"Hagzhagzgahhz . . ! Aku tidak kuat berlari lagi!"
Mai hampir pingsan saat itu. Darah yang keluar dari tubuhnya begtu banyak saat penyihir Mily menghempaskan tubuhnya tadi. Mai meringkuk kesakitan. Mai memegangi hidungnya yang masih mengeluarkan darah.
Myuta yang memegangi tangan sebelah Mai sepertinya menyadari kondisi Mai. Myuta tiba-tiba berjongkok. Menyodorkan dirinya untuk menggendong Mai.
"Ayo . . Naiklah ke pundakku!" kata Myuta lembut.
Mai tertegun sejenak mencerna kata-kata myuta.
"emm . . Maksudmu??!" kata Mai yang masih tidak mengerti.
"kenapa sih? Sudah jelas kan aku akan menggendongmu . . !!" kata Myuta yang tiba-tiba langsung menggendong Mai.
Mai tertunduk malu, mukanya memerah.
"Cepatlah Myuta! Jangan bermain-main!" kata Akito yang kini sudah dulu berada di depan.
Mereka pun berhenti, memutuskan untuk bristirahat. Teman Akito, Myuta yang terlihat lebih cekatan mendudukan Mai di bawah pohon. Dia menanyai keadaan Mai.
"Kau tidak apa?!"
Mai mengangguk pelan.
Myuta mencari sesuatu di dalam tasnya. Dia menemukan sapu tangan dan sebotol air mineral.
"Ini pakailah dan basuh lukamu!" katanya lagi.
"Tapi kalian?!"
"Kami laki-laki . . Sudah biasa!!" senyum Myuta ramah. Dia berbicara pada Akito, "Sepertinya kita harus menghentikan prjalanan hari ini ! Terlalu bahaya untuk gadis ini . . !"
"Ya . . Bnar! Aku akan cari hewan buruan!" kata Akito lalu pergi entah kmana.
Akito tampaknya sudah tidak terlihat dari pandangan Mai dan Myuta. Sementara Myuta mulai membuat api unggun. Suasana ini trlalu kaku, Mai mulai angkat bicara.
"Maaf, aku merepotkan kalian!!" terlihat muka menyesal di wajah Mai.
"Ah… Tidak apa-apa!!" jawab Myuta santai sambil membuat api.
"Ah ya!" kata Mai menanggapi kalimat yang terucap dari mulut Myuta. Mai brpikir untuk berbicara lagi dengannya.
"EH??" kata Myuta dan Mai secara berbarengan.
"Kau dulu!" katanya mempersilahkan Mai untuk berbicara dulu.
Mai menggosokan tangannya. Mai mendekati api unggun yang di buat oleh Myuta. Cuaca sudah mulai mendingin. Myuta sekarang mulai membuat bivak.
"sejak tadi aku belum mengenal nama kalian… Kenalkan, aku Mai Suzumi! Senang bertemu kalian.”
Myuuta memperkenalkan dirinya.
"Myuuta Yukimura… dan temanku tadi Akito Kenzaki!" ujarnya memperkenalkan diri. Suasana hening sesaat. Myuta pun berusaha mencairkan suasana. "Kenapa kau ada di sini?"
Mai sepertinya agak bingung dengan maksud pertanyaanku.
"Kenapa kau ada di alam liar sambil membawa barang berharga? Tak sewajarnya wanita sepertimu ada di sini."
Mai agak tertunduk usai mendengar pertanyaan Myuta. Lalu, Mai menjawab, "Aku... Aku ingin bertemu Tabib Yu Chin di utara."
"Kenapa kau ingin bertemu Tabib Yu Chin, tak sembarang orang ingin bertemu beliau," terang Myuta.
Lagi-lagi, anak ini menundukkan kepala, namun kali ini lebih dalam. Kemudian terdengar suara isak tangis. Myuta yakin anak ini menangis dan hal ini berhubungan dengan tujuannya ke Tabib Yu Chin.
"Tubuh kakakku diambil alih oleh iblis. Aku ingin menyelamatkan kakakku dari iblis, dengan cara pergi menemui tabib Yu Chin di utara, dan tongkat sihir ini adalah pemberian peri hutan yang kutemui di perjalanan," terang Mai panjang lebar.
KRUUYUUK...
Seketika wajah Mai menjadi merah tomat.
"M... Maafkan aku.! Sepertinya perutku sudah tak tahan. Padahal tadi sudah makan rambutan..."
"Sudahlah, tak apa. Hm... Akito lama juga. Tunggu hingga Akito datang. Suruh perutmu tahan sebentar."
Kumi menghilang di tengah keributan. Lebih baik begitu kan, nanti pasti Mily menyiksanya tak tanggung-tanggung. Untungnya Kumi sempat meloloskan diri.
BLUUK . .
Seseorang menepuk pundaknya.
"KUMI . . . . kenapa kau pergi meninggal kan ku siiiihhh . . !"
"MILY . . . ?!!!"
"KUMIIIII . . . . . . . . . . . . . . . "
"arrrgggghhhhh…………"
Mereka berdua berkejar-kejaran, saling merapalkan mantra. Masing-masing tidak ada yang mau mengalah.
"Kumi, kau tau kehebatan tongkat itu kan… kenapa kau tidak membantuku tadi… haaahhh!!!" Mily mengeluarkan mantra bola api mengarahkannya pada Kumi.
Kumi menangkis dengan mantra angin. "-wind ! – Aku tau!! Tapi aku malas saja terjadi baku hantam!”
Kali ini, Mily melempariku dengan bola api secara bertubi-tubi, “-fire! Fire! Fire!- DASAR KUMI BODOOOHH . . . ! Kau Menghilangkan kesempatan itu bodoh!!!”
Kumi tersungkur, "aw . . . ! Berhenti . . Berhenti . . Iya Aku minta maaf . . ! -ZEN!-" Katanya lagi sambil mengucapkan mantra penyembuh.
KRUYUKK . .
Perut Mai berbunyi lagi.Myuta menertawakannya.
"Ah . . Maaf ya . . ! Prutku ini mengganggu saja . . !!" kata Mai mengelus-elus perutnya.
Myuta mencari sesuatu lagi di dalam tasnya. PISANG.
"Nih?!" tawarnya pada Mai.
"Bolehkah? Oh tidak-tidak . . Ini makanan kesukaanmu!" kata Mai menolak, tapi sebenarnya Mai benar-benar menginginkannya.
"Sudahlah, ambil saja. Aku tau kau menginginkannya, itu terlihat jelas di wajahmu! Yah.. Walaupun tidak terlalu mengenyangkan, tapi makan saja sebagai pengganjal perut."
Semakin terlihat di wajah mai kalau ia menginginkan buah berwarna kuning ini.
"Tunggu apa lagi..." ucap Myuta agak kesal.
"Baiklah jika kau memaksa. Terima kasih.!"
Kemudian Mai makan dengan lahapnya buah kesukaan Myuta itu. Untung tadi Myuta memetik banyak di hutan.
Ya ampun.. Anak ini... Lahap sekali makannya, seperti tidak makan seabad.. Tapi, kasihan juga melihat anak ini, sudah kakaknya dikuasai iblis, ia di incar sama penyihir reot pula
"Hei, kenapa kau melamun?" tanya Mai tiba-tiba yang menghancurkan lamunan Myuta.
"Ooh... Tidak, bukan apa-apa. Lanjutkan saja makanmu." Katanya pada Mai. "Hm... Kenapa Akito lama sekali ya.??" Gumam Myuta.
"Myuta, aku tidak mengerti . . Apa hebatnya tongkat ini ya . . !?" tanya Mai lagi sambil memutar-mutar tongkat tersebut.
Dia hanya diam menunggu Akito.
Mai mengajaknya bicara lagi, "hei, kau dan Akito sebenarnya ingin kemana?!"
Dia tersadar dari lamunanya, "Eh kami?! Kami memang petualang . . Kami senang menjelajah . . !"
"oh . . !" Mai menghembuskan nafas, "terimaksih ya. . Sudah menolongku . . Terutama kamu Myuta. . !" kepala Mai menengadah sekarang, "Aku harus cepat menolong kakakku! Aku mungkin besok tidak akan bisa bersama kalian . . !"
"Hei, kami ini petualang . . kami bekerja untuk orang lain dan mendapat bayaran. . ! Katamu kau ingin brtemu tabib Yu Chin kan? Aku tau . . ! Kami akan membantu mu gadis kecil…!"
"Benarkah? Tapi aku . . . . . " kata-kata Mai menggantung.
"tak bias membayar?! Tidak, untukmu khusus, kami menolongmu ikhlas!!"
Mai masih tak dapat berkata-kata dengan apa yang di dengarnya.
"Kak Myuta . . Terimakasih!" kata Mai terlalu senang dan memeluk Myuta tiba-tiba.
Akito dengan semangat mengejar hewan buruannya. Ada dua yang di incarnya, pertama ibu rusa dan kedua anak rusa itu sendiri. Akito berlari, membuat jebakan, dan melemparkan beberapa kunainya. Sial, tidak mengenai satu pun.
Akito tampak kelelahan sekarang.
Seekor kelinci tiba-tiba lewat di depannya.
Bruntung !
JLEPP !
Kena!
"Akhirnya Tuhan!! Aku bawa ini saja !!" serunya.
Akito berjalan menenteng hasil buruannya dengan bangga.
Kucing tabi Yu Chin, Less, melingkar di kakinya, "Meong" ktanya mengeong manja.
Tabib Yu Chin mengelus kucingnya, "Iya . . Perasaanku juga begitu . . Akan terjadi sesuatu yang mengerikan . . ! Sebentar lagi . . Ada orang yang pasti datang kesini!"
Akito sampai di tempat peristirahatan.
"Hei . . Aku bawa hewan bruannya . . Yah walaupun cuma seekor kelinci , tp . . "
Dia terkejut melihat apa yang terjadi antara Myuta dan Mai. Wajahnya antara ingin tertawa dan malu-malu, walaupun lebih bnyak malunya. Myuta menyadari kedatangan Akito.Segera saja Myuta melepas pelukan hangat Mai saat melihat Akito tiba dengan membawa hasil buruannya. Sial, bagaimana ini?! Ucap Myuta kesal dalam hati. Tapi, Myuta berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Darimana saja kau, bodoh?! Tak tahukah kita menunggu lama di sini?!" ujar Myuta kesal dengan masih menyembunyikan wajahnya yang memerah itu dari sahabatnya.
"Maaf... Maaf, Myuta. Tadi hewannya susah di dapat. Nih, aku bawa buruan, tapi maaf ya, cuma seekor kelinci. Hei, bocah, kau sudah lapar ya??" kata Akito santai. Ia tetap tak berubah.
"Sini, biar aku kuliti kelinci itu. Kau berbincang-bincang saja dengan Mai," kata Myuta.
Dengan menggunakan mata panah yang tajam, Myuta menguliti kelinci gemuk tangkapan Akito lalu memotong-motongnya menjadi beberapa bagian, dan menusuknya di ranting yang ujungnya tajam. Saat Myuta kembali ke tempat Akito dan Mai berada, mereka kelihatan tertawa lepas karena lelucon kuno Akito.
"Hei, kalian. Ini daging kelincinya. Cepat lekas memasaknya, terutama kau, Mai, perutmu sudah lapar, kan?"
"Terima kasih. Waah., kak Myuta terampil sekali menguliti dan memotong dagingnya rapi sekali.!!" puji Mai.
"Myuuta itu pintar masak lho.!! Ia sering mengerjakan pekerjaan rumah tangga." tambah Akito.
"Sudahlah, tak usah promosi. Cepat makan, tak sopan makan sambil bicara."
Kemudian, Akito, Myuta, dan Mai pun memakan daging kelinci yang dibakar di api unggun.
huuhuuhhuuhhuu... hiks..hiks..
Hanrui menangis tertunduk di bawah pohon sambil memeluk lututnya erat-erat. Malam ini dingin. Untuk anak lain seumur hanrui, mereka pasti sedang berkumpul bersama keluarganya dan pastinya di rumah yang hangat.
Ayah Hanrui meninggal karena sakit keras 3 hari yang lalu. Ibunya sudah tiada sejak ia masih kecil, dan bibi yang seharusnya merawat Hanrui tak kuat mengurus Hanrui karena alasan ekonomi. Beginilah keadaan Hanrui sekarang, tak punya rumah, lantang-luntung, hanya kegelapan dan dinginnya malam yang menemaninya.
Mai terbangun dari tidurnya. Hari sudah pagi. Akito mulai membersihkan dan membreskan tenda. Sementara Myuta sedang memasak air. Semalam, mereka telah membicarakan tentang masalah Mai. Respon Akito dan Myuta sangat baik. Akito dan Myuta mau membantu Mai menyelamatkanYuya, kakak Mai yang sekarang sedang di kendalikan iblis. Setelah selesai berbenah diri. Mereka siap melanjutkan perjalanan. Mereka akan menuju ke tempat tabib Yu Chin, karena memang tidak ada tmpat lain lagi yang harus mereka tuju.
by: Hoshi Writers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar