Halaman

TRANSLATE

Rabu, 18 November 2009

BLACK-WHITE FEATHERS "THE LAST ANGELICA PART 3 " (Neko Nekoma Nekomaru)"

-Flashback-

Ryuken yang masih mengincar Eikyuu no Hi, mendatangi kediaman Ryuuka. Karena gadis itu tidak mau menyerahkan Eikyuu no Hi akhirnya, pertarungan pun tak terelakan. Kaoru yang sudah tidak bisa lagi untuk bertarung karena kelelahan dan tubuhnya terluka parah sedang katana Ryuken sudah terarah keleher Ryuuka. Ryuuka terpaku. Dia tak tahu harus bagaimana. Sebenarnya ia tak tahu bentuk dari asli Eikyuu no Hi itu sendiri. Tapi, Kaoru bilang ia harus menjaganya dan melatihnya agar bisa menjaga gadis itu sendiri. Sekarang Ryuuka harus bagaimana?

“Aku takkan mengulangi lagi perkataanku tadi, serahkan Eikyuu no Hi padaku,” kata Ryuken dingin.
“Hmf! Takkan kuserahkan, dasar Angelordies aneh”
“Bodoh.”
Sebuah tepukan tangan mengalihkan perhatian mereka. Seorang Demonicart berambut pirang dan panjang berdiri tidak jauh dari mereka bertiga. “Ckckck, Ryuken, tak bisakah lembut sedikit pada seorang perempuan?” katanya.
“Sedang apa kau disini?”
“Hanya mengawasimu.”
Cantik sekali. Tapi, kenapa sayap itu berada dikepalanya? Tidak seperti yang lain, batin Ryuuka.
“Hhh~, kau membuat selera bertarungku hilang,” Ryuken melepaskan katananya dari leher gadis itu, “Hey, kau yang berwarna merah muda dan bermotif bunga-bunga. Bersyukurlah kau tak kubunuh kali ini.” Ryuken merebahkan sayap hitam-putihnya, angin kencang pun datang dan menelannya. Ia pergi.
Dia…, kenapa kaum seperti mereka senang sekali melihat hal seperti itu. Dasar mesum!, pikir Ryuuka. Demonicart itu berjalan mendekati Ryuuka, “Hello, Lady Amatsuki, namaku Bright XL” sapanya, “Berikan obat ini pada temanmu itu, jika dalam tiga hari tidak kau berikan. Ia akan mati.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tak tahu, yah? Katana Ryuken itu ‘kan mengandung racun,” ia melemparkan sebotol kecil obat dan gadis itu pun menangkapnya, “Nice catch! Allright, I must go on. Adios amigos.” Bright pun menghilang ditelan angin hitam.
Bahasanya terlalu ‘berkilau’, aku sampai mual mendengarnya, pikir Ryuuka. Setangkai mawar putih pun ditinggalkan Bright. Sedang Kaoru yang sudah K.O hanya tertawa kecil.

Waktu menunujukan pukul 19.55, Kaoru sedang berdiri diambang jendela kamarnya sambil melihat langit malam. Sorot matanya terlihat sangat dingin dan kedua tangannya dilipat diatas dada. Sesosok bayangan hitam berdiri didekatnya. “Master, saya sudah mendapatkan informasi yang anda inginkan,” katanya.
“Apa itu?”
“Minami sudah saya temukan dan empat kon-nya lainnya sudah tewas dibunuh oleh anak buah Ryuken.”
“Bagaimana dengan dua kon lainnya?”
“Maaf, saya belum menemukan mereka, Master.”
“Secepatnya kau temukan mereka sebelum Ryuken dan anak buahnya menemukan mereka.”
“Baik!”
Bayangan hitam itu pun menghilang. Kaoru menghela napas dan mengembuskannya pelan, “Tunggu aku Minami, aku akan segera menjemputmu,” gumamnya. Ia pun merebahkan tubuhnya diatas futton dan menarik selimut sampai dada. Lambat laun ia mulai terlelap dan gelap malam mengiringinya ke alam mimpi.
Ryuuka yang mengintipnya dari balik pintu hanya bisa menelan ludah. Entah kenapa ia merasa sangat kesal. Masih pukul 8, cepat sekali dia tidur, batin Ryuuka. Saking kesalnya, ia sampai menggigit lidahnya sendiri. Sial.

SMA Mizuno, Tokyo, Jepang.
Waktu menunjukan pukul 20.10, Jyuu yang baru pulang dari minimarket bersama Karin, temannya, melewati sekolah mereka. Samar-samar terlihat cahaya merah dari belakang sekolah. Karena penasaran, Jyuu memanjat tembok dan ia pun berhasil masuk. Sedang Karin mengikutinya dari belakang.
Seorang Miko yang tangannya memegang sebuah tasbih, menatap tajam kearah seekor siluman. Siluman itu memiliki ekor dan telinga seperti kucing. Ia memegang kodachi-nya erat. Jyuu dan Karin melihat mereka dari jauh. Mata Karin terlihat sangat bersinar karena sedari tadi ia melihat kearah siluman kucing itu.
“Hhh~, maaf saja hari ini aku sedang tidak ingin bertarung melawanmu,” kata siluman itu.
“Kau, kau adalah siluman yang sulit sekali kutaklukan. Aku takkan pernah menyerah sebelum berhasil menyegelmu,” Miko itu semakin tajam menatapnya.
“Ah~, menyusahkan saja. Aku sedang buru-buru tahu. Sudahlah kau menyerah saja, lagipula kalau negara ini punya hukum tentang hak asasi siluman, kau pasti takkan bisa mengejarku lagi.”
“Hmf~, jangan berkata hal-hal yang bodoh,” Miko itu mengeluarkan satu buah kertas mantra dan mulutnya berkomat-kamit membaca mantra, “Keluarlah, Mizuchi!”
Kertas mantra itu kemudian mengeluarkan seekor naga yang sangat besar. “Mizuchi –Naga Air-, gawat!”
Sudah terlambat bagi siluman kucing itu untuk lari karena naga itu sudah membelit tubuhnya. Ia meringis kesakitan sedang Miko itu hanya tersenyum.
“Fuh~, jurusku akhirnya berhasil juga. Kau tahu, butuh waktu satu tahun untuk menyempurnakan jurus ini.”
“Ukh! Apa peduliku! Cepat lepaskan aku!!”
“Tidak,” ia berjalan mendekatinya, “Wah, wajahmu cukup tampan untuk ukuran seekor siluman. Ah, tapi, ini mungkin penyamaranmu. Siapa yang tahu wajah aslimu yang sebenarnya.”
“Ini memang wajahku yang sebenarnya!!”
“Yah terserahlah, sekarang tinggal tahap terakhir. Penyegelan.”
Miko itu berkomat-kamit membaca mantra yang sangat panjang sampai siluman itu bosan dibuatnya. “Hei, bisa dipercepat tidak?” tanya siluman itu.
“Diam! Kau membuatku harus mengulangi mantra yang super baget panjang itu!!”
“Eh? Ya, sudah, kau lanjutkan saja.”
Setelah selesai membaca mantra, naga itu kemudian berubah menjadi tali yang dipenuhi kertas mantra. Tali itu benar-benar mengekang seluruh tubuh siluman itu. “Sayaka, lepaskan aku.”
“Tidak!”
“Say…,”
Miko itu kemudian menjetikan jarinya, “…,Onara!”
Siluman itu sudah tak bergerak lagi. Sebuah batu dijadikan Sayaka tempat penyegelan dan ia melemparkannya ke sembarang arah. Batu itu hilang. “Selamat tinggal, Nekomaru. Kalau kau manusia, pasti kita berjodoh,” katanya sambil tertawa kecil, “Dan untuk kalian berdua, keluar sekarang dari balik pohon.”
Jyuu dan Karin langsung tersentak kaget. Dengan perlahan mereka keluar dari balik pohon. “Maaf, kalau kami megganggumu,” kata Karin.
“Tidak apa, lagipula ini tidak melibatkan kalian. Sekarang pulanglah, semakin malam semakin banyak siluan berkeliaran.”
“Ba, baik.”
Mereka pun keluar dari area sekolah dan pulang kerumah mereka masing-masing. Tapi, ditengah perjalanan pulang Karin malah membalik arah pulang menjadi arah kearah sekolah. Katanya ia mau mecari batu itu dan menyuruh Jyuu untuk tidak mengikutinya.
“Tapi, Karin,”
“Jyuu-kun, kau pulang saja. Aku ingin sendiri saja mencari batu itu.”
“Aku mengkhawatirkanmu, Karin. Aku takut kalau kau…,”
“Sssh, sudahlah. Kau pulang saja, aku takan apa-apa, kok. Percayalah.”
Sejenak Jyuu terdiam, “Baiklah, kalau itu maumu. Tapi, hati-hati, yah.”
“Ya,” Karin tersenyum hangat dan ia berlari karah sekolah. Sedang Jyuu hanya bisa menghela napas dan melangkah pulang.
“Ah, rasanya badan jadi segar setelah mandi.” Kaoru mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk. Ia mengambil sebotol jus di freezzer dikamarnya. Menatap keluar jendela dengan masih bertelanjang dada. “Bintang malam ini sangat indah,” gumamnya.
Ryuuka berjalan menaiki tangga sambil membawa nampan berisi makan malam. Akhir-akhir ini Kaoru jadi sering menyendiri dan sikapnya sedikit aneh. Ryuuka merasa aneh, tidak biasa Kaoru membiarkan pintu kamarnya terbuka walau hanya sedikit. Ia mengintip sedikit dan dilihatnya Kaoru yang bisa dibilang sedang berpose seksi –wah-.
Kaoru, apa yang dilakukannya? Bisa-bisa ia terserang flu, batin Ryuuka. “Apa yang sedang kakak lakukan,” tanya Jyuu sambil menepuk lengan Ryuuka.
BRAK!
Nampan yang dibawanya langsung jatuh kelantai dan piring berisi makan malam jatuh berserakan.
“Kyaa~,” teriak Ryuuka.
“Gwaa~,” teriak Kaoru.
Keduanya sama-sama kaget dan Kaoru malah membuka pintunya lebih lebar untuk melihat apa yang terjadi dibalik pintu kamarnya. “Apa yang kau…,” kalimat Kaoru langsung terhenti karena melihat Ryuuka memalingkan wajahnya yang sangat merah, “Maaf!” lanjutnya.
BLAM!!
Kaoru langsung menutup pintu kamarnya sedang Ryuuka langsung pergi menuruni tangga dan pergi kekamar mandi. Jyuu yang tinggal sendiri hanya meratapi nasibnya. Sambil menangis haru ia yang harus membereskan makanan yang tumpah itu.
Kaoru yang sedang berada di kamar mandi hanya bisa tertunduk diam dengan kedua tangan diatas washtafel. Hidungnya terus saja mengeluarkan darah. Keadaan yang sama juga Ryuuka alami, di dalam kamar mandi hidungnya terus saja mengeluarkan darah. Sebenarnya, apa yang baru saja kupikirkan? Dasar bodoh, batin mereka masing-masing.
Keesokan harinya, Ryuuka pergi bekerja seperti biasa sedang Kaoru tinggal dirumah membantu ibu Ryuuka, lebih tepatnya ia disebut pembantu rumah tangga. Di kafe, Ryuuka terlihat agak lesu tidak seperti biasanya. Hikaru yang memerhatikannya dari tadi hanya bisa menghela napas panjang.
“Ryuuka, sepertinya hari ini kau agak kurang sehat,” kata Hikaru, “Biar aku saja yang meng-handle semua pekerjaanmu.”
“Tidak perlu, Hikaru. Aku baik-baik saja, hanya kurang semangat saja.”
“Kalau begitu, kau istirahatlah dulu sebentar.”
“I, iya, terimakasih.”
Kaoru berjalan kearah pantry dan wajahnya ia telungkupkan diatas meja. Seorang temannya yang juga maid seperti Ryuuka bertanya kepadanya, “Apa kau ada masalah, Ryuuka-chan?”
“Tidak,” jawabnya singkat.
Sejak pagi tubuhnya terasa sangat berat dan rasanya ia ingin tidur saja. Matanya mulai menutup dan ia pun tertidur.

“Good afternoon, Ryuken,” sapa Bright, “What’s up?!”
“Kau, apa yang kau lakukan disini?”
“Fu fu fu, hanya melihat keadaanmu saja,” dalam sekejap ia sudah ada disamping Ryuken, “Bagaimana hubunganmu dengan teman manusiamu itu?”
“Apa maksudmu? Kami ‘kan tidak melakukan apa-apa.”
S I I I I I I I I N N N G ! !
“Jadi, kau belum melakukan apapun padanya!?” nada suara Bright sedikit dinaikan, “Apa yang selama ini kau lakukan?!”
“Tidak ada. Kami hanya tinggal bersama dan melakukan hal yang biasa saja.”
Seorang gadis berpakaian sailor masuk ke dalam rumah seraya mengucap salam, “Ryuken-sama, saya pulang.”
“-sama, jadi, gadis itu yang jadi budakmu?” tanya Bright.
“Ya.”
Ternyata, Ryuken benar-benar Angelordies yang egois. Sudah sikapnya sangat sombong, angkuh dan senang memanfaatkan orang lain. Terlebih, ia tak suka diperintah, tak heran para Demonicart yang dulu jadi pengawasnya langsung gila karena tak tahan menghadapinya. Apa aku juga akan bernasib seperti itu?, pikir Bright.
“Yukino, aku lapar, siapkan makan siang,” titah Ryuken.
“Baik, Ryuken-sama,”
Yukino pun langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makan siang untuk Ryuuken, sedang Bright hanya menggelengkan kepalanya. “Hei, kau. Setidaknya pakai kata ‘tolong’, tolong siapkan makan siang untukku,” katanya.
“Aku malas.”
“Hhh~, dasar kau ini.”

Malam ini hujan turun sangat deras. Terkesan agak aneh karena bulan ini masih pertengahan bulan Juni yang seharusnya musim panas. Dari balik jendela, Kaoru menatap lurus keluar mengamati jalanan yang yang basah. Sesosok bayangan hitam kembali muncul dihadapannya sambil merendahkan badannya.
“Apa yang kau dapat?” tanya Kaoru.
“Maaf, Master. Sebenarnya, saya datang membawakan kabar buruk untuk, Master.”
“Kabar buruk?”
“Bulu-bulu sayap Minami sudah mulai lepas dan jika ini dibiarkan terus, ia akan benar-benar menghilang. Saat ini Nekoma sedang merawatnya.”
Kaoru terdiam sejenak, tangannya ia letakan dibawah dagunya, “Apa kau sudah menemukan dua kon lainnya?”
“Sayangnya belum saya temukan. Maafkan saya, Master.”
“Aku mohon kau cepat kau temukan dua kon lainnya. Aku tak mau Minami menghilang.”
“Baik.”
“Ah, ya! Tolong sampaikan ini padanya,” Kaoru mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari dalam saku celananya, “Dan juga tolong sampaikan salamku untuknya,”
“Baik, Master. Ada yang lain?”
“Tidak. Kau laksanakan saja tugasmu, Nekomaru.”
“Baik.”
Dua buah telinga kucing keluar dari diatas kepala Nekomaru dan ekor kucingnya juga keluar. Wajahnya yang babyface membuatnya semakin lucu dengan telinga dan ekor kucingnya itu. Ia membungkukan badannya dan ketika ia hendak pergi, tangannya dicengkeram Kaoru.
“Ada apa, Master?”
“Terimakasih kau sudah membantuku dan jika tugas ini sudah selesai, jagalah majikanmu yang baru baik-baik. Sampaikan maafku karena telah merebutmu untuk sementara ini.”
Ia hanya tersenyum tipis, “Master tidak usah berterimaksih karena bantuan saya tidak seberapa dibanding dengan pengorbanan Master untuk saya dan adik saya. Lagipula, majikan saya pasti mengerti.”
“Nekomaru, kau memang temanku yang paling baik,” kata Kaoru sambil menepuk-nepuk bahu Nekomaru. “Holy White Mother selalu menyertai keselamatanmu. Selamat bertarung dengan hujan.”
“Master~, jangan berkata seperti itu,” wajahnya langsung berubah masam, “Saya ‘kan tidak begitu suka dengan air.”
“Khe khe khe, maaf, yah, Nekomaru,” Kaoru tersenyum jahil, “Ya sudah, kau lanjutkan kembali misimu. Aku menunggu kabar selanjutnya. Hati-hati, Nekomaru. Jangan sampai tertangkap Miko lagi, yah.”
Nekomaru hanya mengangguk dan ia pun pergi dalam kegelapan. Kaoru pun menarik gorden jendelanya dan cahaya lampu jalan tak bisa menembus kekamarnya. Dalam hati ia berdoa agar misi Nekomaru berhasil. Ia tak ingin jika Minami menghilang. Sangat tak ingin dan ia ingin menepati janjinya dengan gadis itu. Janjinya itu…









____________________________________________________________________
by: Amakusa Ryuu


Tidak ada komentar: