Halaman

TRANSLATE

Rabu, 16 Desember 2009

Death Island chp 2

2. Beberapa Keanehan!!!!!


Setelah kepergian nahkoda kapal itu, mereka semua kembali ke tugas mereka, yaitu ‘Meneliti Pulau Kematian’, yang sekarang mereka datangi. Tetapi sebelum itu, mereka terlebih dahulu mencari tempat yang strategis untuk berkemah. Hari sudah sore dan mereka baru menemukan tempat untuk berkemah. Mereka memilih tempat yang tidak terlalu jauh dari pantai dan banyak di tumbuhi oleh tumbuh- tumbuhan. Saat hendak memasang tenda, tiba- tiba langit mendadak mendung.
“Celaka, langit menjadi mendung!” Sahut Rannish panik.
“Kita harus menyelesaikan tenda secepat mungkin!” Timpal Neystle sambil mengeluarkan palu dari dalam ranselnya. Semakin lama langit semakin gelap, dan mereka pun semakin mempercepat kerja mereka.
“Sudah selesai, tenda cewek yang paling besar sudah selesai!” Seru Isabella girang sambil masuk ke dalam tenda dengan menenteng barang bawaanya.
“Sip, tenda yang paling besar punya cowok juga sudah selesai!” Seru Asilly tidak mau kalah. Lambat laun tenda yang lainnya akhirnya jadi juga. Mereka semua bersorak senang karena mereka berhasil menyelesaikan tenda sebelum hujan turun. Dan saat seperti itu mereka pergunakan untuk menyiapkan lampu badai kalau nanti benar akan turun hujan. Nakumano, Michihiko, dan Zeakicha membantu Angelyna dkk menyiapkan lampu badai yang jumlahnya cukup banyak. Ezhira- Shui, Isabella, Harrifa, Anderla, Neystle, dan Asilly memeriksa setiap tenda kalau- kalau ada kesalahan pada pondasi tenda. Akumitsu yang biasanya tidak pernah kerja otaknya, hari ini mendadak berubah menjadi super serius. Bersama dengan Yuxellius, dan Tyson, ia menyusun daftar rencana kegiatan meneliti mereka. Setelah semua persiapan beres, Asselut, Yirobig, Feisha, Vicky, dan Aterlinas membagikan jatah masing- masing lampu badai. Dengan kemempuan hitung yang super cepat, Peleasha membantu mereka membagi jatah lampu badai juga.
“Jumlah tenda besar ada 2. sisanya 6 tenda dengan ukuran biasa. Tenda besar membutuhkan 6 lampu badai, tenda biasa membutuhkan 3 lampu badai, lalu jumlah lampu badainya ada 31. Berarti masih tersisa 1 lampu lagi,” Kata Peleasha kepada Aterlinas dan Vicky,” Sebaiknya kita apakan?”
“Kalo misalnya di tambahkan ke tenda besar atau tenda kecil gimana?” Usul Aterlinas.
“Wah, gak adil dong!” Tolak Peleasha tegas.
“Nah, gimana kalo lampu badai yang tersisa satu ini, kita gantungin aja di pohon yang ada di situ! Biar buat penerangan waktu malam!” Usul Vicky sambil menunjuk ke arah sebuah pohon yang terletak di tengah perkemahan mereka.
“Hmm… oke juga, kamu setuju gak, Peleasha?” Kata Aterlinas.
“Yah, boleh juga,” Jawab Peleasha akhirnya. Kemudian, mereka kembali membagikan jatah lampu badai kepada setiap ketua tenda. Tidak lama setelah persiapan mereka selesai semua, akhirnya hujan turun. Hujan kali ini sangat deras dan di sertai oleh angin yang sangat kencang juga. Tenda mereka bahkan terlihat seperti akan tercabut dari tanah dan akan terbang terbawa angin. Lampu badai yang tersisa satu itu di gantungkan di dahan pohon yang terletak di pertengahan perkemahan sebelum hujan turun tadi.
Tenda cewek terbesar di huni oleh Zeakicha, Nakumano, Angelyna, Iverla, Michihiko, Katheleen, Imiko, Teasle, Achouni, dan Harrifa. Disebelahnya, tenda terbesar anak cowok, dihuni oleh, Tyson, Akumitsu, Anderla, Yuxellius, Asellut, Algernoon, Neystle, Asilly, Ritch, dan Takumo. Disebelah tenda terbesar anak cowok, di huni oleh Ikoni, Inotsuka, dan Eivva. Sebelahnya lagi di huni oleh Alex, Yirobig, dan Deycot. Lalu, tenda sebelahnya di huni oleh Derry, Iruyo, dan Rannish. Tenda sebelahnya lagi di huni oleh Yosumuke, lalu duanya terpaksa dengan anak cewek, yaitu Denada dan Ubeako. Tenda yang di sebelah tenda anak cewek terbesar, di huni oleh Aterlinas, Vicky, dan Peleasha, terakhir tenda yang di sebelahnya di huni oleh Isabella, Ezhira- Shui, dan Feisha.
Didalam tenda cewek terbesar.
Angelyna mengeluarkan Hpnya karena ingin telpon- telponan sama Puterbon. Ketika ia ingin menelepon, tiba- tiba Katheleen memanggilnya. “Hey, Angelyna, Angelyna!!”
“Ih, rese banget sih!” Gumamnya sebal. “Ada apa?” Tanyanya kepada Katheleen.
“Hp-mu ada sinyal gak?” Tanya Katheleen dengan nada mengharap. Angelyna melirik sinyal Hp-nya, seketika ia berteriak histeris.
“TIDAK MUNGKIN!! MASA GAK ADA SINYAL?!!!” Seisi tenda terbesar anak cewek memandang Angelyna dengan perasaan bercampur anduk, aneh, heran, dan lain- lain.
“Kenapa sih kamu?” Tanya Zeakicha sambil menepuk pundak Angelyna.
“Enggak ada sinyal Zea, gak ada sinyal, gak ada sinyal…,” Jawabnya lemas bercampur takut.
“Udahlah, palingan gara- gara hujan deras ini. Besok pagi mungkin udah hujannya udah reda, terus sinyalnya fungsi lagi deh,” Hibur Iverla sambil membuka sebungkus keripik kentang kesukaannya. Angelyna menurut walau pun sebenarnya di dalam hati ia menangis.

Malam- malam sebelumnya mereka semua menikmati tidur dengan tenang walau pun di guyur oleh derasnya hujan karena mereka tidur di atas ranjang yang empuk dan di bawah atap yang tidak bocor. Tetapi kali ini, mereka semua tidak bisa tidur dengan tenang karena tenda mereka selalu bergoyang- goyang seperti mau copot dari tanah, tentu saja mereka menjadi khawatir dan sulit tidur. Apalagi salah satu dari tenda anak cowok ada yang bocor, jadinya sibuk banget deh, bentar- bentar bangun untuk mengganti ember yang sudah di penuhi oleh genangan air hujan. Suhu di pulau Kematian juga sangat dingin, berbeda dengan suhu di kota Bullworth. Zeakicha sampai tidur dengan 7 lapis selimut saking kedinginannya.
Didalam tenda cowok terbesar. Terdengar kegaduhan yang menandakan bahwa para penghuni tenda tersebut belum tidur. Sama seperti lainnya, penyebab mereka belum tidur adalah karena mereka khawatir kalau nanti tenda mereka copot dari tanah. Karena itu, mereka bergantian berjaga malam (di dalam tenda ). Saat itu kebetulan giliran Anderla dan Yuxellius yang menjaganya. Sambil menunggu giliran selanjutnya, mereka berdua mengisi waktu dengan bermain kartu remi. “Yeah, aku menang lagi! Menang lagi! Menang lagi!” Sorak Anderla kegirangan. Yuxellius mendengus kesal, ini kesekian kalinya ia berhasil dikalahkan dengan mudahnya oleh Anderla. Dan
sebagai hukuman, ia harus mau membagi camilannya kepada Anderla alias sang pemenang.
“Gila, baru kali ini ada lawan main kartu semudah kau!” Remeh Anderla karena ia sudah merasa jagonya.
“Itu hanya kebetulan, kapan- kapan pasti kamu yang LOSE!!”
“Enggak bakal.”
“Iya!!”
“Kalo gitu kapan?”
“Ehm.. kalo itu aku gak tau tapi ya... aku pasti akan mengalahkanmu!!!” WUSSHH..... Tiba- tiba angin yang sangat kencang berhembus dan menerpa pintu tenda mereka. Anehnya, pintu tenda mereka yang semula tertutup rapat, mendadak mengangap terbuka. Angin dan air hujan secepat kilat masuk ke dalam tenda dan membuat anak cowok lainnya yang sedang tertidur pulas menjadi tertanggu.
“Lho?! Kok ada air sih?!!” Omel Tyson yang paling kesal karena tidurnya terganggu.
“Dingin banget!! Anderla, Yuxellius jaga tendanya yang bener dong!!” Asilly ikut- ikutan nyerocos.
“Woi!! Tutup pintu tendanya, aku mau tidur dengan tenang!!!” Seru Ritch kesal. Anderla dan Yuxllius yang menerima banyak protes buru-buru menutup kembali pintu tenda sambil berkali- kali mengucapkan maaf.
Saat Anderla menarik sleting pintu tenda keatas, tiba- tiba matanya menangkap sesuatu yang ganjil di atas pohon besar di tengah perkemahan mereka. Seorang anak kecil bergaun putih dengan rambut puithnya yang sangat panjang terurai ke bawah sedang duduk santai di atas dahan pohon itu sambil terus mengamatinya. Seketika jantung Anderla berdegup kencang. Siapa? Siapa anak kecil itu? Anderla mengucek-ngucek matanya dan ketika dilihatnya sekali lagi gadis kecil itu telah raib. Mungkin cuman khayalanku.
“Hei, Anderla, cepet tutup pintunya, tenda mulai kebanjiran nih!!!”
“I, Iya....”

Keesokan paginya, sesuai ramalan Iverla, hujan sudah reda. Semua anak bersorak girang karena tidak terjadi sesuatu kepada mereka saat semalam turun hujan, kecuali Anderla. Dan ia lebih memilih untuk merahasiakan penglihatannya yang aneh semalam itu dan menganggapnya cuma mimpi belaka. Angelyna memeriksa sinyal Hpnya, dan ternyata,” MASIH TIDAK ADA SINYAL?!” Teriaknya histeris.
“Aduh Angelyna, kamu ini gimana sih, udah tau kita di pulau terpencil yang jauh dari peradaban, mana ada sinyal hari gini,” Jelas Peleasha sambil geleng- geleng kepala, kasihan melihat temannya yang sulit menerima bahwa mereka sedang berada di tempat yang jauh dari peradaban dan teknologi. “Lagian kemarenkan Peleasha udah ngomong hal yang sama pada kita tentang sinyal Hp itu,”Katheleen mengingatkannya. “Be, begitu toh…,” Angelyna baru mengerti.
“Heh, udah- udah! Baru pagi udah ngomongin sinyal Hp!” Lerai Iverla, bosan dengan keluhan Angelyna yang tiada habisnya.
“Kalo gitu, pagi- pagi gini enaknya masak dulu!” Usul Rannish sambil mengeluarkan sebuah panci dari dalam ranselnya.
“Ya, ya, cepet yang cewek masak!” Perintah Akumitsu.
“Yieh, enak aja. Bantuin juga dong yang cowok, cari kek, sayuran atau buah apa yang bisa di makan. Dihutan lebet kayak gini pasti banyakkan berbagai macam sayur atau buah- buahan!” Kata Inotsuka.
“Baiklah, baiklah, ayo! Biar aku, Ritch, Deycot, Rannish, dan Iruyo saja yang nyari sayur sama buahnya!” Jawab Asilly mengalah. Kemudian ia, Ritch, Deycot, Rannish, dan Iruyo pergi ke hutan untuk mencari sayur dan buah- buahan.

Saat semuanya sibuk bekerja, Nakumano diam- diam masuk ke dalam tendanya dan membuka buku tua yang belum selesai di bacanya itu. Setelah itu di bacanya lagi dengan perlahan dan hati- hati. (Soalnya takut kalau sampai ada satu halaman aja yang robek).
“…. Tiba- tiba muncul beribu- ribu zombie dari dalam tanah. Disusul oleh kerumunan drakula dan vampire yang haus darah. Selain itu pun, bermuculan hantu- hantu lainnya. Tidak hanya dari dalam tanah, ada juga yang muncul dari dalam batang pohon berupa jin penunggu, kuntilanak,dll. Ada juga yang muncul dari perairan laut, dan tempat- tempat lainnya. Tetapi anehnya, para mahluk gaib itu membiarkanku dan anakku hidup. Ratu dari para hantu itu, mendatangiku dan memberikanku sebuah persyaratan, jika aku mengijinkan anakku menikah dengannya, maka ratu itu akan membiarkanku dan anakku tetap hidup. Semula aku menolak, tetapi tak kusangka, ternyata anakku mau. Setelah menikah, hantu- hantu itu kembali ke alam baka mereka, dan hanya akan kembali, jika ada yang membuka kotak rahasia, yang berisi jiwa- jiwa mereka. Ratu itu mengandung dan melahirkan seorang bayi perempuan, kemudian ia lenyap. Bayi itu kuasuh dan kuanggap sama seperti anakku sendiri. Belum sampai sebulan setelah Ibunya lenyap, bayi itu juga kehilangan ayahnya, yaitu putraku. Ia mati karena keracunan makanan. Setelah itu aku hanya hidup berdua dengan cucuku, sampai akhirnya aku menjadi seorang nenek yang tua renta dan sering sakit- sakitan…,” Nakumano berhanti membaca, di ingat- ingatnya cerita yang baru di bacanya itu dengan cerita yang waktu itu di bacakan oleh Vicky. Kok rasanya mirip ya…? Batinnya bingung. Tiba- tiba seseorang membuka tirai tenda dan buru- buru Nakumano menyembunyikan buku tuanya lagi.
“Heh, malah enak- enakan di dalam tenda, bantuin aku ngumpulin kayu bakar kek!!” Ternyata Ikoni yang membuka tirai tenda itu. Nakumano mengehela napas lega.
“Bukannya kalian bawa kompor minyak tanah?”
“Kompornya ya bawa, tapi minyak tanahnya ketinggalan!”
“Pantesan.”
“Udah, buruan nyari kayu bakar! Nanti Angelyna cerewet lagi!!”
“Iya, ya,” Dengan enggan Nakumano bangkit dan keluar dari tenda bersama dengan Ikoni, lalu keduanya bergegas mencari kayu bakar di hutan.

Sementara itu, Asilly, Ritch, Deycot, Rannish, dan Iruyo, belum berhasil menemukan satu pun sayur mau pun buah. Saat mereka berlima sudah mulai berputus asa, tiba- tiba Rannish melihat sebuah ladang berisi sayur-mayur yang jumlahnya sangat banyak. Ritch juga melihat beberapa pohon dengan beraneka macam buah yang sudah masak-masak semua.
“C’ mon, kita serbu!!!” Seru Asilly semangat sambil berlari ke ladang sayur di ikuti dengan keempat temannya. Sesampai di ladang, Asilly menyuruh Rannish dan Iruyo memetik buah yang ada di pohon- pohon sekitar ladang itu. Tidak memakan waktu lama, mereka berhasil mengumpulkan banyak buah dan sayur untuk di bawa ke tenda mereka. Semua hasil petikan sayur dan buah mereka di simpan di dalam tas milik Deycot yang sengaja di bawa untuk tempat menyimpan buah dan sayur.
“Ok, sekarang kita balik ke tenda!” Kata Asilly dengan gaya sok pemimpin. Baru saja akan pergi, tiba- tiba Rannish merasa ingin buang air kecil. “Eh, tung, tunggu teman- teman, aku mau, BAK dulu…,” Mintanya sambil berlari ke arah semak- semak belukar.
“Dasar, makanya kencing waktu di tenda dong!” Gerutu Asilly.
“Memang kamu kalo buang air kecil di mana?!” Tanya Deycot penasaran.
“Ah, di belakang tendamu,” Jawab Asilly enteng sambil nyengir lebar. Tanpa di perintah Deycot menempelkan tinjunya di wajah Asilly. “Pantesan sering ada bau pesing di belakang tendaku!!”

Rannish menarik sleting celananya ke atas setelah puas memancurkan air seninya sebanyak mungkin. Ketika akan kembali ke tempat teman- temannya, Rannish melihat sesuatu yang mencurigakan dari balik semak tempat ia BAK tadi. Disibaknya semak itu dan ternyata ia melihat seseorang duduk jongkok di dekat tempat ia BAk tadi. Rambutnya acak- acakan dan tidak mengenakan baju, maksudnya hanya mengenakan celana yang sudah sobek- sobek pula. Apa itu? Pikir Rannish penasaran bercampur bingung. Orang itu tiba- tiba menoleh ke arah Rannish. Wajah Rannish menjadi jijik, orang itu mengunyah bangkai tikus yang masih segar, wajahnya tidak terlalu jelas karena tertutup oleh poni rambutnya yang panjang dan acak- acakan. Orang itu tiba- tiba memuntahkan bangkai tikus yang tadi dikunyahnya. Lalu di pungutnya dan di makan lagi bangkai tikus itu. Di lihat dari cara orang itu memakannya, sepertinya bangkai tikus muntahan itu enak sekali.
“UWEK!” Rannish jijik dan nyaris muntah. Lalu cepat- cepat ia berlari meninggalkan orang itu dan kembali ke tempat teman- temannya. Untung saja tadi ia tidak pingsan. Soalnya Rannish cukup menderita sifat wanita yaitu takut dengan benda yang menjijikan.
“Hoi, lama banget sih, untung gak kita tinggal,” Kata Asilly, ketus.
“Kamu kenapa sih, kok mukanya pucat gitu?” Tanya Iruyo heran kepada Rannish.
“Ih, tadi kayaknya aku ketemu sama orgil deh!” Jawab Rannish,” Orangnya aneh tau gak! Masa bangkai tikus di makan, terus di muntahin, eh malah di makan lagi, jijay banget!” Asilly, Iruyo, Ritch, dan Deycot mengerutkan kening mereka.
“Udahlah, dari pada nanti kamu yang jadi orgil, mendingan sekarang kita balik ke tenda,” Ritch menengahi. Setelah itu mereka berlima pun pulang kembali ke tenda mereka. Tidak berapa lama setelah mereka berlalu, orang yang Rannish sangka gila itu muncul dari semak- semak tempatnya semula. Ia memandang kepergian kelimanya dengan tajam.

Sesampai di perkemahan, mereka berlima sudah di tunggu oleh anak- anak yang lainnya. Beberapa dari mereka sudah selesai makan dan menunggu makanan pencuci mulut, tetapi beberapa lagi belum selesai makan.
“Lama banget sih? Kalian nyasar ya?” Sambut Ikoni seraya mengambil tas milik Deycot yang di penuhi oleh aneka macam sayur dan buah. Ikoni menyerahkan tas milik Deycot ke Angelyna.
“Nih, katanya kamu mau pencuci mulut. Ambil aja sendiri di dalam tas,” Katanya sambil menyerahkan tas itu. Angelyna menerimanya dan langsung membuka resleting tas, tetapi ketika ia melihat isi tas itu dia langsung berteriak ketakutan dan melemparnya ke sembarang arah.
“KYAA!! JAUHKAN TAS ITU DARIKU!” Teriakya panik.
“Sabar Angelyna, memang apa isi tas itu?” Iverla berusaha menenangkan. Asilly, Ritch, Iruyo, Rannish, dan Deycot memandang heran.
“Memang isinya apa?” Tanya Neystle heran bercampur bingung.
“Belatung, belatung, ulet daun yang gede- gede itu, sama, sama….,” Angelyna tidak bisa melanjutkan kata- katanya karena ia sudah terlanjur nangis. Asilly memungut tas Deycot dan memeriksa isinya.“Enggak ada tuh, cuman buah sama sayur doang kok,” Katanya sambil menunjukan isi tas itu. Anak- anak yang lainnya hanya melongo.
“Tuh… Angelyna, udah jangan nangis dong. Orang isinya cuma buah sama sayur saja, kamu itu berhalusinasi,” Hibur Aterlinas. Asilly mendengus kesal.
“Udah, udah, sekarang kita selesaikan acara makan pagi ini, lalu mulai melaksanakan kegiatan meneliti kita,” Tyson beusaha menengahi. Anak- anak yang lain mengangguk setuju. Angelyna mengelap air matanya dan meminta maaf kepada Asilly, Ritch, Iruyo, Rannish, dan Deycot karena tadinya ia berpikir kalau kelima anak itu berniat mengerjainya.
“Angelyna, memang apa saja yang kau lihat tadi?” Tanya Katheleen sambil berbisik.
“Belatung, ulet daun yang gede- gede, sama... “
“Sama apa?”
“...sama kepala manusia.” Katheleen seketika melongo.

Setelah semua selesai makan pagi, mereka mulai membentuk tim dan tugas untuk masing- masing tim. Tyson dan Yuxellius yang menentukan setiap anggota timnya beserta dengan tugas- tugasnya.
“Tim 1, terdiri dari Peleasha, Aterlinas, Vicky, Anderla, dan Yuxellius. Tugasnya, Memeriksa zat- zat yang ada di alam, sekaligus menghitung kadar keasaman laut.”
“Tim 2, Yirobig, Ritch, dan Deycot. Tugas kalian adalah menjaga perkemahan selama anak- anak yang lainnya pergi meneliti.”
“Tim 3, Angelyna, Katheleen, Iverla, Tyson, dan Akumitsu. Tugasnya, meneliti sekitar pulau, kalau- kalau ada suku atau perkampungan yang tinggal di pulau ini selain kita.”
“Tim 4, Alex, Inotsuka, Ikoni, dan Feisha. Tugasnya adalah meneliti tumbuh- tumbuhan yang ada di pulau ini, baik berbahaya mau pun tidak.”
“Tim 5, Rannish, Iruyo, Asselut, Tiasle, Imiko, dan Harrifa. Tugas kalian berenam, membuat peta pulau ini.”
“Tim 6, Isabella, Algernoon, Ezhira- Shui, dan Takumo. Meneliti tentang kebenaran Legenda Cerita Pulu Kematian.”
“Tim 7, Nakumano, Michihiko, Zeakicha, Yosumuke, Derry, dan Achouni. Mancari tahu tentang asal- usul pulau ini.”
“Tim 8, Denada, Eivva, Neystle, dan Asilly, meneliti jenis kehidupan yang ada di pulau ini.”
“Yang terakhir, Tim 9 yang sebenarnya tidak cocok untuk di bilang Tim karena Cuma terdiri dari 1 anggota saja, Ubeako. Tugasnya, cukup meneliti pantai saja.”
“Eh, tunggu dulu, kenapa Yosumuke mesti sekelompok sama aku sih?!” Protes Michihiko kesal.
“Tadi dia merengek- rengek dan mengemis- ngemis padaku kalo dia pengen sekelompok sama kamu, karena aku kasian ngeliat mukanya yang udah enggak kebentuk lagi saking jeleknya, jadinya... yah, aku mau deh!” Jawab Tyson sambil cengengesan, ketarak kalau jawabannya bohong.
“Tidak.....,” Michihiko kembali murung. Diliriknya Yosumuke dari jauh, Uh, rambut klimis, kulit gosong, badan pendek, ingusan, jelek, pake kawat gigi, jadul, cupu, idup lagi! Batinnya.


Setelah mempersiapkan segala yang di butuhkan, semua tim berpencar untuk melaksanakan tugas masing- masing. Ubeako berjalan seorang diri ke tepi pantai sambil cemberut. Berkali- kali ia mengumpat semua teman- teman yang mengucilkannya. “Huh, palingan si Tyson dan yang lainnya itu sengaja ngucilin aku! Ok, aku tau, mereka itu semuanya benci sama aku!” Gumamnya kesal.
Dalam waktu singkat, Ubeako tiba di tepi pantai. Dipandangnya pemandangan tepi laut yang indah itu. Desiran angin terasa menerpa tubuhnya, ia merasa kalau saat ini ia seperti seorang Ratu. Bahkan ia tidak menyadari kalau di belakangnya berdiri sesosok mahluk bertubuh besar berwarna merah. Ketika ia berbalik, mahluk itu telah raib. “Kok tadi rasanya ada yang berdiri di belakangku ya?” Gumamnya bingung.“Sudahlah, yang penting aku selesaikan tugasku dulu.”

Dilain tempat, Tim 1 sedang berhenti di depan sebuah pohon yang sangat besar. Peleasha membuka buku tentang Jenis- Jenis Tumbuhan yang di pinjamnya di perpus untuk mencari tahu tentang pohon besar itu, dan Vicky ikut membantunya. Aterlinas dan Anderla berusaha menebak usia pohon besar itu. Sedangkan Yuxellius memeriksa sekitar pohon itu.
“Mungkin umurnya udah ratusan tahun deh,” Duga Aterlinas.
“Ngaco. Aku belom pernah denger tuh, ada pohon yang bisa hidup nyamper ratusan tahun!” Sangkal Anderla sambil mentertawakan Aterlinas.
“Ya siapa tau aja! Coba deh kamu liat ukurannya, besar banget tau gak! Mana batangnya udah tua dan banyak ranting yang udah kapuk lagi!”
“Yah, palingan kalo soal umur, cuma puluhan, gak nyampe ratusan!” Aterlinas tidak perduli, ia tetap berteguh keras pada dugaannya. Yuxellius mengitari bagian belakang pohon itu, tanah yang ia pijak terlihat lebih muda di bandingkan dengan tanah di sekitar pohon lainnya. Ada yang aneh. Kenapa tanah di sini seperti bekas digali? Pikir Yuxellius bingung. Kemudian di panggilnya Peleasha, Aterlinas, Anderla, dan Vicky.
“Hey teman- teman coba lihat sini deh!” Katanya.
“Apaan sih?” Tanya Vicky ketika sampai.
“Coba kalian lihat tanah di sini,” Yuxellius menunjuk ke tempat tanah yang terlihat seperti bekas galian itu,”Menurut kalian tanah ini bekas digali, atau apa?” Peleasha berjongkok dan mengeluarkan kaca pembesarnya yang selalu ia bawa.
Ditelitinya tanah yang tadi ditunjuk oleh Yuxellius. “Hmm, kayaknya tanah ini memang bekas digali deh,” Katanya kemudian dengan nada serius. Ia meraba tanah itu. “Semalam memang hujan, tetapi pasti sudah agak kering kalo sudah agak siangan seperti ini, tetapi tanah ini, terlihat seperti habis terkena hujan. Agak basah! Berarti yah, kurasa memang bekas digali!”
“Masa sih? Kalo gitu siapa yang gali?” Tanya Vicky kurang yakin.
“Mana kutahu,” Jawab Peleasha sambil geleng- geleng.
“Atau jangan- jangan Asilly, Rannish, Iruyo, Ritch, dan Deycot yang tadi menggalinya,” Duga Anderla curiga. Aterlinas menggeleng tidak percaya,” Gak mungkin, kalo mereka yang gali, mereka pasti bawa sekop. Kalo pun gak bawa, memang mungkin mereka bisa gali dengan tangan, tapi mereka seharusnya pulang dengan baju kotor, buktinya tadi pagi mereka pulang dengan pakaian rapi dan bersih.” Saat semua sedang berpikir serius, tiba- tiba mereka mendengar suara anak kecil menangis, seketika jantung mereka berdegup kencang. Siapa yang menangis itu? Pikir mereka, “Hu... hu... hu....,” Suara tangisan itu semakin kedengaran, membuat bulu kuduk mereka berlima merinding.
“Baiklah, kita mulai setelah hitungan ketiga. 1... 2...”
“LARI!!!!” Peleasha, Aterlinas, Vicky, dan Yuxellius sudah lari duluan sebelum Anderla menyelesaikan hitungannya. “Eh, tunggu!! Tadikan harusnya setelah hitungan ketiga!!” Anderla berusaha mengejar mereka.

Diperkemahan, berkali-kali Deycot berjalan mondar- mandir di depan tendanya tanpa tujuan tertentu. Sesekali ia berhenti terus kembali mondar- mandir lagi. Ritch dan Yirobig memandangnya dengan heran.
“Kamu ngapain sih Dey, kayak orgil aja?” Tanya Ritch akhirnya.
“Aku laper! Mereka kok lama banget sih!” Jawabnya ketus. Ritch melirik jam tangannya, ”Hah?” Ia melongo melihat jarum jamnya berhenti bergerak. Padahal barusan masih aktif kok. Pikirnya bingung.
“Eh, Yirobig, jam berapa sekarang?” Tanyanya sambil berusaha mencari Hpnya di dalam tas. Yirobig melihat jamnya, dan ia ikut- ikutan melongo.
“Oi, jam berapa?” Tanya Ritch sekali lagi.
“Sori, jamku mati,” Jawabnya pelan.
“What?! Masa jamnya mati semua sih?” Ritch berhasil menemukan Hpnya, di lihatnya menunjukan pukul berapa jam di Hpnya.” Sial, jam yang di sini malah ngaco lagi!” Geramnya.
“Memangnya jam berapa di Hpmu?” Kali ini Deycot ikut bertanya.
“Gak tau, padahal udah kuatur. Alah, pokoknya ngacok deh!” Jawab Ritch sewot. Yirobig dan Deycot berusaha menghiburnya agar tenang.

Sementara itu, Tim 3 berusaha mancari perkampungan, atau pun suku yang tinggal di pulau Kematian. Tetapi sebenarnya mereka mencari perkampungan atau pun suku itu bukan berdasarkan karena tugas mereka. Melainkan karena mereka tersesat di hutan dan tidak tahu di mana tempat perkemahan mereka. Ditambah lagi kompas mereka mendadak rusak. Walaupun sudah di banting, di injek, di lempar, sampai ancur pun tetap saja kompas mereka rusak. Jadi karena itu, mereka ingin menanyakan arah kepada siapa pun yang mereka temui, kecuali orgil karena nanti malah tambah nyasar.
“Tyson, aku laper nih… istirahat dulu yuk,” Rengek Iverla.
“Ya ampun, barusan istirahat, sekarang minta istirahat lagi. Nanti keburu malem!” Tolak Tyson.
“Bener lho Iv, nanti kalo nyampe malem kita masih nyasar di hutan gimana?” Angelyna menimpali.
“Ya udah deh, gak apa- apa,” Iverla mengalah. Akumitsu berhenti sebentar lalu meletakkan kompasnya di atas sebuah batu. Jarum jam kompas berputar terus tanpa henti. Akumitsu mengendus kecewa,” Hah… error nih kompas.”
Katheleen tiba- tiba merampas kompasnya, lalu di lemparnya ke tanah dan di injak- injaknya sampai remuk, ancur amburadul, gak karuan lagi bentuknya, persis kayak mukanya jika marah. “Tolol!! Kompasnya kok di ancurin sih!!” Omel Akumitsu kesal.
“Eh, dari pada kepalamu botak ngeliat kompas error ini, mendingan di jadiin alat buat melampiaskan kekesalan aja,” Jawab Katheleen ketus. Angelyna, Iverla, dan Tyson memandang tingkah Katheleen sambil geleng- geleng kepala.
“Udahlah, Kath, ayo kita lanjutin dulu jalan kita,” Ajak Iverla sambil menarik lengan Katheleen. Ketheleen menurut dan kembali berjalan. Akumitsu pun terpaksa kembali berjalan sambil mengenang masa lalu terindah yang pernah di lewatinya bersama dengan kompas itu. Kasian banget.
Sepeninggal dari Akumitsu, sesosok bayangan muncul dari balik pohon dan memandang kepergian mereka dengan geram. Bayangan itu mengambil sapu yang ia sembunyikan di balik pohon dan menyapu bekas kompas Akumitsu dan melemparnya ke tempat lain. Sambil berkacak pinggang ia berkata, ”Kalo mau buang sampah jangan di depan rumah orang! Tak gampar baru tau rasa kau!!”

Ditempat Tim 4, mereka sudah berhasil menemukan sekitar 15-17 jenis tumbuhan beserta dengan keterangannya pula. Setelah selesai menyeleseaikan keterangan tumbuhan yang ke-17, mereka beristirahat sebentar sambil menikmati bekal yang mereka bawa. Saat sedang asyik menikmati bekal, tiba- tiba mereka di kejutkan oleh tawa seorang anak kecil.
“Su, suara tawa siapa itu?” Tanya Inotsuka kepada ke-3 temannya.
“Aku, aku tidak tau lho!” Jawab Ikoni sambil menggeleng cepat.
“Aku juga enggak,” Tambah Feisha, ketakutan.
“Jangan- jangan...,” Alex menduga- duga,” Hutan ini, ada penghuninya.”
“Jangan bicara ngawur kamu, mana, mana mungkin,” Sergah Inotsuka. Wajahnya terlihat memucat.
“Mungkin aja lagi,” Alex berteguh keras pada dugaannya. Tiba-tiba, sebuah tangan muncul dari bawah tanah dan memegang pergelangan kaki Ikoni.
AAA!!” Jerit Ikoni ketakutan. Bukannya menolong, Feisha, Alex, dan Inotsuka malah lari pontang- panting meninggalkan Ikoni sendirian.
“Hey, tunggu, kalian tolongin aku dong!” Semula Ikoni hanya panik, tapi kini ia menjadi super panik. Kemudian, ditendang-tendangnya tangan yang memegang pergelangan kakinya. “Lepasin! Lepasin kakiku!!” Akhirnya tangan itu melepaskan pergelangan kaki Ikoni dan kembali masuk ke dalam tanah. Dan tanpa buang- buang waktu Ikoni langsung lari menyusul teman- temannya.

Tim 5, saat ini sedang bekerja sama untuk membuat peta pulau Kematian. Sama seperti Tim 3, kompas mereka juga mendadak rusak. Asselut dan Iruyo berulang kali membongkar pasang kompas untuk memperbaikinya, tetapi tetap saja tidak bisa, kompas mereka benar- benar rusak total. Walau pun sulit karena tidak ada kompas, mereka berenam tidak menyerah membuat peta pulau itu. Separuh bagian pulau sudah berhasil mereka buat, dan sedikit lagi, mereka sudah berhasil menyelesaikan tugas mereka dengan sukses. Saat sedang bekerja, tiba-tiba kembali Rannish ingin buang air kecil, maka ia pun cepat- cepat ijin kepada Asselut yang menyatakan bahwa dirinya adalah ketua Tim 5.
“Eh, bentar ya temen- temen, aku mau kebelakang dulu,” Ijinnya sopan.
“Jangan lama- lama, 60 detik mulai dari sekarang!”
“Iya, ya, palingan 10 menit, kalo 60 detik memangnya aku mau kencing di depan kalian?”
“Iueh...,” Asselut memandangnya jijik, anak- anak yang lainnya juga ikutan jijik, malah ada yang memandangnya dengan tatapan aneh. Tapi Rannish cuman senyam- senyum aja.
“Ya, udah deh, terserah kamu.”

Rannish berlari ke antara semak belukar yang agak jauh dari tempat teman- temannya. Dan saat Rannish sedang menurunkan sleting celananya, tiba- tiba ia melihat sesuatu yang agak janggal dari balik semak- semak yang ada di depannya. Maka di naikkannya lagi sleting celananya.Karena penasaran,diam-diam Rannish mengintip. Dan ia sangat terkejut sekali saat melihat 2 orang yang sudah tewas mengenaskan dengan tubuh terpotong- potong. Sedetik kemudian....... ia lari ke tempat teman- temannya sambil berteriak- teriak minta tolong. Ia tidak perduli walau pun celananya sudah basah.

“Tolong, tolong, ada 2 mayat terpotong- potong di sana!!” Katanya ketika sudah sampai. Kelima temannya itu memandangnya dengan tatapan makin aneh.
“Rannish, Rannish, kamu ini mimpi di siang bolong atau mulai gila seeh?” Tanya Iruyo. Rannish tidak menjawab, ia tahu kalau pertanyaan yang di lontarkan oleh Iruyo itu sebenarnya hanya berinti sindiran.
“Terus, celanamu itu kenapa, kok basah sih?”
“Alah, ceritanya...,”Rannish menunduk melihat celananya yang sudah basah, ia menatap teman- temannya satu per satu,” ...kesiram air minum,” Jawabnya bohong banget.
“Rannish, kami ini sudah besar, gak mempan lagi deh, di kibulin kayak gitu!” Ujar Asselut sambil mengibas- ngibaskan tangannya.
“Heh, beneran tau! 2 orang itu udah koit! Terus badannya kepotong- potong, nyeremin banget deh!” Rannish tetap percaya dengan yang di lihatnya barusan.
“Bukan, maksudnya celanamu itu basah bukan karena kesiram air minum, tapi karena ngompol!” Seketika semuanya tertawa terbahak- bahak, dan hanya Rannish tentunya yang tidak, ia mengakui bahwa yang dikatakan Asselut memang benar, dia ngompol karena ketakuran, sekarang pun wajahnya sudah semerah tomat.
“STOP! Jangan ketawa lagi! Dengerin aku dulu, disana ada mayat!!!!” Rannish mengulangi perkataannya lagi. Yang lain berhenti tertawa. “Kalo pun iya, seharusnya kitaudah cium bau busuk
dari mayat itu dong,” Kata Harrifa sambil melipatkan tangannya di dada.
“Ya ampun, bener, aku gak bohong! Liat aja deh, kalo gak percaya,” Rannish akan membuktikan kebenaran dari perkataanya.
“OK, tapi kalo ternyata enggak ada, kamu harus bawain tas beserta barang- barang kita semua, mau gak?” Tantang Asselut.
“OK!” Jawab Rannish dengan percaya diri. Liat aja, kalian pasti pada mau muntah pas ngeliat 2 mayat itu! Katanya dalam hati.
“Aku enggak mau tanggung kalo kalian nantinya nyampe muntah- muntah!!!”
“Yah, terserah, tapi aku yakin kamu cuma ber-ha-lu-si-na-si!!” Rannish cemberut.
Dan ketika mereka sampai di sana, sesuai perkiraan Rannish, kelima temannya mau muntah melihat kedua mayat orang itu. Selain mau muntah, rupanya yang para cewek juga pada teriak- teriak ketakutan, persis kayak Rannish sebelumnya, tapi enggak pada ngompol.
Asselut mengeluarkan plastik ukuran besar dari dalam tasnya dan kemudian ia tutupi tubuh kedua mayat yang sudah terpotong- potong itu. Tiba- tiba, semak- semak yang ada di depan mereka bergerak- gerak. Tim 5 secepatnya siaga dan was- was, soalnya kalau yang muncul hantu, mereka bisa mengambil langkah seribu secepat mungkin. Dan ternyata, itu adalah Tim 8 dan 6 yang juga tersesat seperti Tim 3. Tiasle, Imiko, Harrifa, Rannish, Iruyo, dan Asselut menghela napas lega.
“Kalian, kok bisa ada di sini sih?”Tanya Asselut heran.
“Yah, maklum, kesasar,” Jawab Neystle malu- malu.
“Nyasar, kok bisa?” Kali ini Imiko yang turun bicara.
“Kompas kami rusak semua,” Jawab Algernoon lemas.
“Kok sama sih, kompas kami juga rusak lho,” Sergah Iruyo antusias.
“Kayaknya, ada yang aneh sama pulau ini,” Duga Asilly dengan nada serius.
“Ngomong- ngomong, yang di depan kalian dan tertutup dengan plastik itu apa?”
Tiasle, Imiko, Harrifa, Iruyo, Rannish dan Asselut saling pandang. Kemudian mereka bersamaan menghela napas.
“Kalian yakin mau ngeliat?” Tanya Harrifa sambil sedikit menunduk. Baik Tim 8 mau pun Tim 6 semuanya mengangguk setuju.
“Yakin, gak di pikir- pikir dulu nih?” Tanya Asselut sambil memegang ujung plastik siap untuk di tarik.
“Udah deh jangan berbelit- belit, cepat liatin!” Sahut Denada kesal. Asselut menutup kedua matanya bersamaan dengan tangannya menarik ujung plastik itu sampai benda yang di tutupinya terlihat. 1.... 2.... 3.... 4....
“UUUWWWAAAA!!!” Tim 6 dan Tim 8 berteriak histeris saking takut dan jijiknya karena melihat potongan tubuh dari 2 mayat yang sebelumnya di temukan oleh Rannish.

Dipantai, Ubeako tanpa sengaja menemukan sebuah kapal pesiar yang sangat mewah sedang berlabuh di tepi pantai. Tetapi, ia menemukan kejanggalan di kapal itu,” Aneh, kok kapal pesiar mewah seperti itu sepi sih?” Gumamnya. Ubeako kemudian berjalan mendekati kapal itu. Sepi... kapal pesiar itu sepi seperti tidak ada penghuninya sama sekali. Ubeako memberanikan diri memasuki kapal itu. Sepi? Didalam kapal itu ternyata sepi juga. Kenapa sepi? Tanyanya dalam hati. Ubeako berjalan menuju ruang tengah di kapal itu, dan ketika di bukanya pintu ruang tengah itu, di lihatnya beratusan orang tewas mengenaskan. Ada yang tubuhnya terpotong- potong, separuh tubuh hilang, otak berceceran, terpotong menjadi 2 bagian, dan masih banyak lagi, di tambah pula dengan bercak darah di mana- mana.
Tiba- tiba ia melihat seorang kakek tua yang kedua kakinya sudah buntung entah kenapa, tetapi beliau tetap hidup. Ubeako mendekati kakek itu dan menanyai nya,” Kek, ada apa dengan kapal pesiar ini? Apa yang sebenarnya telah terjadi?”
Kakek itu menjawab, suaranya terdengar seperti orang sekarat,” Jangan masuki pulau ini, jangan pernah....”
“Kenapa memangnya, kek?”
“Pulau ini..., siapa pun yang mencoba mendekatinya.... akh... pasti akan... mati...” Kakek itu berhenti bicara, beliau diam dan terus diam. Ubeako memeriksa nadinya, tidak ada denyt, kakek itu sudah mati. Ubeako menutup kedua mata kakek itu yang semula melotot. “Mungkin ia mati kehabisan darah,” Gumam Ubeako sedih. Setelah itu buru- buru ia keluar dari kapal pesiar yang mengerikan itu dan memutuskan untuk segera kembali ke perkemahan sekarang.

Sementara itu, Tim 7 hanya mondar- mandir seperti tidak mempunyai tujuan tertentu. Berkali- kali Nakumano melihat kompasnya yang juga mendadak error.
“Ergh, kompasmu itu udah usang kali!” Sindir Zeakicha.
“Iya, udah deh, buang aja!” Timpal Derry,” Gak ada gunanya!”
“Gak apa- apa, dari pada kalian semua, tidak membawa persiapan apa- apa. Hey, Michihiko, kamu dari tadi melamun aja, gak pernah mikir! Bantuin kita- kita ini dong!” Omel Nakumano kehabisan kesabaran.
“Hah... kenapa aku gak satu Tim sama Yuxellius atau sama si ‘Dia’ aja?” Khayal Michihiko, ia tidak mendengar omelan Nakumano barusan.
“Dari pada kamu mikirin Yuxellius atau ‘Dia’ mendingan kamu bantuin aku betulin kompas error ini!” Nakumano sudah benar- benar kesal, semenit kemudian, ia pergi meninggalkan teman- temannya yang lain.
“Nakumano, mau kemana?” Tanya Achouni.
“Pergi kemana aja, yang penting jauh- jauh dari anak- anak yang gak pernah mikir ini,” Jawabnya angkuh. Achouni diam sesaat, kemudian ia berlari mengejar Nakumano,”Aku ikut kamu aja deh.”
Tidak lama kemudian, tanpa sengaja Tim 7 bertemu dengan tim 1 dan Tim 3. Tentu saja yang paling senang dengan ketidaksengajaan pertemuan itu adalah, Michihiko. Dan ternyata, selain Tim 3, Tim 5, Tim 6, dan Tim 8, yang kompasnya rusak, Tim 1 dan Tim 7 juga mengalami hal yang sama. Ditambah lagi jam mereka semua serempak mati.
“Eh, Nakumano sama Achouni mana?” Tanya Peleasha sambil celingak- celinguk kanan- kiri.
“Hah... gak tau tuh, tadi mereka berdua pergi entah kemana, aku gak ngurusin,” Jawab Zeakicha ketus.
“Jangan gitu dong, gimana pun mereka berduakan teman seTimmu,” Vicky menasehati. Zeakicha mendengus kesal,” Biarin!”
Kemudian, Tim 1, Tim 3, dan Tim 7, memutuskan untuk mencari Nakumano dan Achouni terlebih dahulu, baru mereka semua sama-sama kembali ke perkemahan.



To Be Continued..........





























by Naravina Youichi

Tidak ada komentar: