilangan banyak darah, tapi sekarang sudah tidak apa-apa. Keadaannya hampir sama seperti saya dulu.” Damon tersenyum miris. Ia teringat kembali pada kejadian yang dulu ia alami. Ketika dirinya yang ditemukan dan berhasil diselamatkan oleh keluarga Foliery. Saat itu keluarga Foliery masihlah keluarga yang ceria dan penuh kebahagiaan. Mereka merawat dirinya sampai sembuh, membuatnya sulit untuk meninggalkan keluarga tersebut. Ia berhutang nyawa pada mereka. Damon yang sempat mengira bahwa adiknya tidak akan selamat, mendapatkan kembali semangat hidupnya dari keluarga itu. Dan kini, tas gitar yang ia pegang memunculkan sedikit harapan yang telah hilang. Satu-satunya yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaannya adalah pemuda yang kini tengah berbaring dengan tubuh terluka yang ia temukan tadi bersama tas gitar itu.
“Jadi, apa benar ada hubungannya dengan wizard?” pertanyaan kembali terlontar dari majikannya tersebut.
“Tidak salah lagi, yang saya rasakan itu benar-benar aura wizard. Kemungkinan, ia mengejar…” ucapan Damon terhenti, ia memegang tas gitarnya dengan erat. Ia menghindari jawaban ini. Wheeler adalah musuh wizard. Ia tidak mau mendengar kemungkinan adiknya yang diincar karena itu akan menghilangkan lagi harapannya yang muncul. Tuan Foliery memperhatikan wajah bawahannya itu seakan ia mengerti kegundahan yang dialami Damon. Ia pun menghela napas berat.
“Apakah mungkin wizard itu anak perempuan yang itu?” tanya pria tua itu lagi. “Apakah aku salah sudah membiarkannya hidup? Dan akibatnya malah membuat putriku yang menderita. Juga Hiromu…” Damon bisa merasakan perasaan sedih yang mendalam dari majikannya itu. Perasaan sedih, rasa bersalah, penyesalan, dan kebimbangan yang bercampur menjadi satu. Sudah 7 tahun ia tinggal bersama keluarga Foliery, ia sudah mengenal keluarga itu dengan baik. Keluarga yang ceria dan penuh kebahagiaan, sampai kejadian dua tahun yang lalu.

***

Chazz merasakan permukaan yang kasar di pipinya. Tubuhnya kedinginan. Kepalanya berat. Gadis itu membuka kedua matanya. Ia masih hidup. Sepertinya ia terbawa arus dan terjatuh dari air terjun. Beruntung ia masih hidup setelah jatuh dari air terjun dengan ketinggian seperti itu. Ia berusaha bangkit dengan susah payah, bagaimana pun kepalanya terbentur sangat keras. Darah di pelipisnya sudah mengering. Ia berjalan dengan tertatih-tatih keluar dari air menuju sebuah pohon yang terdekat dan bersandar disana. Matanya mulai memperhatikan keadaan di sekitarnya. Tak lama ia melihat sebuah benda berbentuk panjang menancap di tanah yang letaknya agak jauh dari tempatnya sekarang. Chazz mengenal ukiran khas yang terdapat di ujung benda tersebut. Itu adalah katana miliknya. Rupanya katana itu juga terjatuh dari air terjun. Sepertinya benda tersebut sempat membentur batu karang besar di tengah air terjun sehingga katana itu terlempar ke tanah. Chazz menghela napas lega, syukurlah senjata kesayangan miliknya itu tidak hilang terbawa air. Dengan susah payah, ia memaksakan tubuhnya berjalan ke tempat katana itu menancap lalu mencabutnya. Yang ia perlukan sekarang adalah tempat untuk beristirahat dan mengobati lukanya. Ia berjalan mengikuti jalan setapak yang dikelilingi pepohonan yang besar. Ia bisa melihat sebuah bangunan di atas sana. Mungkin ia bisa beristirahat disana. Katana nya ia pegang di tangan kanan dengan sikap waspada. Tidak menutup kemungkinan kalau ia masih dikejar oleh gadis wizard itu dan partnernya.
Srek. Tap! Tap!
Suara langkah ringan terdengar mendekat. Chazz segera bersembunyi di sebuah pohon di dekat jalan setapak itu. Kedua tangannya memegang erat katana miliknya. Ia bisa mendengar suara langkah seseorang mendekat ke arahnya. Apakah itu gadis wizard tersebut? Kepalanya mulai pusing, dan pandangannya mulai buram. Tapi ia harus bertahan. Ia tidak boleh pingsan disitu. Langkah itu pun semakin mendekat. Dan mendekat.
Sret!
“Jangan bergerak!!” teriak Chazz mengancam seraya mengacungkan ujung katana yang ia pegang ke arah seorang gadis berambut biru. Gadis itu nampak sangat terkejut lalu berteriak dan menutup matanya dengan takut. Ia mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya.
“Ampun, Damon! Aku kabur karena terpaksa!” seru gadis itu membuat Chazz membelalakkan matanya.
“Apa?” ucap Chazz terdiam menatap gadis berkacamata di depannya ini. Damon? Apa gadis ini menyebutkan nama Damon?
Sedangkan gadis yang ternyata adalah Valeriana itu sedikit terheran mendengar suara seorang perempuan. Ia membuka matanya perlahan dan menatap sosok di depannya ini ternyata adalah seorang perempuan, bukan bawahan yang bekerja untuk ayahnya.
“Hoe? Maaf, aku kira kau Damon. Habis rambut dan matamu sangat mirip dengannya.” ujar Valeriana kemudian tertawa kecil tanpa mempedulikan ujung katana yang masih teracung ke lehernya. Sedangkan setitik airmata mulai keluar dari mata kuning madu milik Chazz.
“Damon… masih hidup?”

-to be continued-





by : Hana Kisaragi

Tidak ada komentar: