"Hoam...." kataku sambil menguap, "cuaca begini buat ngantuk. Tapi sepi sekali, yang lain masih tidur ya?" kataku sendirian sambil mengusap mata. "Mereka masih belum bangun Rikimaru-sama." kata Yue yang tiba-tiba muncul entah dari mana, "yah,,, yang pastinya Ren pasti masih tidur." kataku yang berjalan ke arah dapur untuk memasak, "apa mau kubangunkan?" tanya Yue. Aku tertawa geli saat itu, "tidak usah, walau kau pasang 9 buah jam weker dia tidak akan bangun." Tetapi tidak disangka-sangka Ren turun dari tangga, "apa-apaan itu?" katanya dengan sedikit marah. Aku terkejut dan menatap Ren dengan tajam, "kenapa?" tanya Ren yang heran, "apa kau benar-benar Ren?" tanyaku dengan heran. BUGH!!!
"Jadi itu sikapmu pada orang yang barusan bangun ya?" kata Ren dengan kesal sambil memukulku. "Tak usah main pukul bisa kan? Lagipula tak biasanya kau bangun jam segini." kataku pada Ren, "yah, sebenarnya aku masih mau tidur tapi tadi ada sebuah shikigami masuk lewat jendelaku membawa ini." kata Ren sambil memberikanku sebuah kotak kado. Aku mengambil kotak tersebut dan membaca surat yang diselipkan di antara pita pembungkus kado tersebut, "apa kabarmu di sana? Aku di sini baik-baik saja, maaf kalau telat memberikan hadiah valentine. Aku tak menemukan coklat yang kelihatan enak, sebagai gantinya aku menemukan gelang yang bagus dan mempunyai warna yang sama dengan rambutmu, merah kecoklatan. Pakai ya." begitulah isi pesan tersebut tanpa nama pengirim. Aku tersenyum, "memberikan hadiah dengan lupa menuliskan nama pengirim memang ciri khasnya." kataku sambil membuka kado itu. Saat melihat hadiahnya aku merasa heran, "ini,,,," kataku sambil menarik hadiah tersebut, "ini kalung kucing kan?" kataku dengan tertawa berat. Ren pun tertawa terbahak-bahak, "Gyahahaha,,,, dia mengira itu gelang. Hahaha,,, dia benar-benar tidak berubah sedikit pun." kata Ren dengan nyaring. "yah, tetapi kalau sudah dikasih mau gimana lagi?"kataku dengan menghembuskan nafas dan memasangnya di pergelangan tanganku. Karena suara Ren, Ayame terbangun, "Selamat pagi....." katanya dengan panjang dan mengantuk. "Ng, kau itu bodoh atau apa? Ngapain kamu makai kalung kucing sebagai gelang? Bodoh!" sambung Ayame yang langsung pergi ke pemandian, "sepertinya aku akan kelihatan aneh dengan ini." kataku dengan berat.
CRING!!
Bunyi lonceng yang berada di kalung kucing itu, "Hmm?? suara apa itu?" tanya Yubisaki-sensei, "Aku." jawabku sambil mengangkat tangan. "Begitu ya?" kata Yubisaki-sensei dengan cuek, KRING!!!!! Bunyi bel sekolah yang menandakan pelajaran selesai, "Hari ini cukup sampai di sini. Oh ya, tolong hapuskan keributan hantu itu malam ini ya..." kata sensei dengan riang sambil keluar ruangan. "Hantu?" kataku, Fuyu yang membuka bekalnya langsung berkata, "Oh iya, ada gosip yang beredar di kalangan murid." Ren langsung menatap Fuyu, "Gosip apa?" tanyanya, "Gosip tentang hantu di bangunan tua yang berada di samping ruang osis." kata Hinata yang ikutan ngomong. "Apaan tuh?" kataku yang tidak percaya dengan keberadaan hantu, "Kau tidak mempercayai hantu?" tanya Ayame, "Tidak!" jawabku dengan tegas. "Kalau begitu biar aku ceritakan gosip itu." kata Hinata dengan nada licik sambil menutup jendela dan mematikan lampu sehingga ruangan itu menjadi gelap. "Pada malam hari ada 5 orang murid yang iseng masuk ke dalam bangunan tua itu. Bangunan itu terdiri dari 5 lantai, pada lantai pertama mereka mendengar suara air yang lumayan deras dari arah toilet." kata Hinata dengan seram, Yoshida terlihat takut sehingga dia menempel di belakangku. "Karena merasa aneh seorang murid memberanikan diri untuk melihat ke sana. Beberapa menit berlalu, akhirnya murid-murid yang berdiam diri itu berniat mejemput murid yang masuk ke dalam toilet tadi. Saat berada dekat toilet mereka mendengar suara air yang jatuh dari atas, mereka masuk dan melihat murid yang memberanikan diri tersebut menempel di atas atap dengan air yang kental dan sesosok air yang menggumpal bergerak-gerak tepat di bawah murid tersebut." Kata Hinata, "Mereka semua berlari ke arah pintu keluar tetapi pintu keluarnya tak bisa dibuka sedangkan makhluk air tadi mengejar mereka. Mereka pun berlari ke lantai dua tepatnya ruang musik lalu menutup pintu itu rapat-rapat, sayup-sayup terdengar suara piano berbunyi, tetapi bunyinya bukan bunyi piano biasa. Bunyinya adalah seperti bunyi raungan seseorang, karena hal itu seorang anak lagi telah jatuh pingsan. Tiga murid yang tersisa berlari ke lantai tiga, ruangan seni. Karena tangga ke lantai 4 berada di dalam ruang seni mereka memasukinya dan tiba-tiba tangga itu lenyap. Lalu ada sebuah patung yang berheser secara perlahan dan tiba-tiba patung karet yang ada di sana menyergap seorang murid lagi. Dengan ini tinggal 2 murid yang tersisa, mereka meloloskan diri dengan cara menghancurkan atap sehingga mereka masuk ke lantai lima. Dan di lantai lima teror hantu tersebut belum berakhir, kaca kelas yang berada di sana pecah secara tiba-tiba dan pecahannya itu berputar-putar. Pecahan tersebut menahan seorang murid lagi sehingga tinggal satu orang, murid terakhir pergi ke atap alias lantai 5. Di sana suasananya tenang sehingga murid tersebut bernafas lega, tetapi muncul sebuah orang yang tinggi, berpakaian hitam lalu mengenakan Qatar(Senjata yang dipakai assasin cross di Ragnarok), dan bermuka setan." kata Hinata yang menakut-nakuti Ayame dkk. Aku secara diam-diam berputar ke belakang Hinata dan memengang pundaknya. Hinata terkejut tetapi tetap diam, dia mengambil sebuah senter yang ada di meja dengan gemetar lalu menyenteriku dengan cepat. "KYYAAAA!!!!!" jeritnya yang terkejut melihat aku yang memakai topeng setang yang kutemukan di laci mejaku. Ren dan aku tertawa, "Haha, sebaiknya jangan menakuti orang kalau kau sendiri takut." kataku dengan tertawa terbahak-bahak. "Sialan! Aku nyaris mati tahu! Buat kaget saja, dasar Bodoh!"" Kata Hinata yang marah, "Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Ren, "Kelima murid tersebut ditemukan pagi berikutnya di bawah pohon YGGDRASIL dengan keadaan tertidur. Yang mengherankan adalah kerusakan yang berada di dalam bangunan tersebut telah lenyap tak berbekas." kata Hinata dengan serius. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku dengan acuh, "Kau masih tidak percaya?" tanya Hinata, "Tidak!" jawabku sambil menaruh topeng yang kutemukan itu ke dalam laciku lagi. Hinata yang terlihat kesal langsung mendekatiku, "Kalau begitu, ayo kita selidiki ke bangunan itu malam ini. Tak ada penolakan!" katanya dengan memaksa.
"Hei! Ayo kita siap siap!" kata Hinata yang sudah siap berangkat. "Melakukan hal seperti ini seperti orang bodoh." kata Ayame dengan tas perjalanan yang sangat besar yang diberikan Hinata, "Setuju." kataku yang berada di samping Ayame. Kami memasuki kelas kami dulu karena ada sebuah barang milik Hinata tertinggal, saat itu aku melihat topeng setan yang kupakai menghilang tetapi aku tak memperdulikannya. "Ayo kita berangkat." ajak Hinata yang pergi keluar kelas, Yoshida mendekat padaku karena takut. "kau takut Yoshida?" tanyaku, Yoshida mengangguk pelan, "Kau itu kan Youkai, seharusnya kau tidak perlu takut." kataku dengan tertawa kecil, "maaf." kata Yoshida dengan malu-malu. "Dia benar-benar pemalu." kataku, "Tak perlu takut, kalau ada apa-apa, aku akan menolongmu." kataku dengan tersenyum. "Ya." kata Yoshida dengan tersenyum kecil dan muka yang memerah. "Memangnya kau tidak takut hantu?" tanya Minata dengan nada yang meninggi seakan mau marah, "Mengapa kau marah?" tanyaku heran. "Aku tidak marah! Sudah jawab saja, kau takut atau tidak?" tanyanya lagi dengan nada tinggi. "Ini sih sudah pasti marah", kataku dalam hati, "Tidak! Aku tidak takut pada hantu. "Hantu itu kan Ren(ket:Ren dlm bhs jepang berarti tdk ada)" kataku dengan santai. "Ren?" tanya mereka semua serentak sambil menatap ke arah Ren, Ren langsung memukulku. "Kalau ngomong yang jelas! Mereka jadi salah mengerti kan?" bentak Ren padaku. Aku langsung melihat ke arah Ayame dkk, "Ah! Maaf! Bukan Ren yang ini. Ren adalah Ren tetapi hantu itu Ren(Tidak ada), Argh!!!!! Sudahlah, lupakan saja perkataanku itu." kataku sambil berbalik, Ren langsung memukul kepalaku dengan keras tetapi dia pura-pura tidak memukul. Saat kami berjalan ke arah toilet yang di ceritakan itu terdengar suara air mengalir, Ayame dkk langsung bersembunyi di belakangku. Aku membuka pintunya dan melihat sesesok gumpalan air yang bergerak-gerak, "Kya!!!!!!" teriak Yoshida dengan nyaring.
_____________________________________________________________________
by : Yahya De Courtville
"Jadi itu sikapmu pada orang yang barusan bangun ya?" kata Ren dengan kesal sambil memukulku. "Tak usah main pukul bisa kan? Lagipula tak biasanya kau bangun jam segini." kataku pada Ren, "yah, sebenarnya aku masih mau tidur tapi tadi ada sebuah shikigami masuk lewat jendelaku membawa ini." kata Ren sambil memberikanku sebuah kotak kado. Aku mengambil kotak tersebut dan membaca surat yang diselipkan di antara pita pembungkus kado tersebut, "apa kabarmu di sana? Aku di sini baik-baik saja, maaf kalau telat memberikan hadiah valentine. Aku tak menemukan coklat yang kelihatan enak, sebagai gantinya aku menemukan gelang yang bagus dan mempunyai warna yang sama dengan rambutmu, merah kecoklatan. Pakai ya." begitulah isi pesan tersebut tanpa nama pengirim. Aku tersenyum, "memberikan hadiah dengan lupa menuliskan nama pengirim memang ciri khasnya." kataku sambil membuka kado itu. Saat melihat hadiahnya aku merasa heran, "ini,,,," kataku sambil menarik hadiah tersebut, "ini kalung kucing kan?" kataku dengan tertawa berat. Ren pun tertawa terbahak-bahak, "Gyahahaha,,,, dia mengira itu gelang. Hahaha,,, dia benar-benar tidak berubah sedikit pun." kata Ren dengan nyaring. "yah, tetapi kalau sudah dikasih mau gimana lagi?"kataku dengan menghembuskan nafas dan memasangnya di pergelangan tanganku. Karena suara Ren, Ayame terbangun, "Selamat pagi....." katanya dengan panjang dan mengantuk. "Ng, kau itu bodoh atau apa? Ngapain kamu makai kalung kucing sebagai gelang? Bodoh!" sambung Ayame yang langsung pergi ke pemandian, "sepertinya aku akan kelihatan aneh dengan ini." kataku dengan berat.
CRING!!
Bunyi lonceng yang berada di kalung kucing itu, "Hmm?? suara apa itu?" tanya Yubisaki-sensei, "Aku." jawabku sambil mengangkat tangan. "Begitu ya?" kata Yubisaki-sensei dengan cuek, KRING!!!!! Bunyi bel sekolah yang menandakan pelajaran selesai, "Hari ini cukup sampai di sini. Oh ya, tolong hapuskan keributan hantu itu malam ini ya..." kata sensei dengan riang sambil keluar ruangan. "Hantu?" kataku, Fuyu yang membuka bekalnya langsung berkata, "Oh iya, ada gosip yang beredar di kalangan murid." Ren langsung menatap Fuyu, "Gosip apa?" tanyanya, "Gosip tentang hantu di bangunan tua yang berada di samping ruang osis." kata Hinata yang ikutan ngomong. "Apaan tuh?" kataku yang tidak percaya dengan keberadaan hantu, "Kau tidak mempercayai hantu?" tanya Ayame, "Tidak!" jawabku dengan tegas. "Kalau begitu biar aku ceritakan gosip itu." kata Hinata dengan nada licik sambil menutup jendela dan mematikan lampu sehingga ruangan itu menjadi gelap. "Pada malam hari ada 5 orang murid yang iseng masuk ke dalam bangunan tua itu. Bangunan itu terdiri dari 5 lantai, pada lantai pertama mereka mendengar suara air yang lumayan deras dari arah toilet." kata Hinata dengan seram, Yoshida terlihat takut sehingga dia menempel di belakangku. "Karena merasa aneh seorang murid memberanikan diri untuk melihat ke sana. Beberapa menit berlalu, akhirnya murid-murid yang berdiam diri itu berniat mejemput murid yang masuk ke dalam toilet tadi. Saat berada dekat toilet mereka mendengar suara air yang jatuh dari atas, mereka masuk dan melihat murid yang memberanikan diri tersebut menempel di atas atap dengan air yang kental dan sesosok air yang menggumpal bergerak-gerak tepat di bawah murid tersebut." Kata Hinata, "Mereka semua berlari ke arah pintu keluar tetapi pintu keluarnya tak bisa dibuka sedangkan makhluk air tadi mengejar mereka. Mereka pun berlari ke lantai dua tepatnya ruang musik lalu menutup pintu itu rapat-rapat, sayup-sayup terdengar suara piano berbunyi, tetapi bunyinya bukan bunyi piano biasa. Bunyinya adalah seperti bunyi raungan seseorang, karena hal itu seorang anak lagi telah jatuh pingsan. Tiga murid yang tersisa berlari ke lantai tiga, ruangan seni. Karena tangga ke lantai 4 berada di dalam ruang seni mereka memasukinya dan tiba-tiba tangga itu lenyap. Lalu ada sebuah patung yang berheser secara perlahan dan tiba-tiba patung karet yang ada di sana menyergap seorang murid lagi. Dengan ini tinggal 2 murid yang tersisa, mereka meloloskan diri dengan cara menghancurkan atap sehingga mereka masuk ke lantai lima. Dan di lantai lima teror hantu tersebut belum berakhir, kaca kelas yang berada di sana pecah secara tiba-tiba dan pecahannya itu berputar-putar. Pecahan tersebut menahan seorang murid lagi sehingga tinggal satu orang, murid terakhir pergi ke atap alias lantai 5. Di sana suasananya tenang sehingga murid tersebut bernafas lega, tetapi muncul sebuah orang yang tinggi, berpakaian hitam lalu mengenakan Qatar(Senjata yang dipakai assasin cross di Ragnarok), dan bermuka setan." kata Hinata yang menakut-nakuti Ayame dkk. Aku secara diam-diam berputar ke belakang Hinata dan memengang pundaknya. Hinata terkejut tetapi tetap diam, dia mengambil sebuah senter yang ada di meja dengan gemetar lalu menyenteriku dengan cepat. "KYYAAAA!!!!!" jeritnya yang terkejut melihat aku yang memakai topeng setang yang kutemukan di laci mejaku. Ren dan aku tertawa, "Haha, sebaiknya jangan menakuti orang kalau kau sendiri takut." kataku dengan tertawa terbahak-bahak. "Sialan! Aku nyaris mati tahu! Buat kaget saja, dasar Bodoh!"" Kata Hinata yang marah, "Lalu apa yang terjadi selanjutnya?" tanya Ren, "Kelima murid tersebut ditemukan pagi berikutnya di bawah pohon YGGDRASIL dengan keadaan tertidur. Yang mengherankan adalah kerusakan yang berada di dalam bangunan tersebut telah lenyap tak berbekas." kata Hinata dengan serius. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku dengan acuh, "Kau masih tidak percaya?" tanya Hinata, "Tidak!" jawabku sambil menaruh topeng yang kutemukan itu ke dalam laciku lagi. Hinata yang terlihat kesal langsung mendekatiku, "Kalau begitu, ayo kita selidiki ke bangunan itu malam ini. Tak ada penolakan!" katanya dengan memaksa.
"Hei! Ayo kita siap siap!" kata Hinata yang sudah siap berangkat. "Melakukan hal seperti ini seperti orang bodoh." kata Ayame dengan tas perjalanan yang sangat besar yang diberikan Hinata, "Setuju." kataku yang berada di samping Ayame. Kami memasuki kelas kami dulu karena ada sebuah barang milik Hinata tertinggal, saat itu aku melihat topeng setan yang kupakai menghilang tetapi aku tak memperdulikannya. "Ayo kita berangkat." ajak Hinata yang pergi keluar kelas, Yoshida mendekat padaku karena takut. "kau takut Yoshida?" tanyaku, Yoshida mengangguk pelan, "Kau itu kan Youkai, seharusnya kau tidak perlu takut." kataku dengan tertawa kecil, "maaf." kata Yoshida dengan malu-malu. "Dia benar-benar pemalu." kataku, "Tak perlu takut, kalau ada apa-apa, aku akan menolongmu." kataku dengan tersenyum. "Ya." kata Yoshida dengan tersenyum kecil dan muka yang memerah. "Memangnya kau tidak takut hantu?" tanya Minata dengan nada yang meninggi seakan mau marah, "Mengapa kau marah?" tanyaku heran. "Aku tidak marah! Sudah jawab saja, kau takut atau tidak?" tanyanya lagi dengan nada tinggi. "Ini sih sudah pasti marah", kataku dalam hati, "Tidak! Aku tidak takut pada hantu. "Hantu itu kan Ren(ket:Ren dlm bhs jepang berarti tdk ada)" kataku dengan santai. "Ren?" tanya mereka semua serentak sambil menatap ke arah Ren, Ren langsung memukulku. "Kalau ngomong yang jelas! Mereka jadi salah mengerti kan?" bentak Ren padaku. Aku langsung melihat ke arah Ayame dkk, "Ah! Maaf! Bukan Ren yang ini. Ren adalah Ren tetapi hantu itu Ren(Tidak ada), Argh!!!!! Sudahlah, lupakan saja perkataanku itu." kataku sambil berbalik, Ren langsung memukul kepalaku dengan keras tetapi dia pura-pura tidak memukul. Saat kami berjalan ke arah toilet yang di ceritakan itu terdengar suara air mengalir, Ayame dkk langsung bersembunyi di belakangku. Aku membuka pintunya dan melihat sesesok gumpalan air yang bergerak-gerak, "Kya!!!!!!" teriak Yoshida dengan nyaring.
_____________________________________________________________________
by : Yahya De Courtville
Tidak ada komentar:
Posting Komentar