Apa aku harus menantangnya dengan kemampuan fisik? Itu tidak mungkin, nenek akan memanggil siluman kalau begitu. Kalau memakai jebakan pun, nenek dapat mendektesinya dengan mudah.........
"Rikimaru kelihatannya sedang berpikir keras...." Kata Minata yang berada di ruangan yang berbeda. Aku sengaja menyingkirkan Ren dan yang lain agar tidak masuk ke ruang makan, karena aku harus berpikir dengan tenang tanpa gangguan. "Sudah pasti, kali ini lawannya adalah neneknya sendiri, orang yang paling ditakuti setelah ibunya di keluarga Kaga." kata Ren, "Dia menyuruh kita semua keluar, tetapi apa itu ada hasilnya?" kata Ayame ketus, "Tidak, paling-paling dia juga lagi buntu. Jika ia memilih melawan Nagi dengan kekuatan fisik, maka Nagi akan memanggil siluman untuk melawan Rikimaru. Jika menggunakan jebakan, dengan mengetuk tongkatnya sekali maka Nagi akan tahu dimana letaksemua jebakan itu." kata Ren dengan menghela nafas, "Ketukan tongkat? Bagaimana bisa?" kata Ayame yang tidak percaya, "Gema......." jawab Yue dengan tiba-tiba, "Nyonya Nagi memukulkan tongkatnya ke tanah untuk menciptakan gema di dalam tanah. Setelah itu seekor siluman berbentuk tikus tanah yang kecil akan menangkap gema tersebut, dan ia akan memeritahu Nyonya Nagi tentang letak jebakan yang terpasang." Sambung Yue dengan rinci, "Tiap tempat yang dipasangi jebakan memiliki gema yang berbeda, karena itu siluman itu tahu dimana letaknya. Kita beruntung karena siluman itu tidak punya kekuatan tempur, tetapi mereka tersebar banyak di dalam tanah. Jadi mustahil jika kita ingin menghancurkan siluman itu." kata Ren. Aku pun memutar otak beberapa kali dan hasilnya nihil. Aku bersender di sofa yang kududuki, dan membiarkan kepalaku terkulai kebelakang sambil menutup mata, "Jadi, bagaimana hasilnya?" Aku membuka mataku dan melihat Ren berada di belakangku, "Nihil...." kataku sambil kembali ke posisi duduk yang benar.
"Haha, sudah kuduga" kata Ren sambil tertawa
"Kalau begitu seharusnya kau tidak perlu bertanya lagi kan?" kataku kesal
"Pada dasarnya mustahil melawannya, terlebih lagi jika ia memanggil Tengu....."
"Kau mengingatkanku pada hal yang buruk."
"Oh iya, sewaktu kau kecil siluman yang hampir memangsamu itu adalah Tengu ya? Aku lupa"
Aku mengehela nafas karena putus asa, "Seandainya saja ada jebakan yang tidak mengandung hawa sihir dan tidak menempel dengan tanah......" Aku pun teringat akan sesuatu karena perkataan Ren barusan, "Itu dia, dengan itu mungkin kita bisa mengalahkan nenek. Ren, panggil semua orang kesini, aku punya rencana." Kataku sambil tersenyum menang.
Malam Hari......................
Nenek mengangkat cangkirnya yang berisi teh dan duduk di sebuah kursi yang telah tersedia, "Jadi...... Kalian benar-benar datang...." kata nenek sambil meminum tehnya. Ren berbisik padaku, "Hei Rikimaru, sejak kapan halaman depan sekolahan kita jadi seperti ruangan minum teh milik orang kaya...." Aku pun menjawabnya, "Mana aku tahu..." Aku melihat ke sekeliling dan tidak melihat tanda-tanda siluman, "Kau membawa semua orang untuk melawanku, bukankah itu berat sebelah?" kata nenek memojokanku, "Jangan bercanda....." kataku dengan dingin, "Fuh~ yah sudahlah, ayo kita mulai....." Nenek bangkit dari kursi dan memukulkan tongkatnya ke tanah, saat itu juga daun-daun dari pohon mengelilingi nenek dan nenek pun menghilang. Aku menyentuh tanah dan menutup mataku, "Apa yang dilakukan oleh Rikimaru?" tanya Ayame penasaran, "Ia sedang merasakan getaran tanah untuk mencari neneknya, dengan begitu kita dapat mengetahui letak neneknya." kata Ren menjawab. Aku berdiam diri sekitar 3 menit dan akhirnya aku membuka mataku, "Lalu, bagaimana hasilnya?" tanya Ren padaku, aku pun menggeleng, "Percuma, para siluman bawah tanah membuatku tidak mengetahui keberadaan nenek" kataku yang sedikit kesal, "Kalau begitu kita cuma bisa berpencar ya?" Kata Ren. Aku tersenyum dan menggeleng, "Tidak...." Ren pun terkejut karena jawabanku, "Apa maksudmu? Apa kau punya rencana lain?" tanya Ren, "Kalau getaran tidak membuahkan hasil, maka bagaimana jika kita menggunakan bau?" kataku sambil tersenyum, Ren melihat ke arah Fuyu, "Inugami, Youkai anjing yang menjadi pelindung tuannya. Penciumannya pun lebih tajam dari anjing biasa....." Aku mendekat ke arah Fuyu, "Fuyu, apa kau bisa mencium bau nenek?" tanyaku dengan penuh harapan. Fuyu menutup matanya sebentar dan membukanya lagi, "Ya, dia ada di tempat ketua murid....." kata Fuyu, "Baiklah!!!!!!!! Ayo kita kesana!!!!!" kata Ayame dengan penuh semangat, "Tunggu....." kataku sambil mengehentikan Ayame. "Kita tidak bisa bergerak sembarangan, ingatlah rencana yang kubuat barusan." Aku berjalan ke arah Yoshida dan memegang bahunya, "Yoshida, kau tetap disini..." Yoshida terlihat sedikit heran, "Ini bukan bulan purnama, kalau kau ikut kau bisa terluka. Berjagalah disini, jika ada yang aneh panggil aku dengan ini." Kataku sambil memberikan kertas mantera, "Gunakan itu untuk berkomunikasi denganku. Kau cukup menyimpannya dan berbicara dalam pikiranmu saja." Yoshida pun mengangguk, "Nah, ayo kita pergi...." kataku sambil memasuki sekolah.
Aku berjalan didepan, suasana malam yang hening membuat suasana yang agak aneh. Aku tidak merasakan keberadaan siluman sedikitpun, ini makin membuatku merasa aneh. "Fuyu, bagaimana letaknya?" tanyaku, "Tetap..." Aku mulai merasa ada yang tidak beres....
"Yoshida, bagaimana keadaan disana?"
"Ah,,,, tidak ada apa-apa...."
"Kau yakin?"
"Ya, sepertinya....."
Ini aneh, nenek bukan orang yang semudah ini, apa ini jebakan?
"Rikimaru....." Aku terkejut dan mengambil pedangku lalu menebaskannya kebelakang, "Hei! Kenapa? Apa jadinya tadi kalau aku tidak menghindar!" kata Ren kesal. Aku pun tersadar dan menyarungkan pedangku kembali, "Maaf, aku cuma merasa tertekan sedikit..." kataku dengan sedikit pucat, "Rikimaru-sama, apa anda tidak apa-apa?" tanya Yue, "Tidak masalah, yang lebih penting, bagaimana keadaan kalian?" tanyaku, "Eh?" tanya Minata yang sedikit kaget, "Semenjak kalian masuk kalian merasa tidak enak bukan? Seperti terdapat pedang yang siap menebas kalian dari belakang...." kata Ren, "Kenapa,,, kalian bisa tahu...." tanya Ayame heran, "Jangan khawatir, itu adalah hal yang alami..." kataku, "Alami?" tanya Fuyu, "Anti Demon Aura. Itu adalah aura yang menyebabkan para Youkai dan sejenisnya merasa tidak enak. Kami para demon hunter mengunakan aura tersebut untuk melawan Youkai. Bisa dikatakan, kalau aura tersebut adalah musuh alami kalian para Youkai. Sewaktu di asrama, waktu kalian merasa ditekan sampai remuk, itu adalah aura yang dikeluarkan Nagi-san. Biasanya yang merasakan efeknya cuma Youkai saja, tetapi pada saat itu aku yang manusia juga merasakannya, kalian tahu apa artinya kan..." kata Ren menjelaskan. Karena perkataan Ren suasana pun menjadi berat, "Yang lebih penting, kita sudah sampai di ruangan ketua Murid." kataku yang berhenti di depan pintu.
Ayame dkk berkumpul dibelakangku, "Hei, Rikimaru,,, ayo cepat bua pintunya..." desak Ayame. Aku membuka pintu secara perlahan. Aku melihat bayangan seseorang dari dalam, akhirnya aku membuka pintu itu dan melihat nenek. "Ketemu? Begini saja?" kata Ayame.
Aneh, ini aneh..... Nenek tidak memasang apapun, bahkan diam saja, kenapa...... Jangan-jangan....
"Yak, aku akan menangkapnya..." Kata Ayame sambil berlari ke arah nenek, "HENTIKAN AYAME!!!!!!!" Saat itu juga nenek yang ada disitu menghilang dan muncul sebuah pedang dari bawah.
JLEEBBB!!!!!!!!!!!
Pedang tersebut menancap tepat di buku yang kulempar, aku menarik Ayame kebelakang lalu mengeluarkan pedangku untuk menangkis serangan yang datang berikutnya. Aku meloncat keluar dari ruangan dewan murid, saat aku keluar aku melihat sebuah Tengu berdiri didalam ruangan tadi. "Makhluk apa itu!!!??" teriak Ayame, "Gawat! Itu tengu, oi, Rikimaru..... apa kau...." Perkataan Ren terputus karena melihatku yang gematar, "Kenapa dia bergetar?" tanya Ayame, "Dulu, salah sati siluman yang hampir membunuh Rikimaru-sama adalah Tengu..." kata Yue. Tengu itu pun menyerangku, aku tidak bergerak sedikitpun. "Jadi dia masih sama seperti dulu? Menyedihkan..." Tengu itu terus datang kearahku, "Oi, Rikimaru! Cepat serang dia!" jerit Ren, "Percuma, dia tidak bisa melawan rasa takutnya" Tenggu itu menebaskan pedangnya kearahku, "Tamat..."
TRAANG!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
"Eh?" Aku menahan pedang tengu tersebut dengan pedangku lalu meletakan tanganku di kepala Tengu itu, "Teknik keluarga Kaga, Iron Fist" Aku menghancurkan kepala Tengu tersebut dan mengacungkan pedangku ke udara, "Ketemu..." kataku sambil menatap nenek. Nenek yang sedang melayang diudara menatapku dengan tatapan terkejut, "Apa nenek kira aku takut sehingga aku tidak bisa menarik pedangku? Kalau iya berarti itu salah, aku tidak menarik pedang ini untuk kalah, karena itu aku belum boleh berhenti disini." kataku dengan tegas, nenk tersenyum, "Kau berubah, tapi, kau masih belum bisa mengejarku." kata nenek sambil menghilang. "Huh, sekarang adalah giliranku..." kataku sambil tersenyum, "Minata?" kataku sambil melihat ke arah Minata, "Persiapan selesai..." katanya, "Bagus, kita mulai serangan kita..." kataku dengan semangat.
"Hmm? Ini aneh....." kata nenek, "Kenapa ada dinding es disini? seakan-akan mengarahkanku ke suatu tempat, apa ini jebakan? Tetapi aku tidak merasakan adanya jebakan...." sambung nenek. "Itu dia..." kataku yang sedang berlari mengejar nenek, nenek melihatku dan berlari lurus. Aku terus mengejar nenek, didepan adalah ruangan kepala sekolah. Nenek membuka pintu itu dan secara tiba-tiba, jebakan yang dipasang oleh kepala sekolah melesat keluar. Nenek tampak terkejut tetapi dapat menghindarinya, nenek berdiam diri sejenak, "Itu saja? Kau mengharapkan jebakan itu saja Rikimaru? Ide agar jebakan tersebut tidak terdeteksi memang bagus, tetapi, itu tidak berguna..." kata nenek, aku tersenyum karena itu, "Memang benar, aku sudah tahu itu tidak berfungsi.Karena itu aku sudah menyiapkan untuk serangan selanjutnya..." Kataku sambil menunjuk ke arah lantai. Nenek terkejut karena mengetahui ada air disekelilingnya, "Kau pikir ini bisa menahanku?" kata nenek, "Tidak, tapi itu membuatmu terpojok." kataku. "Diluar terdapat manusia serigala, disini terdapat yuki onna dan dua kitsune, bagaimana? apa masih mau lanjut?" Gertakku. Nenek tersenyum, "haha, aku tahu kau itu cuma menggertak, tapi sudahlah, aku sudah tahu semuanya..." kata nenek, "Jadi..." kataku berharap, "Ya, kalian menang, aku akan kembali malam ini juga." kata nenek yang mengakui kekalahanya. Kami semua kembali ke asrama untuk mengantar nenek pulang, "Rikimaru..." panggil nenek, aku pun mendekatinya, "Apa kau ada bertarung dengan LORE?" Tanya nenek, aku terkejut dan tidak bisa menjawabnya,
"Itu........."
"Aku tidak memaksamu untuk menjawab, cuma berhati-hatilah. sebab LORE cuma bisa dilawan dengan LORE juga..." kata nenek yang berada di depan pintu. Aku berdiam diri sejenak, "Aku akan mecoba agar tidak...." kataku dengan serius, "Yah, sudahlah... selamat tinggal..." kata nenek yang pergi. "Sudah pergi?" tanya Ren, "Ya...." jawabku, "Perkataan barusan... apa kau serius?" tanya Ren. Aku diam dan berbalik lalu berjalan melewati Ren, "Kuharap..." kataku tanpa menoleh. Ayame melihatku, "Hei Rikimaru, bagaimana kakakmu?" tanyanya, "Soal itu, tadi ia bilang ada misi yang penting. Jadi ia harus pergi dan tidak kembali kesini." kataku, "Hee....." kata Ayame, "Yah, sebentar lagi kita mau masuk ke liburan musim panas kan? Dia menyuruhku untuk pulang, menyusahkan..." kataku sambil tersenyum sedikit, "Ngomong-ngomong, aku penasaran apa yang dikatakan kepala sekolah besok melihat ruangannya hancur begitu..." kata Minata.
by Yahya Valcyria Courtville
Tidak ada komentar:
Posting Komentar