Halaman

TRANSLATE

Selasa, 28 Desember 2010

BLACK-WHITE FEATHERS - REAL ADENTITY PART 5 (JYUU AND KARIN)

-Flashback-

Ditengah acara makan malam, Ryuuka tiba-tiba mengatakan keinginannya menikah dengan Hikaru. Merasa tidak senang dengan pernyataan yang dilontarkan Ryuuka, Kaoru menggebrak meja dan membawa Ryuuka keluar untuk berbicara berdua saja dengannya. Ada dua alasan yang menurut Kaoru bisa menjadi pertimbangan agar Ryuuka tidak menikah dengan Hikaru.

Ryuuka mengepalkan kedua tangannya. Kebenciannya semakin menjadi pada Kaoru. Sementara Kaoru dengan tenang berjalan mendekatinya. Tatapan tajam yang tadi ia tunjukan berubah menjadi tatapan penuh arti.
“Ada dua alasan kenapa kau tidak boleh menikah dengan Hikaru,” Kaoru memegang kedua tangan Ryuuka, “Pertama, kau mempunyai misi bersama kami untuk menutup portal penghubung antara dunia manusia dengan dunia kami.”
“Tapi, itu ‘kan masih belum bisa dilakukan jika Bulu Putih itu belum kembali. Masih ada kesempatan untukku hidup bersama Hikaru. Tidak masalahkan?!!”
“Tentu saja akan menjadi masalah!!” Kaoru meninggikan nada suaranya, “Karena setelah misi berakhir, kau akan kembali pada Minami dan menghilang. Ingatan mengenai semua hal tentang dirimu juga barang-barang yang berkaitan denganmu juga akan menghilang. Jika itu terjadi, hatimu akan sangat sakit dan akan memberatkan Minami. Aku tak mau hal itu terjadi pada Minami.”
Minami, ternyata dia memang menyukai gadis itu. “Jadi, aku…,”
“Jiwa yang hanya bisa hidup dan mati jika pemilik jiwa itu menginginkannya kembali.”
“Lalu, alasan yang kedua?”
“Itu, itu kukatakan nanti saja.”
Dia…, lagi-lagi seperti itu. Selalu menggantung sebuah pertanyaan besar untukku. Sebenarnya, aku tak ingin menikah dengan Hikaru. Tapi, aku…, sial!! Aku tak bisa mengatakan hal itu. Kaoru apa kau tak menyadari perasaanku yang sesungguhnya??!
Kaoru membalikan badannya dan berjalan meninggalkan Ryuuka. Ryuuka mulai menitikan airmatanya. “Jangan pergi begitu saja dengan meninggalkan sebuah pertanyaan besar untukku.”
Kaoru menghentikan langkahnya, “Apa maksudmu?”
GREB!
Ryuuka memeluk Kaoru dari belakang. Sambil terus menangis Ryuuka semakin erat memeluk Kaoru, “Katakan padaku tentang perasaanmu itu. Aku tak mau terus menunggumu.”
Kau. Ternyata,…, batin Kaoru.
“Aku tidak peduli aku ini jiwa sementara atau jiwa seutuhnya. Walaupun kau selalu menganggapku sebagai orang yang hanya bisa menganggumu saja tapi, aku…, tak bisa menyembunyikan perasaan ini darimu dan ini tak bisa kututupi lagi.” Ryuuka menangis terisak-isak. “Aku sudah pernah mengatakan perasaanku padamu waktu itu. Tapi, kau tidak menanggapinya. Sekarang, aku akan mengatakannya padamu. Aku sangat menyukaimu, Kaoru.”
Tangan Kaoru gemetar mendengar pernyataan cinta Ryuuka. Ia menggeleng pelan dan melepas paksa pelukan Ryuuka. Ia pun berjalan masuk kedalam rumah. Ryuuka terduduk lemas dengan airmata terus mengalir. Sebuah penolakan yang sangat berat baginya.
“Kak Kaoru ternyata menolak kakak. Pasti sakit sekali rasanya,” kata Jyuu miris.
Kaoru, kenapa kau malah menolaknya. Bukankah kau juga…, batin Minami. “Jyuu, aku yakin ada sesuatu dibalik penolakan ini.”
“Apa maksud anda, Miss Minami?” kata Nekomaru.
“Nanti saja kujelaskan, sekarang aku mau melakukan sesuatu.”
“Apa itu??” kata mereka semua bersamaan kecuali Soraoka.
“Tentu saja melanjutkan makan malam, setelah itu aku akan bicara dengan Si Bodoh Kaoru itu.”
Yang lainnya pun ikut melanjutkan makan malam mereka yang tertunda sedang Soraoka sudah selesai dan pergi meninggalkan ruang makan. Ia berjalan ke arah halaman belakang. Ryuuka masih terisak sedih dan Soraoka sudah berdiri disampingnya. Ia pun duduk disamping gadis itu.
“Miss Amatsuki tak perlu menangis untuk hal bodoh seperti ini,” kata Soraoka dingin.
Ryuuka melirik kearah pemuda itu, “Kau tak mengerti apa-apa!!”
“Kehilangan seseorang yang dicintai memang berat tapi jika anda yang menghilang dari orang yang mencintai anda bagaimana?” Soraoka menatap sinis Ryuuka, “Berhentilah mementingkan perasaan anda sendiri tapi, pikirkan juga perasaan orang lain.”
“Apa maksudmu?!”
“Anda masih belum mengerti juga? Sir Kaoru juga sebenarnya mencintai anda tapi, beliau tahu kalau perasaannya diteruskan masalah ini akan semakin pelik. Maka dari itu, beliau menolak anda atas dasar misi bukan atas dasar benci pada anda.”
“Kau bermaksud membelanya, kan?!!”
“Tidak, saya tidak membela siapapun disini. Jika, saya menjadi pihak luar, maksud saya Kurogashi Hikaru, saya pasti akan menjadi pihak yang paling tidak menguntungkan disini. Saya menikah dengan anda dan setelah itu anda berhasil menyelesaikan misi lalu tiba saatnya anda untuk menghilang dan saya pun tidak mengingat apa pun tentang anda. Dan yang tertinggal hanya kesendirian dan kesepian pada diri saya.” Ryuuka menunduk kesal, “Selanjutnya, saya akan merasa hampa dan walaupun ingatan tentang anda sudah dihapus tetap saja meninggalkan suatu perasaan rindu tanpa sebab. Lalu, Miss Minami takkan pernah bisa tenang hatinya jika anda masih belum bisa melupakan urusan duniawi ini.”
“Apa kau sudah selesai, Soraoka?”
“Ya.”
“Kau sangat…,”
DAKH!
Soraoka memukul tengkuk leher Ryuuka sampai pingsan. Ia pun menggendong dan membawanya masuk. Soraoka membaringkannya diatas ranjang. Jyuu tak mengerti kenapa Soraoka bisa berkata seperti itu pada kakaknya. Walau tak begitu terlihat sebenarnya Soraoka sangat memperhatikan mereka semua dan peduli pada yang lain.
Soraoka memakai sepatunya dan bersiap untuk pulang. Minami sudah menunggunya didepan pintu. Pemuda itu sudah bisa membaca pikiran gadis itu. Sudah biasa baginya untuk membaca pikiran orang lain.
“Miss Minami tak usah begitu memikirkan hal ini.”
“Jangan bicara seperti itu. Aku tak mau kau terlalu keras pada Ryuuka.”
“Wanita itu…, sudahlah, aku tak mau membahas ini lagi. Aku harus segera pulang. Selamat malam.”
Soraoka langsung menghilang ditelan angin hitam. Minami terkejut melihat angin hitam Soraoka. Key, dia memang seperti Kaoru, batin Minami.

SMA Mizuno, Tokyo, Jepang.
Soraoka dan Jyuu sedang asyik duduk sambil mengobrol di kelas. Pelajaran belum dimulai dan murid-murid lainnya pun sedang melakukan kegiatan mereka masing-masing.
“Sudah kuduga akhirnya seperti ini,” kata Soroka.
Jyuu mengerutkan dahinya, “Memangnya berapa persentasinya?”
“99,8%. Bukankah itu angka yang mendekati sempurna?!”
“Ya, sepertinya kau…,” Jyuu menghentikan ucapannya dan menutupi wajahnya dengan sebuah buku.
Soraoka melirik kearah pintu masuk. Rupannya Karin sudah datang dan duduk dikursinya. Tanpa melihat kearah Jyuu dan Soraoka ia langsung membuka buku dan pura-pura membacanya.
Wajahnya terlihat agak merah dan sikapnya jadi kaku. Soraoka pun mengambil note-nya dan mulai menganalisa segala kemungkinan dan jumlah persentasi keberhasilan hubungan Jyuu dan Karin. Terkesan seperti kegiatan yang bodoh tapi ia memang senang melakukan hal seperti itu. Aneh.
Selesai pelajaran terakhir sekolah pun usai. Soraoka mengajak Jyuu untuk pulang bersama tapi Jyuu menolak dan menyuruhnya untuk pulang duluan. Karin sengaja pulang telat dan menunggu sampai sekolah benar-benar kosong. Ia tak mau sampai bertemu Jyuu. Rasanya ia jadi segan pada lelaki itu.
Tetes air hujan mulai membasahi jalanan. Sialnya bagi Karin, ia tak membawa payung. Apalagi di sekolah sudah tidak ada lagi siswa. Dia menunggu didepan pintu keluar sekolah. Ia melihat arlojinya, sudah pukul empat lewat.
“Ini payung untukmu.” Sebuah suara yang tak asing ditelinga Karin.
“Jyuu!!”
Jyuu tersenyum hangat, “Mau pulang bersamaku?”
Karin mengangguk tanda mengiyakan ajakan Jyuu. Mereka pulang bersama dengan payung masing-masing. Dalam perjalanan pulang mereka tak bicara sepatah kata pun. Walau ingin tapi keduanya sama-sama malu untuk memulai pembicaran.
“Ka, Karin,” kata Jyuu gugup.
“Ya?”
“Umm, hati-hati dengan langkahmu. Disini banyak kubangan airnya, jangan sampai terjatuh.”
“I, iya.”
Baru saja dibicarakan Karin langsung terjatuh kedalam kubangan air.
“Kyaa~!!”
“Karin, kau tidak…,”
Jyuu langsung memalingkan wajahnya. Ia tak mau melihat Karin yang seperti itu. Tentu saja Karin langsung marah karena sikap Jyuu yang tiba-tiba aneh begitu.
“Kenapa kau ini, Jyuu?!”
“Aku tak mau melihatmu seperti itu.”
“Apa maksudmu?”
“Lihat seragammu dan tutup kakimu.”
Badan Karin yang basah kuyup dan seragamnya yang berwarna putih jadi transparan sehingga pakaian dalamnya terlihat. Ditambah posisi kaki Karin yang terbuka keluar, lengkap sudah pemandangan surga milik Karin.
DUAKH!
“Kau melihatnya, yah?!” Sebuah pounch attack Karin mendarat dikepala Jyuu, “Dasar mesum!!”
“Aku tak melihatnya, sungguh. Tapi, tadi lihat cuma sedikit.”
“Tetap saja kau melihatnya walau cuma sedikit.”
Jyuu merendahkan badannya dan membuka almamater sekolahnya tanpa melihat kearah Karin, “Kau pakai almamater-ku saja dan aku akan menggendongmu sampai rumah.”
“Tapi,”
“Sudahlah, kau pasti malu jika seragammu basah, kan?”
“Terimakasih, Jyuu.”
Jyuu menggendong Karin dibelakang punggungnya. Disepanjang jalan Karin tak bisa menahan perasaannya. Lagi-lagi harum tubuh Jyuu membuatnya jatuh kepayang. Hangatnya punggung Jyuu membuat Karin pelan-pelan menutup matanya. Ia pun tertidur.
Sesampainya dirumah Karin, Jyuu memberanikan untuk melihat wajah gadis itu. “Hmm, Putri Tidur, aku akan membangunkanmu dari tidurmu.”
Walau samar-samar Karin dapat mendengar suara Jyuu. Sebenarnya, Karin sudah bangun sejak lima menit yang lalu tapi, ia ingin seperti ini untuk sementara waktu.
“Hey, bangun dasar wanita ular derik.”
Soraoka menjitak kepala Karin dengan keras. Jelas saja Karin langsung marah dan turun dari gendongan Jyuu. Payah!! Kenapa Bandar Teh ini selalu mengacaukan suasana romantisku dengan Jyuu, pikir Karin.

Kediaman Amatsuki, pukul 19.15.
Hikaru sedang bercakap-cakap dengan ibu Ryuuka. Mereka terlihat sangat akrab. Sumika sudah mengerti kedatangan pria itu. Sebuah suguhan kecil dan segelas kopi panas sudah terhidang didepan wajah Hikaru.
Ryuuka berjalan menuruni tangga. Minami memperhatikannya dari balik pintu kamarnya. Ia tak mau mencegah gadis itu. Minami percaya penuh pada Ryuuka dan keputusannya. Sementara Kaoru lebih memilih untuk berdiam diri dihalaman belakang. Rumput-rumput masih basah karena hujan sore hari tadi.
“Jadi, kau benar-benar mau menikah denganku, Ryuuka?” tanya Hikaru.
“Ya, aku mau.”
“Baguslah kalau begitu.” Hikaru menatap Sumika senang, “Bibi Sumika dengar sendiri bukan, Ryuuka mau menikah denganku.”
“Syukurlah, Hikaru. Akhirnya, Ryuuka bisa membalas perasaanmu.”
“Ya.” Tangan Hikaru mendekap pundak Ryuuka. “Setelah menikah nanti, aku mau kita mempunyai anak yang banyak. Terciptalah keluarga besar Kurogashi.”
Wajah Ryuuka terlihat datar. Sumika jadi khawatir pada putrinya, ia tahu kalau Ryuuka memaksakan dirinya sendiri. “Ibu harap kau bahagia dengan Hikaru.”
“Ya.”
Setelah Hikaru mendapatkan jawaban yan ia tunggu-tunggu, akhirnya, hatinya bisa tenang juga. Ia pun berpamitan untuk pulang. Ryuuka mengantarnya sampai depan pagar depan rumahnya. Ia pun berjalan kearah halaman belakang untuk menemui Kaoru.
Jyuu melihat wajah ibunya. Wajah Sumika terlihat tidak puas dan Jyuu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Kakaknya ternyata lebih memilih Hikaru dan akan memulai menjalani kehidupan palsunya.
Soraoka yang berada disampingnya langsung membisikan sesuatu ditelinganya. Sebuah senyum tipis mengembang diwajah Jyuu.
“Apa itu benar?” kata Jyuu.
“Ya, aku sudah membaca isi hati Miss Amatsuki. Aku tak menyangka kalau beliau bisa melakukan hal ini.”
“Lalu, bagaimana dengan Kak Hikaru?”
“Pria itu harus menerima yang seharusnya ia terima.”
“Sora-kun, kau menggunakan Mind Control??!”
“Tidak, kalau kau ingin bukti lihat saja kehalaman belakang.”
Jyuu berjalan kehalaman belakang bersama Soraoka. Dilihatnya Ryuuka dan Kaoru duduk saling berjauhan. Sepertinya mereka sedang berbicara hal yang serius.
“Aku sudah mengatakannya pada Hikaru.”
“Kau sudah puas?!”
“Belum, aku ingin kau katakan perasaanmu yang sesungguhnya dari mulutmu bukan tindakan melarikan diri seperti kemarin lusa.”
Kaoru menundukan kepalanya. Tangannya gemetar dan lidahnya menjadi kelu. Ia tak tahu harus bagaimana menghadapi gadis ini. Ryuuka telah memantapkan hatinya.
Kaoru tak bisa mengatakan persaannya yang sebenarnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membunuh perasaan ini tapi, ia tak sanggup untuk melakukan hal itu.
“Apa kau mencintaiku, Kaoru? Kau hanya perlu menjawab ya atau tidak, itu saja.”
Akhirnya, Kaoru memberanikan diri untuk membalikan tubuhnya dan memeluk Ryuuka. “Ryuuka aku…,”
Untuk kedua kalinya Kaoru melakukan hal itu pada Ryuuka. Jyuu hanya bisa menghela napas. Entah karena lega atau kesal. Soraoka yang melihat hanya bisa berkomentar pedas pada Jyuu. “Ternyata, orang dewasa lebih pandai melakukan hal itu daripada kau dan Karin.”
Soraoka, kau diam-diam menghanyutkan. Ternyata, kau mengerti juga pada hal seperti ini, batin Jyuu.
Kaoru melepaskan pelukannya. “Itulah jawabanku dan itu alasan keduaku kenapa kau tak boleh menikah dengan Hikaru.” Kaoru memegang erat kedua tangan gadis itu, “Jangan pergi. Aku mohon.”
“Kaoru, aku, aku…,”
BUGH!
Kaoru jatuh diatas lantai kayu dan diatasnya Ryuuka sambil menangis bahagia. Detak jantung Kaoru sangat terdengar ditelinga Ryuuka. Jyuu dan Soraoka tak bisa berkata apa-apa.
“Giliranmu kapan, Jyuu?”
“Ah,euh, itu,…,”
Jyuu tak bisa menjawab pertanyaan Soraoka. Ia pun bergegas masuk dan meninggalkan kakaknya dan Kaoru berdua saja. Jyuu mengambil jaketnya dan pergi keluar dengan wajah serius.
Ia berlari dengan kencang. Ia tak mau bernasib sama dengan Kak Hikaru. Kalau tidak cepat-cepat ia katakan mungkin Karin juga akan menjadi milik orang lain. Jyuu sudah berdiri didepan rumah Karin.
Dengan napas terengah-engah, ia mencoba untuk berteriak kearah jendela kamar Karin. “Karin~!! Karin~!”
Sontak Karin langsung kaget mendengarnya. Ia membuka jendela kamarnya, dilihatnya Jyuu berdiri didepan rumahnya dengan napas terengah-engah dan keringat mengucur dari keningnya.
“Karin, ada yang ingin kukatakan padamu. Cepat turun dan temui aku.”
Penghuni rumah Hoshikaze yang lain langsung berhambur keluar rumah. Ibu Karin, Ayano, menanyakan apa yang terjadi pada Jyuu. Tapi, pemuda itu hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman.
Karin sudah berdiri didepan pintu dan ia berjalan menghampiri Jyuu. Gadis itu sudah berdiri didepan Jyuu. “Apa yang ingin kau katakan padaku, Jyuu?”
“Aishi…,” Karin menempelkan jarinya dibibir Jyuu.
“Diam, Jyuu-kun. Jyuu, perasaanmu…, apa segampang itu mengungkapkanya dengan menggunakan kata yang dipakai oleh berjuta-juta orang itu?”
Karin merogoh saku celananya dan ia mengeluarkan sebuah kembang gula –permen-. “Ambil kembang gula ini dariku dengan mulutmu lalu, katakan perasaanmu padaku.” Ia pun membukanya dan meletakan kembang gula disela kedua bibirnya.
Karin…, kau lebih agresif dari yang kuduga, batin Jyuu. Tanpa ragu Jyuu langsung mengadu bibirnya dengan bibir Karin. Ayah dan Ibu Karin hanya bisa tertawa kecil. Berani juga putri mereka melakukan hal itu didepan mereka. Anak jaman sekarang memang lebih berani
“Harin, aihiheru.”*
“Aihiheru, Hihu.”**
Akhirnya, Jyuu bisa mengatakan perasaannya pada Karin dan gadis itu pun mengakhiri penantiannya. Jyuu mendekap erat Karin. Bintang malam ini bersinar dengan terang seakan bahagia melihat dua pasangan baru yang sedang bermandikan cinta.

*Karin, aishiteru: aku menyukaimu, Karin.
*¬Aishiteru mo, Jyuu: aku juga menyukaimu, Jyuu






---------------------------------------------by : Xiona E. Ruu Kawakusa (希望を失った男)

Tidak ada komentar: