"Makanan sudah siap.." kata Yuiko sambil keluar dari dapur bersama Yue. Kakak yang tiduran di sofa menoleh dan duduk, "Akhirnya... aku sudah menunggu.." katanya dengan wajah menyeringainya, "Kau... cuma kesini cuma untuk makan?" kata Ayame yang datang, "Yah.. aku sudah bosan dirumah utama, lagipula, disana berbahaya..." kata kakak dengan tawa hampa. "Ng..." suara Yue terdengar pelan, "kenapa?" tanya kakak, "Dimana Rikimaru-sama?" tanya Yue, "Ah, tadi dia pergi ke rumah utama" balas Yuiko, "Eh!?" kata kakak terkejut, "Hmmm? Akira-san tidak tahu? katanya dia mau menemui ayahnya kaarena ada urusan.." Balas Yuiko sambil mengatur makanan. Kakak pun diam, tak lama ia berdiri dan keluar, "Akira- san?" panggil Yuiko, "Maaf, tampaknya aku ada urusan" kata kakak dengan tersenyum
Aku duduk diruangan khas Jepang, aku melihat sekeliling, "Masih sama seperti terakhir kali aku kesini.." gumamku. Aku melihat bingkai fotto di atas meja, terlihat ada kakak yang tertawa bahagia. Aku tahu ada yang aneh selama ini, meski kakak terlihat biasa, tetapi berbeda. "Jadi apa kali ini?" suara orang yang masih muda dan bernada tenang terdengar di belakangku. Aku menoleh, sesosok pria berumur 30 tahunan dengan rambut yang mempunyai warna yang sama denganku dan kakak. Sebuah rokok pipa bewarna hitam mengeluarkan asap di mulutnya, ia bersender di pintu sambil melipat tangannya. Kimono coklat yang ia kenakan sangat cocok dengan suasa di dalam ruangan ini, "Lama tak bertemu, ayah.." kataku sambil tersenyum ringan. Ayah menutup pintu itu dan duduk di seberang dimana aku duduk, "Lama tak bertemu, Riki..." balasnya. Ayah adalah orang yang paling jarang ditemui, ia sering pergi untuk misinya, kesempatan seperti ini sangatlah langka. "Langsung saja pada intinya.." kataku sambil tersenyum, ayah menaruh rokok pipanya, "Apa yang terjadi pada kakak sejak dulu?" tanyaku dengan muka yang berubah. Ayah diam dan terlihat tenang, "Memangnya kenapa dengan Akira? aku tidak melihat perubahan pada dirinya.." balas Ayah dengan cepat, "Kenapa, paada waktu itu kakak mulai merokok, dan pada saat itu, dirinya terlihat berubah. Yang dikejarnya adalah misi, dan juga, dia seakan tak berekspresi lagi. Ayah pun menatapku dengan tajam, "Memangnya kenapa kalau ninja berubah?" kata Ayah, "Hei, mungkin orang bilang ninja itu hebat dan sebagainya, tapi apa kamu tahu apa itu ninja?" kata Ayah yang menatapku tepat dimata. Aku meneguk liur karena tekanan yang diberikannya, "Pembunuh Bayaran.." kataku dengan berat. "Tepat, lalu sejak umur berapa Akira menjadi ninja?" tanya ayah sekali lagi. Kali ini aku menunduk untuk tak melihat matanya, "11 tahun.." jawabku pelan. Ayah tersenyum, dan apa yang kau rasakan ketika pada umur segitu kau sudah melihat pertumpahan darah?" kata-kata ayah memang benar, dalam kondisi begitu satu atau dua perubahan itu wajar, tetapi__
"Bukan... bukan itu penyebab kakak berubah.." kataku, "Hoo... bagaimana kau bisa yakin?" tanya ayah dengan tersenyum, aku mengangkat wajahku dan menatapnya, "Karena dia adalah kakak.." jawabku. Ayah terdiam sebentar karena kaget, tak lama mulutnya pun terbuka sedikit, "Hahahaha......." tawanya dengan nyaring, "Hahaha.... baik-baik.. aku menyerah.." sambung ayah, "Jadi__" belum selesai aku bicara ayah sudah memotong, "aku tak tahu penyebabnya.."
GUBBRRAAKKK!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
"KALAU BEGITU UNTUK APA PEMBICARAAN TADI!!!!??" Kataku dengan marah, "Yah, dia mulai bersikap aneh semenjak dia mulai merokok bukan? itu sudah lama.." kata ayah sambil mengorek telinganya dengan kelingking, "Hah~" helaku dengan panjang, "Ah, tapi, sebelum itu, dia ditugaskan dalam sebuah misi. Misi tingkat atas, Human Control, atau HC.." sambung Ayah. "Tingkat atas? HC? Misi seperti apa?" tanyaku, "Entahlah...." kata Ayah sambil merokok lagi, "HOII...." kataku dengan kesal, "Tapi yah, setiap misi itu ditulis ulang di ruang data.." kata Ayah sambil tersenyum, "Ruang data.." kataku, "Yah, tapi hanya orang yang memiliki kunci yang bisa masuk, dan yang punya kunci itu hanya aku.." balas Ayah. Aku pun menatap ayah dengan tajam, ia tersenyum kecil, "Jangan lupa untuk membereskannya.." kata ayah sambil melemparkan kunci ruangan tersebut. Aku pun menangkapnya dan mengucapkan terima kasih, tepat pada saat itu, aku merasakan hawa ibu mendekat. "Hmm!!! Mira mendekat..." kata ayah sambil berdiri, "Hei Riki, jangaan beritahu aku kalau aku ada disini.." kata Ayah dengan tertawa sambil bersiap-siap untuk sesuatu, "Eh? Bukannya mereka sudah tahu?" tanyaku, "Belum, yang tahu kalau aku sudah kembali hanya kau dan Akira saja." kata Ayah sambil naik ke atas atap dan bersembunyi. Pintu kamar pun terbuka, "Ng, Riki, apa yang kau lakukan disini?" tanya ibu, "Haha.. ibu sendiri?" tanyaku balik.
-Bukankah ibu itu sensitif, menyembunyikan diri pun percuma kan?
"Aku ingin membersihkan kamar si bodoh itu, sudah lama tidak di tempati, pasti berdebu" kata ibu sambil tersenyum. Aku pun berdiri dan mengangkat meja itu dan menyingkirkannya, "Bukankah itu kerjaan pelayan?" tanyaku, "Bergantung pada mereka setiap saat itu tidak baik..." kata ibu sambil mulai bebersih. Tepat pada saat itu ayah pun melompat turun tanpa bunyi dan berada di belakang ibu. "Mira..." kata ayah dengan dekat, "Eh..?" ibu pun segera menoleh dan tepat pada saat itu ayah mencium pipinya. "Lama tak bertemu kau jadi semakin manis.." kata ayah sambil tersenyum. Muka ibu pun memerah, "K-k-k-k-Kau...." kata ibu sambil terbata-bata, "Apa yang kau lakukan hah..??" kata ibu sambil mencengkram kerah ayah dengan muka yang merah dan mengeluarkan sedikit mengeluarkan air mata. "Aku cuma mau buat kejutan saja..." kata Ayah sambil mengelus kepala ibu, "Seharusnya kau bilang kalau kau pulang.." kata ibu dengan marah, "Ah, jadi kau mengkhawatirkanku?" tanya Ayah, "Diam!!" kata ibu dengan kesal, "Oh iya, ini cuma tubuh pengganti lo.." kata ayah yang berubah menjadi daun. "Yang asli ada di belakang sini.." sambung ayah sambil menggigit daun telinga ibu, "Gyaaa~" kata ibu terkejut. Aku pun menghela nafas panjang
-Aku lupa, satu-satunya orang yang dapat mempermainkan ibu serta tidak mendapat pengawasan darinya, adalah ayah
"Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih atas kuncinya ayah.." kataku, "Yaa.. jangan lupa kembalikan ya.." kata Ayah sambil memeluk ibu sambil tersenyum. Aku segera menutup pintu dan melihat kunci yang berada di tanganku, "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi" kataku sambil berjalan ke ruang data. Aku memasukan kunci itu dan memutarnya, terdengar suara kuncinya telah terbuka. Aku membuka pintu itu dan melihat banyak kertas dan dokumen. Aku masuk dan mencari dokumen beberapa tahun yang lalu serta di bagian huruf "A". Aku menemukannya ada nama kakak tertulis disitu, aku segera mencabutnya dan membuka dokumen itu. Ada banyak misi yang ia kerjakan, setelah beberapa kali memeriksa mataku tertarik pada sebuah tulisan [HC]. Aku memisahkan dokumen itu dan membukanya. [HC (Human Control), Class: AAA, Name: Akira Shiruya, Target: Hiyoshi Ai, Type: Bodyguard, Objective: Obey and protect Hiyoshi Ai]
-Bodyguard dengan kelas AAA? Bukankah bodyguard itu tugas kelas bawah? Dan lagi, bayaran untuk misi seperti ini, tidak lazim.
Aku membaca lagi halaman selanjutnya, [HC (Human Control), proyek yang ditutup dari dunia. Penelitian yang mengundang banyak permasalahan dan resiko besar. HC adalah kemampuan untuk mengontrol manusia tanpa efek samping, hal seperti ini bila digunakan saat perang akan sangat menguntungkan. Sebuah partikel bernama DMM akan membentuk partikel-partikel baru sesuai perintah, tetapi ada kemungkinan besar partikel tersebut membuat manusia mengalami macam- macam permasalahan]. Aku tak bisa memindahkan mataku dari buku itu, tentu saja, siapa yang tidak terkejut melihat ini?
Bukan hanya mengontrol, dia dapat melakukan segalanya, dengan mengontrol dirinya sendiri untuk terbang maka ia bisa terbang, dengan mengontrol dirinya sendiri untuk hilang, maka ia akan hilang, ini seakan- akan...
"Dewa..." Aku terkejut dan melihat ke belakang. Pintu ruangan telah dibuka, disamping itu, ada kakak yang sedang berdiri menatapku, "Kau lengah, pikiranmu terbaca.." kata kakak. Aku menutup dokumen itu, "kurasa semua orang akan sama ketika membaca ini..." balasku. Kakak pun dia, "Sudah cukup kan, sekarang kembali, biar aku yang menyerahkan kuncinya pada ayah" Kata kakak yang mendekat sambil mengadahkan tangan, aku terdiam sejenak, "Tidak..." kataku dengan tegas. Mata kakak berubah jadi benci, dengan cepat ia mencekikku dan menabrakkanku di belakang rak buku, "Apa lagi? itu bukan urusanmu bukan? Jangan membantahku, Riki.." kata kakak dengan hawa membunuh. Aku berusaha melepaskan tangannya gtetapi gagal, "Aku sudah pernah bilang kan? kalau kau ikut campur urusan orang, maka kau mengundang kematianmu.." sambung kakak. Aku hanya menatap kakak dengan diam, "Apa maksud tatapanmu itu? kau punya sesuatu yang mau dikatakan?" kata kakak sambil tertawa, "Pada dasarnya itu lucu, kau menyuruhku untuk tidak ikut campur urusan orang, sedangkan kau ikut campur urusanku sendiri.." balasku. "Itu tidak masalah, karena pekerjaanku memang begitu..." kata kakak, aku pun menggenggam tangannya, "Kalau begitu pekerjaanku juga sama..." kataku sambil mengaktifkan Syncro. Tanganku mengeluarkan api biru milik Kiriya, kakak segera menarik tangannya sehingga aku pun dapat bergerak bebas, "Huh... pekerjaanmu? kau pikir apa pekerjaanmu? Pertengahan antara ninja dan demon hunter tak ada hubungannya dengan ini" kata kakak sinis, aku menatapnya sekali lagi tepat di mata, "Pekerjaanku sebagai keluargamu, lebih tepatnya, adikmu.." Perkataanku menghentikan gerakannya, "Kau pikir, kenapa aku memanggilmu kakak?" tanyaku padanya.
Kakak mengulang kejadian lama di dalam pikirannya, saat-saat aku bersamanya sewaktu kecil. Aku memanggilnya 'kakak' bukan hanya karena aku menghormatinya, tetapi karena kejadiaan waktu itu juga..
"Kau kenapa Riki? Ada masalah? Ceritakan saja padaku" "Tidak, aku tidak mau" "Uwaahh... jangan ketus begitu, dengar, aku akan membantumu menyelesaikannya" "Kenapa?" "Karena aku adalah kakakmu, sudah tugasku begitu.." "..... kalau begitu, aku juga akan membantumu.." "Ngg..??" "Karena aku adalah adikmu, kakak.."
Aku mengingat kejadian pada waktu itu, tak lama terdengar suara tawa, "Kenapa kau bersikap serius begitu.." katanya sambil tertawa, "Kenapa kau bersikap serampangan sejak dulu.." balasku dengan kesal. Kakak menadahkan tangannya, "Berikan aku kunci itu.." katanya sambil tersenyum, "Di dalam laporan itu hanya ada keterangan umum, kau tidak akan menemukan apa-apa di laporan itu.." sambung kakak. Aku pun melemparkan kunci itu, "Kalau begitu lebih baik kau menceritakannya" kataku sambil tersenyum, "Ya, ya.. dalam perjalanan pulang, akan kuceritakan semuanya.." kata kakak dengan ekspresi yang jarang sekali ia perlihatkan, sepi, sedih, sulit untuk menjelaskan ekspresi itu. Yang jelas, terjadi sesuatu padanya waktu itu. Aku mengikuti kakak pergi ke ruangan Ayah, dia membuka pintunya dan melihat wajah Ayah babak belur, dan disampingnya ada ibu yang sedang kesal.
-Ahh... aku lupa akan hal ini.... Dan juga, tadi aku menggunakan Syncro, ternyata bisa ya? Meski aku jauh..
"Ng? Ada apa Kiriya?" tanya Ayame yang sedang makan. Kiriya tidak menjawab, ia hanya melihat keluar dan akhirnya menjawab, "Tidak, bukan apa- apa.." katanya. Ia melihat tangannya secara perlahan, "Rikimaru...." katanya dengan pelan. "Ng..?? Ada yang menyebutkan nama orang itu? Kiriya ya?" Kata Yoshida yang sedang berada di atap, "Kenapa dia mau menjadi senjatanya? Tak ada yang bagus darinya, bahkan tempat ini menyebalkan, berisik, penuh dengan cahaya...." sesaat Yoshida menahan ucapannya dan kembali duduk dengan tenang, "Yah.. tapi pemandangan bulan disini tidak buruk juga..." katanya sambil memandangi bulan purnama.
"Puurrr...." Rico mengitari kaki Rin, "Ah, Rico? Kau sudah selesai makan.." kata Rin sambil jongkok dan mengelusnya, "Miaaww..." Rico pun mengeong, "Yap! sudah saatnya tidur ya? Ayo kita masuk.." kata Rin sambil menjauhi beranda, "Meong...." Rico mengeong sekali lagi. Kali ini Rin berbalik, Rico melompat ke atas pot bunga yang disusun di benranda itu. Rin pun tersenyum dan kembali, "Sebentar saja tidak masalah, karena cuma pada saat ini aku bisa merasakannya...." kata Rin yang bersender di bandara sambil melihat keluar.
"Sudah lama aku tidak memakan masakanmu.." kata ibu, "Kalian seharusnya bisa bilang dari tadi sehingga aku bisa membuatkan kalian sesuatu yang lebih.." kataku sambil menghela nafas, "Aku ingin tetapi aku lupa semuanya karena si bodoh ini..." kata ibu sambil menunjuk Ayah, "Hahaha... Sudahlah, sudah lama kita tidak berkumpul begini.." balas Ayah. "Hei Riki, kau sudah selesai?" tanya Kakak yang menunggu di luar, "Ah, iya, tunggu sebentar..", kataku sambil membuka celemek yang kugunakan. "Ayah, ibu, aku pergi dulu.." kataku pamit, "Ngg..?? Kau tidak makan disini?" tanya ibu, "Tidak, aku dan kakak akan kembali ke Mansion. Youkai Mansion.." jawabku, "Kenapa..?" tanya ibu, "Mira..." Panggil ayah. Ibu pun menoleh, "Mereka mempunyai sesuatu yang penting untuk dibicarakan, biarkan saja.." kata Ayah sambil meminum Miso yang kubuat. Ibu pun kembali ke posisinya semula, "Begitukah? Kalau begitu, hati-hati di jalan.." kata ibu, "Ya.. aku pergi.." balasku sambil menutup pintu. Aku berjalan keluar dari rumah utama, kakak telah menungguku di luar, ia berjalan disampingku, "Jadi mulai dari mana ya..." kata kakak, "Entahlah, yang memulai adalah dirimu..." balasku, "Soalnya ceritanya panjang..." kata kakak sekali lagi, "Tidak masalah, akan kudengarkan.." kataku cuek, Kakak pun tertawa melihatku, "Dasar nggak imut.." ejeknya, "Terima kasih.." balasku dengan dingin.
--------------------------- By: Yahya Scorellia Courtville
Tidak ada komentar:
Posting Komentar