Halaman

TRANSLATE

Jumat, 27 November 2009

BLACK-WHITE FEATHERS - REAL IDENTITY PART 3 (LIKE A WIND TOUCH YOUR HEART)

Wajah Ryuuka terlihat sangat masam. Padahal, didepannya sudah terhidang banyak hidangan lezat dan siap disantap. Jari-jarinya ia ketukan diatas kotatsu. “Ayo, kita bersulang~ semuanya,” kata Kaoru.
“Hurya~” kata mereka bersamaan.
TANG!
Gelas-gelas pun saling beradu dan mereka pun meminumnya dengan wajah berseri-seri. Segala jenis makanan yang terhidang pun mereka santap dengan lahap. Ryuuka sudah tak tahan lagi, “Kenapa rumahku jadi penampungan seperti ini!?” katanya kesal.
“Miss Amatsuki, nikmati sajalah pesta ini. Ayo, kita bersenang-senang bersama,” kata Nekomaru.
“Ryuuka, mulai sekarang kita adalah keluarga. Jadi, terima kami apa adanya, yah?” kata Minami dengan sedikit segan.
“Nah, semuanya, jangan malu-malu. Ayo, silakan,” tambah Kaoru.
BELETAK!
Pukulan keras Ryuuka mendarat dikepala Kaoru, “Aku ‘kan Tuan Rumah ini! Kenapa jadi kau yang berkata seperti itu!! Huh!” Ryuuka pun pergi meninggalkan ruang makan.
“Ryuuka~”
“Sudahlah, Kak Kaoru. Biarkan saja dia, nanti juga baik sendiri,” kata Jyuu sambil menyantap tempura-nya.
“Umm, ya sudah, nanti aku bicara saja padanya.”
Suasana rumah ini jadi sangat ramai karena Minami, Nekoma dan Nekomaru akan tinggal juga dirumah Ryuuka. Walau tidak terlalu besar tapi cukup untuk menampung mereka. Sudah seperti keluarga besar saja.
Kaoru dan Minami semakin mengakrabkan diri karena mereka belum puas dengan perjumpaan mereka beberapa waktu yang lalu. Jyuu mulai mendekati Soraoka, ia ingin mendekatkan diri dan berteman baik dengannya. Nekomaru dan Nekoma terlihat bermanja-manja diatas pangkuan Sumika. Mereka merubah wujud mereka menjadi dua ekor kucing agar tidak terlalu memakan tempat.
Waktu menunjukan pukul 20.30, mereka sudah selesai melakukan pesta porak. Sumika dan Minami berada di dapur sedang mencuci piring. Soraoka pulang ke rumahnya. Sejak datang ke Bumi ia sudah menjadi anak adopsi keluarga Eniwa. Jyuu, Nekoma dan Nekomaru sedang menonton acara televisi. Kaoru pun pergi ke kamar Ryuuka.
“Fu fu fu,” tawa kecil Minami terdengar jelas oleh Sumika.
“Ada hal lucu yang membuatmu tertawa Minami?” tanya Sumika.
“Tidak, hanya saja…, tidak jadi. Nanti juga Bibi akan tahu sendiri.”
“Begitu, aku jadi tak sabar.”
Sementara itu…,
“Sebenarnya, ada yang ingin kutanyakan, Ryuuka,” kata Kaoru serius.
“Apa?!”
“Apa kau keberatan jika mereka tinggal disini?”
“Ya, tapi, mereka ‘kan satu misi denganku. Jadi, apa boleh buat.”
Kaoru bangkit dari tempatnya duduk, “Aku…, hanya ingin minta maaf saja. Maaf, ini semua memang salahku.”
Ia membungkuk dalam sedang Ryuuka memandangnya simpatik, “Sudahlah, Kaoru. Ini bukan salahmu dan lagipula aku jadi banyak mendapatkan pelajaran dari semua ini.”
“Euh?”
“Kau mengajariku cara berbagi dan dengan dengan sejak kedatangan kalian, aku mulai sedikit belajar dewasa dan terimakasih kau telah menyelamatkanku waktu itu.”
“Menyelematkanmu?”
“Minami bilang kau yang telah menyelamatkanku dan kemarin dia juga menceritakan bahwa kau yang memperlambat penyebaran racun dalam tubuhku.”
“Ah, soal itu. Sebenarnya, Soraoka-lah yang telah menyelamatkanmu. Dia meminjamkan Bulu Hitam-nya padamu. Memang benar aku yang memperlambat penyebaran racun itu dan Minami yang memasukan Bulu Hitam itu kedalam tubuhmu sebagai ganti jantungmu –Bulu Putih-.”
“Bagaimana caranya?”
BLUSH!
Kepiting Rebus! Wajah kaoru langsung berubah merah seperti kepiting rebus. Ia tak mau mengatakan hal itu pada Ryuuka. “Itu rahasia.”
“Kok, begitu, sih?” Ryuuka mencengkeram kerah kaos Kaoru, “Aku ingin tahu, sekarang!”
“I, iya. Nanti, aku ceritakan tapi jangan sekarang, yah.”
“Kalau begitu,…”
BRUAK! BUGH!
Kaoru keluar dari kamar Ryuuka dengan tumpukan benjol dikepalanya. “Kenapa sih, perempuan jaman sekarang hobi sekali memukul laki-laki.”

SMA Mizuno, Tokyo, Jepang.
Sepertinya pendekatan Jyuu tidak sia-sia, ia sudah mulai akrab dengan Soraoka dan mulai mengerti sedikit demi sedikit tentang anak lelaki itu. Hampir setiap hari mereka selalu bersama-sama, sampai-sampai par fans Soraoka ada juga yang mulai menyukai Jyuu. Dengan wajah yang manis dan sikapnya yang sedikit polos membuat Jyuu digandrungi beberapa anak perempuan. Kepopuleran Soraoka berdampak positif pada dirinya.
“Seperti biasa, yah. Kalian berdua pasti berada disini pada jam istirahat dan seusai sekolah,” kata Karin sambil berjalan menghampri mereka berdua.
“Karin, sedang apa disini?” tanya Jyuu.
“Menemuimu, Jyuu-kun. Lagipula, aku juga sesekali pergi keatap sekolah untuk melihat langit. Langit yang sangat dingin.”
Soraoka menatap dingin gadis itu, “Kau bermaksud menyindirku, Hoshikaze?” kata Soraoka dingin. –dalam bahasa Jepang , Sora berarti langit-. Tatapan matanya sangat tajam dan siapapun yang melihatnya langsung meleleh karena tak tahan melihatnya. Perempuan mana yang takkan takluk jika ditatap dengan tatapan maut seperti itu.
“Mungkin ya, mungkin juga tidak. Tunjukan jati dirimu yang sebenarnya, Eniwa Soraoka.”
“Apa maksudmu?”
“Tunjukan sayapmu.”
Soraoka tersenyum pahit. Ternyata orang luar seperti dia tahu diriku yang sebenarnya. Apa boleh buat, pikir Soraoka.
BATS!
Sayap Soraoka pun merebah. Senyum diwajah Karin pun mengembang, “Akhirnya, wujud aslimu kau tunjukan juga. Jyuu menjauh darinya, dia hanya memanfaatkanmu saja.”
“Karin, kau tak tahu siapa dia yang sebenarnya,” kata Jyuu.
“Tentu saja aku tahu. Dia makhluk langit yang akan mengancam keberadaan manusia. Dan, kau pasti sudah terkena Mind Control Eniwa”
“Bukan seperti itu…,”
Belum selesai Jyuu menyelesaikan kalimatnya, tangannya sudah ditarik Karin. “Kau diam saja. Aku yang akan menyegel makhluk langit ini.”
Makhluk langit? Bukan seperti itu! Karin, kau tak mengerti, pikir Jyuu.
“Hoshikaze Karin,” Karin menunjuk Soraoka tajam, “Aku akan menyegelmu, Eniwa Soraoka.”
Satu buah gulungan kertas mantra pun Karin keluarkan dari dalam tasnya. Ia sudah bersiap untuk menyegel Soraoka dan ia mempertaruhkan nama baiknya sebagai seorang Miko. Aku takkan kalah dari kakakku, batin Karin.
Soraoka pun membuka sarung katana-nya, ukiran naga pada katana itu terlihat jelas, “Hmf, itu pun kalau bisa.”
10 menit kemudian.
“Lepaskan aku!” bentak Karin.
Kedua tangan dan kedua kakinya diikat Soraoka. Gadis itu tampak sangat kesal sedang Soraoka malah bersikap dingin padanya. Dengan tenang ia meminum teh hijau bersama Jyuu.
“Darimana kalian mendapat dua gelas teh hijau itu,” Karin terbelalak kaget.
“Entahlah, tanya saja pada yang menulis cerita,” kata Jyuu.
“Sudahlah,” kata Soraoka, ”Hoshikaze Karin, kau takkan pernah kulepaskan sebelum kau menjawab beberapa pertanyaanku,” kata Soraoka.
“Ah!~, kenapa harus begitu?”
“Jawab saja atau rahasiamu akan kubocorkan.”
“Memangnya kau tahu apa tentangku?!”
Soroaka langsung memegang pundak Jyuu, “Jyuu, sebenarnya ada yang harus kukatakan padamu. Sebenarnya, Karin itu…,”
“HENTIKAN!!”
“Jadi, bagaimana?” sorot mata Soraoka terlihat mengejek. Jyuu hanya melongo tak mengerti apa maksudnya.
“Ya, baiklah. Apa pertanyaanmu?”
“Sudah sejauh mana kau mengetahui tentang kami dan darimana kau tahu tentang kami?”
“Sebenarnya, aku pernah melihat seorang lelaki berambut merah dan panjang. Dia memiliki sayap dengan dua warna yang berbeda, hitam dan putih. Waktu itu aku melihatnya bertarung dengan lelaki bernama Kaoru. Mereka bertengkar hanya karena memperebutkan Bulu Putih. Lelaki berambut panjang itu terus berbicara tentang Eikyuu no Hi dan Amatsuki Ryuuka, kakakmu Jyuu,” Karin menoleh kearah Jyuu dan melanjutkan kembali ceritanya, “Lalu, ketika aku membebaskan seekor siluman kucing dari segelnya. Laki-laki bernama Kaoru itu datang menemuinya dan memintaku meminjamkan Nekomaru, siluman kucing itu untuk melanjutkan tugasnya. Dia adalah majikannya Nekomaru yang terdahulu. Ketika Nekomaru tersegel dalam batu itu, siapapun yang membebaskannya dari segel akan menjadi majikannya,” papar Karin panjang lebar.
Dia tahu tentang Ryuken dan Sir Kaoru, apa aku harus membunuhnya untuk menutupi ini, batin Soraoka. “Bagaimana kau tahu identitasku yang sebenarnya?”
“Disini, dua hari yang lalu, aku melihatmu bertarung dengan seorang wanita dengan dua sayap hitam dikepalanya. Kau mencoba menyelamatkan Jyuu dari wanita itu.”
Alice juga?! Dia sudah cukup tahu banyak tentang kami. Tak ada pilihan lain, aku harus membunuhnya, pikir Soraoka. “Hanya sebatas itu saja?”
“Ya, apa kau tak mempercayaiku?”
“Umm, kau sudah tahu banyak tentang kami. Aku tak bisa membiarkanmu hidup,” Soraoka menghunuskan katananya, “Selamat tinggal.”
JREB!
TES TES TES.
Darah segar keluar cukup banyak dari dada Jyuu. Ia mencoba melindungi Karin. Soraoka menunjukan ekspresi terkejutnya. Ini kali pertamanya Soraoka menunjukan ekspresi lain wajahnya.
“Aku memang sudah terbiasa dan bisa menerima melihatmu membunuh para Angelordies itu tapi, untuk membunuh manusia, takkan kuijinkan,” kata Jyuu yang mulai sekarat. Jyuu pun akhirnya roboh dan kesadarannya pun hilang.
“Kyaa~, Jyuu-kun!!”
Jyuu?! Akh, Sial, batin Soraoka. Tanpa menunggu lama, Soraoka merebahkan sayapnya dan membawa Jyuu pergi. Sedang Karin malah ditinggalkan sendiri di atap sekolah.

Rumah Sakit Shirohime, Tokyo, Jepang.
Soraoka tertunduk kesal di ruang tunggu rumah sakit. Ia duduk dengan mengepalkan kedua tanganya. Kaoru mengerutkan dahinya, baru kali ini ia melihatnya seperti ini. Apa ini efek dari sebuah pertemanan?
Sejak dulu Soraoka tak pernah merasakan rasa kesal, menyesal atau emosi apapun. Dia hanya memandang sesuatu hal dengan tatapan dingin dan rendah. Ia bisa menganggap sesuatu itu penting jika sesuatu itu menarik perhatiannya dan bisa menghilangkan rasa jenuhnya.
“Key, apa kau baik-baik saja?” tanya Kaoru.
“Aku baik-baik saja. Aku mengkhawatirkan Jyuu,” katanya.
Bisa juga anak ini merasa khawatir. Biasanya, dia tak pernah mengkhawatirkan sesuatu. Minami, Ryuuka, Nekomaru dan Karin pun datang menyusul. Karin bisa datang karena ditolong Nekomaru. Ia menggunakan telepathy untuk menghubunginya.
“Bagaimana keadaan Jyuu?” tanya Karin khawatir.
“Kritis,” jawab Soraoka.
Soraoka menatap tajam kearah Karin. Gadis itu pun membalas pandangan tajam Soraoka. Aliran listrik keluar dari dalam mata mereka dan saling beradu. Sedang yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala.

Dua minggu kemudian.
“Jyuu~, selamat datang kembali di sekolah,” kata Karin senang.
“Eh, iya. Terimakasih, Karin. Aku senang bisa kembali ke sekolah.”
Begitu melihat Soraoka datang bersama Jyuu, Karin langsung menarik tangan Jyuu, “Jyuu itu milikku!”
“Bodoh, Jyuu itu milikku!” kata Soroaka.
Mereka berdua memperebutkan Jyuu dan para fans Soraoka menangis sedih+haru. Ternyata, Pangeran mereka penyuka sesama jenis. Sedangkan, fans Jyuu terlihat sangat marah karena Jyuu berdekat-dekatan dengan Karin.
“Eniwa-sama, ternyata anda penyuka sesama jenis. Aku tak percaya itu,” komentar seorang fans Eniwa-sama.
“Siapa bilang? Aku dan Jyuu, kami bersahabat. Dan aku tak bisa membiarkan dia jatuh kedalam perangkap wanita ular derik ini,” kata Soraoka.
“Siapa yang kau bilang wanita ular derik?! Huh! Dasar, kau sendiri seorang Bandar Teh,” balas Karin.
Soraoka, Karin, kalian seperti anak kecil saja. Aku ‘kan bukan barang yang bisa kalian perebutkan. Aduh~, kalian membuatku pusing saja, batin Jyuu.
Pribadi-pribadi lain Soraoka pun mulai terlihat dan dia sedikit demi sedikit mulai mengerti apa yang selama ini kurang dari dalam dirinya. Kehangatan sebuah persahabatan.
Sepulang sekolah, Jyuu tak bersama Soraoka karena pemuda itu harus menghabiskan waktunya untuk mencari suatu referensi di perpustakaan. Karin dan Jyuu pun seperti biasa tak langsung pulang dan lebih senang berdiam diri di atas atap sekolah.
“Jyuu, maafkan aku, yah? Gara-gara aku kau sampai terluka,” kata Karin memulai pembicaraan.
Jyuu menoleh kearah gadis itu, “Sudah ribuan kali kau meminta maaf padaku. Apa kau tidak bosan mengatakan hal itu terus?”
Karin menggeleng, “Tidak. Aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri.”
“Sudahlah, Karin. Aku sudah melupakan hal itu. Aku tak mau melihatmu murung terus seperti itu,” Jyuu tersenyum hangat, “Ayo, kembali seperti dulu. Karin yang dulu selalu bersemangat.”
“Ehheh, iya. Aku akan kembali bersemangat. Terimakasih, Jyuu.”
DEP!
Semilir angin berembus menerpa rambut Karin. Desahan napas Jyuu dapat ia rasakan diatas kepalanya. Jantung Karin berdegup kencang. Wangi tubuh Jyuu membuatnya sedikit luluh. Hangat. Ternyata, hangat sekali dekapan Jyuu, batin Karin. Jyuu tiba-tiba saja memeluk hangat Karin.
Sebelah tangan Jyuu mulai membelai rambut Karin dan menyentuh lehernya. Wajah Karin langsung memerah. Karin pun sedikit menjinjitkan kakinya dan memiringkan sedikit kepalanya. Jyuu juga sedikit memiringkan kepalanya. Mata mereka mulai menutup dan dibawah lembutnya awan kumulus mereka melakukan ciuman pertamanya.
Jyuu, aku suka. Aku suka Jyuu, batin Karin.

Minami sudah berhadapan dengan kon ke-6 miliknya. Kon itu adalah seorang gadis tunawisma dan ia bersedia untuk kembali pada Minami. Perlahan tubuh gadi tunawisma itu berubah menjadi helaian bulu putih dan ia pun menghilang. Keseimbangan Minami mulai terganggu, pengembalian kon ini kedalam tubuhnya membuat cakranya menurun. Ia akan beristirahat seharian untuk mengembalikan cakranya kembali.
Tugas Nekomaru tinggal sedikit lagi. Ia masih harus menemukan kon yang terakhir agar upacara penyegelan portal itu bisa dilakukan serta ia dan juga yang lainnya akan berusaha mengambil kembali Bulu Putih itu. Waktunya sudah tidak banyak dan Toki no Sabaku terus berjalan. Ryuuka harus bisa bertahan lebih lama lagi. Harus bertahan.










____________________________________________________________________
by: Amakusa Ryuu

Tidak ada komentar: