3. Rencana Mengerikan
Hari sudah hampir gelap, masing- masing Tim belum berhasil menemukan jalan pulang ke perkemahan, kecuali Ubeako. Deycot, Yirobig, dan Ritch menunggu ketujuh tim itu dengan cemas. Sebelum berangkat, mereka berpesan kepada Deycot, Ritch, dan Yirobig, bahwa mereka akan kembali sebelum matahari tenggelam. Tetapi mana, batang hidung mereka satu pun sama sekali belum kelihatan.
“Aduh, mereka kemana sih?” Tanya Ritch kepada kedua temannya.
“Mana kutahu,” Jawab Yirobig asal.
“Gawat, gawat, bisa bahaya kalo sampai malam mereka belum kembali ke perkemahan,” Gumam Deycot sambil kembali mondar- mandir.
Sementara itu, Tim 1, Tim 3, dan Tim 7, sedang beristirahat di bawah sebuah pohon yang tadi di teliti oleh Tim 1. Peleasha memberitahu anak-anak yang lain soal tanah bekas galian yang ia dan teman seTimnya temukan tadi siang.
“Gimana kalo kita gali aja lagi?” Usul Yosumuke, yang sebenarnya mencoba mencari perhatian Michihiko.
“Begok, kalo kita gali nanti buktinya ilang lagi!” Tolak Akumitsu sambil menjitak kepala Yosumuke. “Aduh...” Rintihnya kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya yang berambut tipis, tetapi klimis.
“Eh, tadi kita juga denger suara anak kecil nangis lho!” Aterlinas mengalihkan topik pembicaraan.
“Masa sih, kamu salah denger kali!” Sela Iverla tidak percaya.
“Bener tau! Mana keras lagi!” Timpal Anderla serius.
“Mana hari udah mau gelap lagi!” Gerutu Tyson.
“Aduh, tenda gak ada, makanan gak ada, mati deh aku!” Zeakicha merasa putus asa.
“Yosumuke mana?” Tanya Derry sambil tengak- tengok kanan kiri.
“Sudah kugali!” Sahut Yosumuke tiba- tiba dengan rasa bangga. Semua anak menoleh ke arahnya dengan mulut ternganga. Tanah bekas galian yang tadi dilihat oleh Tim 1 kini sudah di gali kembali oleh Yosumuke. Semua anak memandangnya geram. Yosumuke menjadi bingung karena teman- temannnya memandangnya dengan geram dan sangar seperti itu.
“IDIOT, KENAPA MALAH KAMU GALI?!”
“GIMANA KALO ITU TANAH KERAMAT, HAH?!”
“DASAR TOLOL, KALO MAU GALI TANYA DULU SAMA YANG UDAH PAKARNYA!!”
“OTAK DI PAKE DONG!”
“UKH, GIMANA KALO ITU KUBURAN, HAH?!”
“KALO ADA APA-APA POKOKNYA KAMU YANG HARUS BERTANGGUNG JAWAB, TITIK!! ENGGAK ADA KOMA!”
“KITA BAKAR SAJA DIA BUAT MAKAN MALAM KITA!”
“DASAR ANAK TOLOL GAK PUNYA OTAK!”
Semua anak mengerumuni dan menghajar habis Yosumuke malam itu. “Aduh, am, ampun dong... akukan gak tau...,” Mohon Yosumuke.
“TIDAK ADA AMPUN!!!!” Jawab semua anak serempak.
Setelah puas menghajar habis Yosumuke, semua anak mengerumuni lubang galian Yosumuke di bekas tanah galian itu. Isi lubang itu tidak terlihat terlalu jelas karena gelap, lalu Tyson menyinarinya dengan sinar dari senter. Maka terlihatlah sebuah peti persis seperti peti jenazah. Beberapa anak merasa takut, tetapi ketakutan mereka berhasil di kalahkan oleh rasa ingin tahu mereka.
Tyson, Yuxellius, Anderla, dan Akumitsu turun ke dalam lubang untuk mengambil peti itu. Dengan susah payah akhirnya mereka berhasil mengangkat peti itu ke atas. Dengan perlahan Tyson di bantu oleh Derry, membuka peti itu. Dan alangkah terkejutnya mereka saat melihat isi peti itu adalah sebuah kerangka manusia yang masih utuh. Bahkan organ- organ tubuhnya juga masih ada, hanya saja kulit dan dagingnya tidak ada. Tidak ada satu semut, atau pun binatang lainnya yang menggerogoti tulang mau pun organ tubuhnya. Anak- anak cewek yang ketakutan berteriak histeris, ada yang menutup mata, lari menjauh karena jijik dan takut, bahkan mengambil kesempatan untuk memeluk cowok yang lebih berani tentunya. Begitu pula dengan Michihiko, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini untuk memeluk Yuxellius, tetapi malang nian nasibnya. Saat hendak memeluk Yuxellius, Yosumuke tiba-tiba berjalan dan berhenti tepat menutupi Yuxellius, dan akibatnya, bukan memeluk Yuxellius, justru memeluk Yosumuke. Yosumuke kesenangan sampai mimisan, Michihiko terkejut dan langsung melepas pelukannya.
“TIDAK, AKU SUDAH MEMELUK MANUSIA JADI-JADIAN YANG ANCUR INI!!!” Jeritnya takut, bahkan lebih takut dari melihat kerangka tadi.
“Michihiko sayang, jangan lari dong,” Yosumuke tertunduk sedih, dirabanya wajahnya,” Gak ada yang kurang dari ketampananku ini tuh, tetap perfect no.1.”
Saat tengah malam, semua anak tertidur, baik yang di luar tenda, mau pun tidak. Malam itu, angin berhembus lebih dingin dari sebelumnya. Bulan purnama tertutup awan, bintang- bintang tidak bersinar, seperti menandakan, tidak akan pernah ada cahaya yang akan menyinari pulau Kematian saat malam. Hanya satu tempat yang memiliki penerangan, yaitu tempat perkemahan mereka. Lampu badai bergantungan di setiap tenda, dan semuanya menyala. Tetapi tidak lama kemudian, lampu-lampu itu padam entah kenapa.
Ditendanya, Ubeako tertidur dengan sangat nyenyak seperti habis meminum sebotol obat tidur sekaligus tentunya, bahkan sampai suara dengkurannya terdengar sampai luar tenda. Ubeako tidak menyadari, bahwa ada sesosok mahluk yang diam-diam masuk ke dalam selimutnya. Mahluk itu menyembul keluar dari mulut selimt, dekat dengan wajah Ubeako. Nafas mahluk itu bau, membuat orang yang di sekitarnya menjadi mabuk. Ubeako tidak tahan dengan bau nafas itu, padahal bau itu, sama seperti bau mulutnya. Hosh... Mahluk itu menghembuskan nafasnya yang bau ke hidung Ubeako. Ubeako menjadi mual, tetapi tetap tidak terbangun. Mahluk itu tidak puas, di hembuskannya lagi, nafasnya yang bau itu, hosh... Tetapi hasilnya, tetap nihil! Mahluk itu sudah mulai stress, karena harus berhadapan juga dengan bau tidak sedap dari ileran Ubeako. Habis kesabarannya, di taboknya pipi kiri Ubeako, tetapi ia tetap tidak bangun, justru monyongnya yang menjadi miring ke kiri. Kemudian, di tariknya monyong Ubeako sampai seperti burung bangau, dan pada akhirnya mahluk itu sukses membangunkan Ubeako. Ubeako perlahan membuka matanya, dan ternyata di depannya ia melihat sesosok mahluk dengan poni yang menutupi wajahnya.
“A... A... A....,” Ubeako bingung harus berekspresi apa. Mahluk itu perlahan menguraikan poninya, dan memperlihatkan wajahnya yang hancur serta di penuhi oleh belatung dan ulat- ulat. Kedua matanya nyaris copot, mulutnya doer ke kanan, pipi sebelah kanannya bolong.
“AAAAA!!!” Ubeako tidak dapat menahan ekspresinya lagi, seketika ia menjerit ketakutan sambil berlari keluar tenda. Deycot, Yirobig, dan Ritch mendengar jeritan Ubeako. Cepat- cepat mereka bertiga keluar dari tenda untuk menemui Ubeako. Ubeako berlari ke tempat dan berhenti tepat di depan mereka bertiga yang sudah berada di luar tenda.
“Ubeako, kenapa, kamu kenapa?” Tanya Deycot penasaran.
“Ada, ada setan di tendaku, nyeremin banget...,” Jawabnya ketakutan. “Mukanya di penuhi belatung, jelek, mana mulutnya doer ke kanan lagi!” Ubeako berusaha menggambarkan rupa hantu yang barusan di lihatnya. Bukannya itu mirip kayak mukamu sendiri? Batin Deycot.
“Khayalanmu doang kali...,” Sela Ritch sambil garuk- garuk pusing.
“Enggak, yakin banget deh aku!” Ubeako ngotot sampai matanya melotot.
“Udah, udah sekarang kita balik tidur aja. Ubeako, kamu tidur aja di tenda lainnya,” Usul Yirobig. Ubeako diam saja, di dalam hatinya ia berulang kali berkata Dari tadi siang aku memang sudah merasa aneh dengan pulau ini.
Sementara itu, Nakumano dan Achouni tanpa sadar berjalan semakin masuk ke dalam hutan. Saat mereka berdua hampir putus asa karena tidak menemukan jalan pulang, tiba- tiba Nakumano melihat seberkas sinar. Walau pun sekilas, tetapi Nakumano tetap ingat tempat seberkas sinar tadi terlihat. Segera di ajaknya Achouni melihat ke tempat asal sinar tadi.
Ketika sampai di tempat, alangkah terkejutnya mereka berdua, karena yang mereka berdua temukan adalah sebuah gubuk tua. Mereka berdua mamberanikan diri masuk ke dalam gubuk tua itu. Baru saja mereka berdua menginjakkan kaki mereka berdua di depan pintu gubuk tua itu, tiba- tiba sepasang tangan muncul dari dalam tanah dan mencengkram kaki mereka berdua.
“AAA!” Achouni berteriak terkejut sekaligus ketakutan.
“Tangan apa- apaan ini?” Tanya Nakumano pada dirinya sendiri.
“Lepaskan mereka berdua,” Tiba- tiba terdengar suara seorang anak kecil dari belakang Nakumano dan Achouni. Keduanya pun langsung menoleh ke tempat anak kecil itu. Dilihat dari wajah anak itu, sepertinya usianya masih sekitar 9-10 tahunan. Rambutnya panjang dari atas kepala sampai ujung kakinya dan berwarna putih, wajahnya terlihat pucat, tangan sebelah kanannya membawa sebuah lampu lentera dan tangan kirinya membawa sebuah pacul. Sepasang tangan yang tadi mencengkram kaki mereka berdua kini masuk kembali ke dalam tanah. Nakumano dan Achouni memandang anak kecil itu dengan heran. Siapa anak kecil ini?
“Eh, makasih karena udah nolong kami, sekarang kami mau permisi dulu, maaf karena udah ngerepotin,” Kata Achouni sambil menunduk sebentar lalu pergi bersama Nakumano meninggalkan anak kecil tadi.
“Tunggu dulu, tidak baik jika kalian berdua berkeliaran di hutan malam- malam begini. Kalau kalian berdua mau, aku mengijinkan kalian menginap di gubukku kok,” Tawarnya pada Nakumano dan Achouni. Nakumano dan Achouni berpikir sebentar, kemudian mereka berdua mengangguk setuju.
“Baiklah,” Jawab Nakumano sambil berbalik diikuti Achouni.
“Oh ya, namaku Kiyono no Momo, panggil saja aku Momo,” Anak kecil itu memperkenalkan dirinya.
“Aku Nakumano, dan ini Achouni,” Balas Nakumano. Setelah itu, Momo mempersilahkan Nakumano dan Achouni masuk ke dalam gubuknya.
Sesampai di dalam gubuk, Momo menawarkan makanan kepada Nakumano dan Achouni. “Mau?” Tawarnya sambil menyodorkan sepiring nasi beserta cincangan- cincangan daging di pinggirnya.
“Eh, tidak terima kasih,” Tolak Achouni,” Kami masih kenyang kok.”
“Kalian yakin, padahal daging ini enak sekali lho?” Ujar Momo sambil mengunyah sepotong daging.
Nakumano dan Achouni merasakan firasat tidak enak.
“Memangnya, daging apa itu?” Tanya Nakumano penasaran.
“Daging..... manusia....,” Jawabnya sambil menjilat bibirnya yang pucat.
“Ja, jangan bercanda dong...,” Sela Achouni ketakutan. Ia merasa kalau ada sesuatu yang tidak beres pada Momo.
“Hmm... kalau kalian tidak percaya, kalian bisa lihat dari potongan jari ini,” Lanjut Momo sambil menunjukkan sebuah potongan jari tangan manusia yang terlihat seperti Fried Chiken karena sudah di goreng sebelumnya. Achouni memandangnya jijik. Nakumano cepat- cepat berdiri dan menarik lengan Achouni.
“Achouni, kita pergi dari sini!” Katanya panik sambil terus menarik lengan Achouni keluar dari gubuk Momo.
Tetapi, belum sampai di luar, mereka berdua telah di cegat oleh sepasang zombie tanpa kepala. Achouni berteriak histeris,”AAAA.” Nakumano tengok kanan kiri mencari sesuatu yang bisa di gunakan untuk menolong dirinya dan Achouni.
Dan ia melihat sebuah lilin yang menyala di atas meja. Dengan cepat diambilnya lilin itu dan di lemparkannya ke arah salah satu zombie itu. Api dari lilin itu sangat cepat membakar tubuh zombie tadi. Dan pada saat itu, Nakumano cepat- cepat mengajak Achouni keluar dari gubuk Momo.
“Berhasil kita berhasil keluar,” Kata Achouni girang. Belum sampai semenit, tiba- tiba muncul serabut akar yang sangat panjang dan besar dari bawah tanah. Serabut akar itu melilit tubuh Achouni dan Nakumano. Pada saat bersamaan, Momo muncul di depan mereka sambil menyeringai menyeramkan.
“Kalau mau kabur pun percuma. Karena, aku tidak akan membiarkan seorang pun berhasil meloloskan diri dari pulau ini, ha...ha...ha...!!” Tawanya, penuh rasa kemenangan.
“Sial,” Gumam Nakumano. Achouni sampai menangis saking takutnya,” Apa, apa yang akan kau lakukan pada kami?” Tanyanya.
“Aku akan membunuh kalian semua secara perlahan- lahan, lalu jasad kalian, akan kunikmati sama seperti orang- orang yang baru tidak lama ini datang menaiki sebuah kapal pesiar yang megah dan mewah. Kalian tahu, mereka semua ku bunuh di dalam kapal saat mereka sedang senang-senangnya berdansa. Dan satu persatu jasad dari mereka kumakan, agar aku tetap abadi,” Jawab Momo panjang lebar.
“Abadi, memangnya berapa usiamu?” Tanya Nakumano curiga.
“Mungkin aku terlihat seperti bocah berusia 9-10 tahunan, tetapi yang sebenarnya, usiaku adalah 297 tahun,” Jawab Momo sambil terkekeh- kekeh.
“APA?!” Baik Nakumano mau pun Achouni, keduanya sama-sama terkejut.
“Jadi, kau akan memakanku?” Air mata Achouni semakin deras. Momo mengangguk, “Ya, tetapi setelah semua teman- temanmu yang sok tahu itu.”
“Kenapa kau tidak langsung memakan kami berdua yang sekarang tidak berdaya dan ada dihadapanmu?” Nakumano semakin bingung.
“Karena teman- temanmu, sudah membongkar makam almarhum ayahku!!” Jawabnya dengan nada sengit,” Selama bertahun- tahun, aku bersusah payah mengabadikan organ- organ dan tulang belulang ayahku. Tetapi banyak orang yang berdatangan ke pulau ini karena menganggap makam ayahku adalah tempat sebuah harta karun tersembunyi! Dan teman- teman kalian itu, mereka berani-beraninya membongkar dan meneliti jasad ayahku. Kalau sampai ada yang membongkarnya kecuali aku, maka jasad itu, tidak bisa di abadikan lagi!!” Jelas Momo,” Malam ini, aku akan mempermainkan teman-temanmu, sampai mereka lari kocar- kacir!!”
Setelah itu, Nakumano dan Achouni di kurung si sebuah sel bawah tanah bekas tempat kurungan untuk para budak pasukan Belanda dulu. Didepan kurungan mereka 5 zombie berpatroli mengawasi mereka, kalau ada tindakan yang mencuriga kan, para zombie itu akan menghabisi mereka.
“Huu.. hu... hu... gimana ini Nakumano, kita semua bakal mati....,” Isak Achouni.
“Belum tentu. Kita harus cepat- cepat keluar dari kurungan ini dan menemui teman- teman yang lain sebelum terlamabat,” Hibur Nakumano. Achouni tidak mendengarkan, ia hanya masih terus menangis saja. Apa yang harus kulakukan sekarang? Batin Nakumano bingung bercampur panik. Tiba- tiba Nakumano teringat dengan buku tuanya yang ia bawa di ranselnya. Cepat- cepat ia keluarkan buku tua itu dari ranselnya dan ia baca. Cerita yang dibacakan Vicky dengan cerita di buku ini nyaris berhubungan, jika seandainya benar dugaanku kalau Momo pun berhubungan dengan cerita ini, pasti di buku ini juga ada jalan keluarnya.
“Nakumano, kamu kok disaat- saat gini masih sempet baca sih?!” Achouni yang masih terisak, agak kesal karena melihat Nakumano malah serius membaca, dan bukannya memikirkan cara keluar dari penjara tempat mereka dikurung.
“Aku tau sekarang!!” Seru Nakumano tiba- tiba, membuat jantung Achouni agak tercekat saking kagetnya. “Achouni, aku tau caranya keluar dari sini!!”
“Gimana caranya?!”
“Caranya.....,” Begitulah, Nakumano membisikkan rencananya kepada Achouni.
“Tunggu dulu, kamu kok yakin cara kayak gituan sukses?!”
“Yakinlah. Tapi terserah kamu, mau percaya atau enggak, aku cuman ngasih saran aja.” Achouni terlihat berpikir sebentar. Tetapi setelah itu ia mengangguk setuju. “Ya udah, kalo memang cuman itu satu-satunya cara, tapi kamu dapet cara kayak gituan darimana?”
“Dari sini,” Nakumano mengangkat buku tuanya. “Buku ini memiliki cerita tentang pulau ini, dan cerita di buku ini juga sepertinya berhubungan dengan keberadaan Pulau ini beserta isi-isinya.” Achouni garuk-garuk kening tidak mengerti. “Kalo gak ngerti ya udah, jangan dipikirin terus nanti botak.”
“Darimana kau dapatkan buku itu?”
“Perpustakaan skolah.”
“Aku kok enggak pernah ngeliat?”
“Mana kutahu.”
“Terus, kapan kita jalankan rencana ini?”
“Lihat saja nanti, kita akan tunggu di saat yang tepat.”
Dilain tempat, kelompok 4 sedang asyik tidur. Tetapi sayangnya, tidur mereka harus terganggu karena tiba- tiba Inotsuka mendengar ada suara isak seorang anak kecil. Inotsuka segera membangunkan Ikoni, Feisha, dan Alex.
“Ergh, ada apaan sih?” Feisha merasa terganggu.
“Kamu denger gak, ada suara anak kecil nangis?” Tanya Inotsuka cemas.
“Mm... mana denger, aku cuman denger suara gemerisik daun aja kok,” Jawab Alex asal sambil kembali tidur. Ikoni pun melakukan hal yang sama seperti Alex. Inotsuka merasa kecewa karena tidak ada yang mau percaya dengannya.
“Hu..hu..hu...,” Suara anak kecil itu kembali terdengar lagi, dan kali ini Ikoni, Feisha, dan Alex dapat mendengarnya. Seketika mereka bertiga bangun dan memandang sekeliling mereka.
“Kamu denger gak?” Tanya Ikoni kepada ketiga temannya. Inotsuka, Alex, dan Feisha mengangguk bersamaan. Suara isakan itu semakin terdengar, mereka berempat bangkit dan segera mengemasi barang masing- masing. Alex terperanjat kaget saat melihat sesosok kuntilanak terbang mendekati mereka.
“AAA!!! ADA KUNTILANAK!!!” Alex tidak dapat menahan rasa takutnya, tanpa mempedulikan sebagian barang yang belum selesai di kemasinya, ia buru-buru mengambil langkah seribu meninggalkan Ikoni, Inotsuka, dan Feisha.
“Alex tunggu!!” Feisha baru selesai mengemasi barangnya dan ia langsung berlari mengejar Alex yang sudah lari duluan.
“Eh, Feisha tunggu dulu! Jangan lari duluan!!” Ikoni dan Inotsuka bingung harus berbuat apa, kuntilanak itu mendarat di depan mereka. Angin berhembus menerpa kuntilanak itu. Poninya yang semula menutupi wajahnya kini berkibar-kibar karena di hembus angin. Wajahnya pun tampak, pucat dan keriput, sepertinya kuntilanak itu sudah tua, karena mukanya seperti nenek- nenek.
“Nek kunti, eh salah... maksudanya nona kuntilanak, tolong jangan bunuh aku dan temanku ini....,” Pinta Ikoni sampai sempah sujud segala.
“Ikoni, ada kuntilanak satu lagi,” Bisik Inotsuka, kedua kakinya gemetaran.
Ikoni dan Inotsuka menoleh ke tempat kuntilanak satunya lagi. Kuntilanak yang satunya lagi itu juga mendarat di depan Ikoni, Inotsuka dan kuntilanak yang tadi. Kuntilanak yang satu ini, wajahnya sangat bertolak belakang dengan yang tadi. Wajahnya cantik jelita, tidak keriput, tidak pucat, tidak di tutupi poni.
Kuntilanak yang tadi, merasa jealous dengan kuntilanak yang barusan. Ikoni dapat melihat kobaran api yang sangat membara di balik wajah kuntilanak yang mirip nenek- nenek itu. Ck... ck... Ikoni geleng- geleng kepala. Kuntilanak yang barusan datang tadi tersenyum, ia menguraikan rambut hitamnya yang panjang sepaha ke depan, lalu ia berbalik.
“AAAA!!! YANG INI SUNDEL BOLONG!!!!” Ikoni dan Inotsuka tanpa pikir panjang kali ini langsung mengambil langkah seribu. Kuntilanak dan sundel bolong itu memandang Ikoni dan Inotsuka yang sudah lari kocar-kacir entah kemana sambil terkekeh- kekeh, kemudian mereka melakukan ‘tos’.
Feisha dan Alex, tersasar makin jauh ke dalam hutan. Feisha sudah kelenger karena kecapaian berlari plus ngantuk berat, tetapi Alex masih segar bugar. Mungkin ini di sebabkan karena faktor jumlah lemak yang berbeda jauh. (Alex kurus dan pendek, sedangkan Feisha gemuk dan bantet),
“Alex, please, stop bentar dong! Kakiku udah karatan nih...,” Pinta Feisha sambil duduk di atas sebuah batu.
“Alah, enggak nyampe 1 kilo kita lari kakimu udah karatan?! Keluaran model lama sih!!” Sindir Alex sambil ikut duduk. Alex membuka tasnya dan mencari botol air mineralnya. “Heh, kemana minumku?” Gumamnya.
“Ini minummu, tadi ketinggalan,” Kata Feisha sambil menyodorkan sebotol air mineral yang sudah tidak ada isinya lagi, maksudnya udah plong. Jantung Alex serasa copot saat mengetahui kalau air mineralnya sudah habis.
“Sori tadi aku haus banget, jadinya...,”
“ENGGAK USAH DI JELASIN AKU JUGA UDAH TAU, BEGOK!!!” Selanya kesal berjampur jengkel. Feisha hanya senyam-senyum seperti orang yang tidak bersalah saja, padahal sebenarnya, kesalahannya itu sudah sangat besar!
“Dasar bakso gosong!” Gumam Alex.
“Ya udah, sekarang kita istirahat di sini saja dulu ya!” Ajak Feisha sambil kembali menggelar kantong tidurnya. Alex tidak mempedulikan ajakan Feisha, di gelarnya juga kantong tidurnya.
Alex tidur berlawanan arah dengan Feisha karena ia tidak ingin Feisha mengacaukannya lagi. Feisha tidur sangat nyenyak, bahkan ia merasa kalau saat ini ia sedang memeluk sebuah guling.
Wait! A bolster?! Maksudnya, ia memeluk sebuah guling?! Ditempat seperti ini?! Mana sempat ia bawa guling?! Feisha membuka matanya perlahan, dan ia merasa seperti memeluk sesuatu. Rasanya, tadi aku mimpi memeluk guling yang sangat empuk. Apakah mimpiku menjadi kenyataan? Batinnya. Setelah penglihatannya benar- benar jelas, ternyata ia tidak memeluk sebuah guling, melainkan.... memeluk pocong!!
“POCONG!!!!” Jeritnya sambil keluar dari kantung tidur.
Pagi harinya, Alex terperanjat bangun karena tiba- tiba ia merasa kalau kantung tidurnya kini terasa penuh. Di lihatnya seseorang yang tengah tidur di sebelahnya. Seketika ia terkejut “FEISHA NGAPAIN KAMU TIDUR BARENG AKU !!!!” Jeritnya memecah keheningan pagi itu.
Rannish dan Iruyo tengah menyiapkan makan pagi saat teman- teman yang lainnya sedang asyik terlelap. Itulah keuntungannya jika seTim dengan Rannish dan Iruyo, kalau soal masak-memasak, anak cewek aja kalah jago sama mereka berdua, hebatkan!!!
Ketika bangun, Asselut, Imiko, Tiasle, Harrifa, Isabella, Ezhira- Shui, Takumo, Algernoon, Denada, Eivva, Neystle, dan Asilly sudah di suguhkan oleh makanan yang enak- enak.
“Makasih banget ya, udah mau repot- repot masak buat makan pagi!” Ucap Asilly sambil menikmati makan paginya.
“Wah, Rannish dan Iruyo cowok tapi masakannya perfect lho!” Puji Eivva. Seketika Asilly langsung menjadi jealous. Maklum, Asilly cinta mati ama Eivva.
“Coba kalian berdua ambil kerja sambilan di kafeteria sekolah aja!” Usul Neystle,” Kan untung!!”
“Betul, betul!” Timpal Algernoon setuju. Rannish dan Iruyo hanya senyam- senyum GR aja. Saat Takumo asyik menikmati makan paginya, tiba-tiba ia merasa janggal pada sesuatu benda yang menonjol di atas nasinya. Apa ini? Batinnya. Takumo mengamati benda itu, dan seketika ia menjadi jijik.
“Ih, kok ada bangkai belatung di nasiku sih!” Omelnya seraya bangkit.
“He... masa sih?” Rannish dan Iruyo saling pandang karena bingung,“ Kamu salah ngeliat kali.”
“Enggak!! Coba deh liat nasi kalian!!” Sergah Takumo keras kepala. Semua anak melihat piringnya masing- masing dan ternyata bukannya sedang makan nasi, ternyata mereka dari tadi memakan belatung, ulat, kecoa, cicak, pupa, daging tikus dan daging ayam yang sudah busuk.
“UWEK!” Beberapa anak muntah- muntah seketika. Dan makan pagi mereka akhirnya berubah menjadi ajang kontes ‘Muntah Terbanyak’.
Kembali ke tempat Tim 1, Tim 3, dan Tim 7. Mereka semua saat ini baru selesai makan pagi. Berkali- kali mereka berhenti sebentar untuk beristirahat. Persediaan perbekalan yang mereka bawa sudah menipis, begitu juga dengan persediaan minum mereka. Semua makanan mereka di tinggal di perkemahan. Jadinya mereka harus
segera menemukan Nakumano dan Achouni agar mereka dapat segera kembali ke perkemahan.
Hari sudah siang, sekali lagi mereka berhenti sebentar untuk beristirahat. Peleasha menuang air minumnya ke dalam mulutnya, tetapi tidak ada setetes air pun yang terjatuh dari tempat minumnya. “Celaka, air minumku habis,” Gumamnya lemas. Padahal ia sangat kehausan.
Bukan hanya Peleasha yang kehabisan air minum, tetapi Iverla, Michihiko, Akumitsu, Anderla, Angelyna, dan Aterlinas juga sudah kehabisan minum. “Kita harus mencari sumber air secepatnya, kalau tidak kita akan mati kehausan,” Ajak Aterlinas kepada teman- temannya.Sebenarnya mereka ingin, tetapi mereka sudah terlalu lelah untuk berjalan lagi. Ditengah keputus-asaan yang sangat besar, tiba- tiba Tyson dan Derry muncul membawa kabar gembira.
“Hei semuanya! Derry dan aku menemukan sebuah sumur di dekat sana!!” Kata Tyson girang sambil menunjuk ke arah Barat. Tanpa banyak pikir, mereka semua langsung berlari menyerbu sumur itu. Mereka semua berebut ingin dulu- duluan minum dari air sumur itu.
“Tenang! Tenang! Satu- satu dong!” Anderla berusaha menengahi.
“WOI!!! KALO GAK BISA DIEM, KUPOTONG SAJA KEREKAN INI!!” Semua anak menjadi diam setelah Tyson berkata seperti itu.
“Nah, kayak gitu. Tenang dan tidak saling berebut, semua pasti akan dapat bagian masing- masing,” Lanjut Anderla, ia merasa sangat lega.
“Sekarang, siapa yang mau mengereknya terlebih dahulu?” Tanya Akumitsu. Tentu saja semua anak mengacung.” Payah, payah,” Gumam Akumitsu jengkel.
“Kamu, duluan!” Anderla menunjuk Katheleen.
“Yes!” Katheleen merasa sangat senang. Dikereknya dengan senang hati ember yang sudah berisi air dari dalam sumur. Sesudah di angkat, tanpa buang- buang waktu lagi Katheleen langsung mencemplungkan wajahnya ke dalam ember berisi air itu. Tetapi, ada yang aneh. Katheleen menarik wajahnya dari dalam ember, dan ketika ia berbalik, wajahnya sudah di penuhi oleh darah segar yang masih kental alias baru.
“WAAA!!!” Semua anak terkejut sekaligus takut. Katheleen menjadi panik, apa pun yang ada di depannya sekarang ini, pasti akan di gunakannya untuk mengelap wajahnya yang di penuhi oleh darah.
“Jangan dekati aku Katheleen!!!” Iverla dan Angelynalah yang selalu jadi sasaran Katheleen.
Sorenya diperkemahan, Deycot, Yirobig, Ritch, dan Ubeako masih menunggu yang lainnya. Mereka berempat berusaha sabar dan tabah menunggu kepulangan teman- teman mereka yang belum pulang dari kemarin. Camilan persediaan seminggu milik Ubeako bahkan sudah hampir habis. Berkali- kali ia meminta Yirobig dan Deycot agar mau membagi camilan mereka padanya, tetapi mereka berdua tidak mau. Ubeako kesal dan mengurung diri di dalam tendanya.
“Kalo mereka semua tidak bisa kembali kayak mana dong?” Tanya Ritch cemas kepada kedua temannya.
“Entahlah, pulau Kematian ini walau pun dari jauh terlihat kecil, tetapi sebenarnya, pulau ini sangat besar,” Ujar Deycot sambil mengangkat marshmellow nya dari tungku api.
“Gimana, kalo kita gak bisa keluar dari pulau aneh ini?” Gumam Yirobig sedih.
“Tenang aja, walau pun di sini gak ada sinyal atau pun jaringan internet untuk menghubungkan kita dengan pihak sekolah, tetapi waktu kita di sinikan cuma seminggu, jadi kalo kita belum kembali dari waktu yang di tentukan, pasti pihak sekolah mengirim bantuan,” Hibur Deycot seraya menelan habis marshmellownya. “Siapa bilang kalian akan keluar dari pulau ini,” Diam- diam Momo mengamati mereka dari balik sebuah pohon sambil menyeringai menyeramkan.
Sebenarnya, apa yang akan Momo lakukan??
--TBC--
by Naravina Youichi
TRANSLATE
Rabu, 16 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar